The Pharmacist Room: Klasifikasi Rumah sakit
Showing posts with label Klasifikasi Rumah sakit. Show all posts
Showing posts with label Klasifikasi Rumah sakit. Show all posts

Menghitung Stok Minimum Obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit atau Apotek


FARMASI RUMAH SAKIT


            Farmasi rumah sakit adalah seluruh aspek kefarmasian yang di lakukan di rumah sakit. Sedangakan instalasi farmasi rumah sakit (IFRS) adalah suatu bagian/ unit/ divisi atau fasilitas dari rumah sakit, tempat penyelenggaraan semua kegiatan kefarmasian untuk keperluan di rumah sakit itu sendiri (JP Siregar, 2004).

            Tugas utama dari IFRS adalah pengelolaan, pengadaan, penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayanan langsung kepada penderita dan pengendalian semua perbekalan farmasi yang digunakan dalam rumah sakit (JP Siregar, 2004).

Lingkup dari IFRS adalah:

  1. Fungsi non klinik (manajerial): meliputi perencanaan, penetapan spesifikasi pemasok, pengadaan, produksi, penyimpanan, pengemasan dan pengemasan kembali, distribusi dan pengendalian semua perbekalan farmasi yang digunakan di rumah sakit
  2. Fungsi klinik: fungsi yang memerlukan interaksi langsung dengan profesi kesehatan lain, meliputi:
    • Pemantauan terapi obat (PTO)
    • Evaluasi penggunaan obat
    • Penanganan bahan sitotoksik
    • Pelayanan di unit perawatan kritis
    •  

    • Pemeliharaan formularium
  • Penelitian
  • Sentra informasi obat
  • Pengendalian infeksi nosokomial
  • Pemantauan dan pelaporan reaksi obat merugikan (ROM), (=ADR: adverse drug reaction)
  • Sistem formularium, panitia farmasi dan terapi
  • Sistem pemantauan kesalahan obat
  • Bulletin terapi obat
  • Program edukasi “in service” bagi apoteker, dokter dan perawat
  • Investigasi obat unit gawat darurat (JP Siregar, 2004)
  1. PENGENDALIAN PERSEDIAAN DAN PENGELOLAAN BARANG

Dalam melaksanakan fungsi manajemen yang berkualitas maka Instalasi Farmasi Rumah Sakit harus menyusun sistem pengendalian persediaan dan pengelolaan barang (obat) secara optimal. Persediaan merupakan harta yang besar jumlahnya, yang diinvestasikan sehingga harus dikelola dengan benar. Pengendalian persediaan yang efektif adalah dengan mengoptimalkan dua tujuan:

  • Memperkecil total investasi pada persediaan
  • Menjual berbagai produk yang benar untuk memenuhi kebutuhan pasien

Tujuan utama pengendallian persediaan:

  • Melindungi dari kerugian
  • Membuat sistem pengadaan atau manufaktur
  • Meminimalkan waktu tunggu
  • Meningkatkan efisiensi transportasi
  • Mengantisipasi fluktuasi permintaan (JP Siregar, 2004)

Secara garis besar agar terkelola dengan baik dapat digunakan siklus manajemen: seleksi, perencanaan dan pengadaan, distribusi dan pemakaian.

Seleksi adalah menetapkan jenis dan jumlah obat sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar termasuk program kesehatan yang ditetapkan. Dalam kegiatan ini yang bertanggung jawab adalah PFT (Panitia Farmasi dan Terapi) untuk mengidentufikasikan pemilihan terapi, bentuk dan dosis, prioritas obat esensial, menentukan dan memperbaharui standar pengobatan (JP Siregar, 2004).

            Kriteria seleksi obat:

  • Mempunyai rasio manfaat-resiko yang paling menguntungkan penderita
  • Mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavailabilitas
  • Praktis dalam penyimpanan
  • Praktis dalam penggunaan dan penyerahan
  • Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh penderita
  • Mempunyai rasio manfaat-biaya yang tertinggi berdasarkan biaya langsung dan tak langsung

Bila terdapat lebih dari satu pilihan yang memiliki efek terapi serupa, pilihan dijatuhkan pada:

  • Obat yang sifatnya paling banyak diketahui berdasarkan data ilmiah
  • Obat yang sifatnya farmakokinetik yang diketahui paling menguntungkan
  • Obat stabilitasnya lebih baik
  • Mudah diperoleh dan sudah dikenal (JP Siregar, 2004).

 

Perencanaan meliputi proses pemilihan jenis dan harga perbekalan farmasi dalam rangka pengadaan. Perencanaan bertujuan untuk :

  • Mendapatkan jenis dan jumlah sesuai kebutuhan dan anggaran (efisiensi keuangan).
  • Menghindari kekurangan dan kelebihan obat.
  • Meningkatkan efektivitas penyimpanan (JP Siregar, 2004).

Metode perencanaan yang biasa digunakan meliputi: metode epidemiologi, metode konsumsi ataupun kombinasi dari keduanya dengan disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. Penentuan prioritas obat yang direncanakan berdasarkan:

  • Metode VEN (Vital, Essensial dan Non Essensial)
  • Sistem ABC (Pareto)
  • PUT (Prioritas, Utama, Tambahan) (JP Siregar, 2004).

Pengadaan merupakan proses dalam merealisasikan perencanaan. Prinsip yang digunakan dalam melakukan pengadaan adalah pembelian yang tepat dalam jumlah yang benar dan dengan cara pembelian yang menguntungkan. Tahap-tahap yang perlu dilakukan dalam siklus pengadaan obat:

  • Meninjau jenis obat yang akan dipesan
  • Menentukan jumlah masing-masing obat
  • Meninjau anggaran yang ada kemudian disesuaikan
  • Memilih metode yang paling cocok
  • Memilih supplier yang cocok
  • Membuat surat perjanjian kontrak atau surat pesanan
  • Checking
  • Penerimaan dan pengecekan barang
  • Pembayaran
  • Distribusi obat
  • Pengumpulan data penggunaan obat (JP Siregar, 2004).

Pola kebijakan pengadaan yang sebaiknya dilakukan meliputi:

  1. Dalam jumlah waktu “order lead time” sejumlah minimum persediaan harus ada pada stok (stok minimun persediaan harus ada)
  2. Safety stock dapat digunakan untuk mengurangi biaya yang harus timbul akibat kehabisan stok.
  3. Low average inventory atau rata-rata penyimpanan sediaan yang rendah namun masih dalam batas aman, bisa mengurangi biaya yang hilang akibat penimbunan atau modal mati akibat stok yang berlebihan.
  4. Barang yang bergerak cepat harus dipesan dalam jumlah besar dalam frekuensi yang jarang, sebaliknya barang yang bergerak lambat harus dipesan dalam jumlah kecil pada frekuensi sesuai dengan penggunaan. Pola ini akan mengurangi biaya pengadaan.                         (JP Siregar, 2004).

Agar pelaksanaan pengadaan terus terkontrol dengan baik, maka perlu dilakukan pengendalian pengadaan (Inventory Control) secara rutin. Hal ini bisa dilakukan dengan :

  • Menghitung penggunaan tiap jenis obat dalam periode yang lalu
  • Koreksi terhadap kehilangan
  • Koreksi terhadap stock out (kekurangan stok)
  • Koreksi terhadap safety stock
  • Pertimbangan lead time
  • Koreksi terhadap sisa stok yang ada (JP Siregar, 2004).

Distribusi obat atau penyaluran obat di RS juga bisa mempengaruhi dalam hal pengendalian persediaan, jadi dalam distribusi ada 3 aturan penting yang harus dipenuhi yaitu: keamanan, keutuhan dan kecepatan.(Anonim, 1997)

Kebijakan manajemen tentang jumlah material yang harus ada dalam jangka waktu tertentu harus diterjemahkan sebagai pengendalian terus-menerus untuk memperoleh hasil yang optimal. Jumlah material harus tidak terlalu besar karena jumlah yang terlalu berlebihan tentunya dapat merugikan karena kadaluarsa. Penjadwalan penerimaan serta proses penggunaan material tersebut harus lancar. Faktor biaya juga harus menjadi perhatian, stok yang terlalu besar atau kecil dapat meningkatkan biaya yang tidak diinginkan, sehingga suatu keadaan seimbang harus terpelihara setiap waktu. Dalam proses pengendalian, diperlukan adanya dokumentasi ataupun pencatatan jumlah dan jenis obat yang ada, agar jumlah barang yang ada bisa terus dipantau dengan baik. Pencatatan stok yang tepat dan akurat sangat penting dalam mewujudkan pengelolaan obat yang baik. Pencatatan tersebut merupakan sumber data yang bisa digunakan untuk memperhitungkan kebutuhan. Pencatatan yang kurang baik akan menghasilkan perhitungan yang tidak tepat yang bisa menyebabkan stok kurang maupun stok kadaluarsa. .(Anonim, 1997)

Alasan yang utama melakukan pengelolaan sistem pengadaan obat adalah untuk memastikan ketersediaan tiap obat setiap waktu. Hal yang perlu diperhatikan dalam manajemen pengendalian persediaan adalah tingkat pelayanan dan safety stocks. Yang dimaksud dengan tingkat pelayanan adalah ukuran penyediaan barang dari gudang, dalam hal ini safety stocks merupakan faktor yang penting. Semakin tinggi tingkat safety stock di gudang maka dapat dikatakan bahwa tingkat pelayanannya semakin bagus. Namun semakin tinggi safety stocks maka akan terjadi peningkatkan biaya penyimpanan. Metode dasar dalam menentukan safety stocks adalah dengan mengalikan waktu tunggu (lead time) dengan rata-rata penggunaan obat selama 1 bulan, namun penyesuaian perlu dilakukan untuk menanggulangi variasi penggunaan obat dan pola lead time yang kadang berubah-ubah. .(Anonim, 1997)

Sistem pengendalian persediaan yang ideal dapat diwujudkan ketika pergerakan stok obat terjadi secara optimal, dimana level penyimpanan diperkecil, konsumsi atau penggunaan obat lancar dan pengiriman obat oleh supplier tepat waktu. Namun hal ini sangat jarang ditemukan. Untuk mewujudkan hal itu perlu dilakukan perhitungan terhadap jumlah barang yang akan dipesan. Perhitungan yang digunakan cukup sederhana yaitu stok minimum-maksimum yang berdasarkan penggunaan barang. Dalam hal ini perlu diperhatikan beberapa hal antara lain:

  1. Average Monthly Consumption (rata-rata penggunaan barang dalam sebulan)
  2. Supplier Lead Time (waktu menunggu kiriman barang dari supplier)
  3. Safety Stocks (stok yang harus ada untuk mencegah kekurangan stok/stocks out)
  4. Reorder Level/ Minimum Stocks Level (tingkat persediaan minimal dimana pada saat stok mencapai nilai ini maka harus diadakan pemesanan stok kembali)
  5. Maximum Stocks Level (stok yang perlu disediakan untuk memenuhi permintaan sampai periode pemesanan berikutnya). .(Anonim, 1997)

Walaupun perhitungan sudah dilakukan, namun perlu juga dilakukan penyesuaian pemesanan barang untuk menghadapi permintaan obat musiman, perubahan yang tidak diharapkan dalam penggunaan obat ataupun perubahan harga obat, dan kemampuan dalam menyimpan persediaan obat. .(Anonim, 1997)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

 

            Perhitungan persediaan maksimal dan persediaan minimal didasarkan pada jumlah penggunaan obat rata-rata atau dikenal dengan metode “ The Average Monthly Consumption (AMC) “. Dalam tugas ini digunakan data persediaan rata-rata tiap bulan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Kanker “Dharmais” berdasarkan data penggunaan obat dalam empat bulan terakhir.

Average Monthly Consumption      =          Jumlah obat yang terjual dalam 4 bulan

                                                                                                      4

Kemudian jumlah rata-rata penggunaan obat tiap bulan dikonversikan menjadi rata-rata penggunaan obat  untuk tiap 2 minggu  (The Average of Two Week Consumption).

Average of Two Week Consumption          =          Average Monthly Consumption

                                                                                                            2

Setelah mendapatkan jumlah rata-rata penggunaan obat dalam 2 minggu (14 hari), maka dihitung safety  stock. Perhitungan tersebut berdasarkan waktu safety stock yaitu 3 hari yaitu:

Safety stock  =   3/14    x   Average of Two Week Consumption

                      =   0,214   x   Average of Two Week Consumption

Setelah mendapatkan jumlah safety stock dicari buffer stock/minimal stock level dari waktu safety stock (3 hari) ditambah lead time atau waktu barang datang setelah pemesanan (2 hari) dibagi 14 hari kemudian di kalikan pemakaian rata-rata obat tersebut selama 2 minggu, yaitu:

Buffer Stock/Minimal Stock Level =   5/14     x   Average of Two Week Consumption

                                                           =    0,357  x   Average of Two Week Consumption

Untuk Maximum Stock Level , perhitungannya berdasarkan minimum stock level ditambah order interval stock dalam kurun waktu tertentu. Order interval stock adalah jarak dalam waktu pemesanan yaitu 14 hari, Maximum Stock Level = Tingkat Persediaan Maksimal

Maximum Stock Level = Tingkat Persediaan Maksimal

                                      =      19/14  x   Average of Two Week Consumption

                                      =     1,357   x   Average of Two Week Consumption

Kemudian data stok minimum dan maksimum yang telah diperoleh ditulis pada kartu stok, sehingga bisa digunakan oleh personil gudang untuk melakukan perencanaan dan pengadaan barang.

 

PEMBAHASAN

 

            Tugas ini disusun untuk menghitung stok minimum dan stok maksimum yang bisa digunakan untuk merancang sistem pengadaan obat di sebuah instalasi farmasi. Stok minimum bisa dihitung dengan menggunakan data rata-rata penggunaan obat selama 2 minggu dikalikan dengan lead time dan safety stock. Stok maksimum dihitung berdasarkan stok  minimum   ditambah order interval stock dalam kurun waktu tertentu.

            Dengan data-data tersebut maka bisa ditentukan bahwa pada saat suatu obat mencapai nilai stok minimum, maka harus dilakukan pemesanan agar tidak terjadi kekurangan obat. Nilai stok maksimum merupakan batas terbesar sejumlah obat harus dipesan, jika pemesanan obat melebihi stok maksimum maka bisa terjadi kelebihan stok, atau stok mati. Selain stok minimum dan maksimum, dihitung juga nilai safety stock dimana safety stok merupakan stok yang harusnya masih ada sebagai cadangan pada saat menunggu obat datang pada saat memesan, sehingga tidak terjadi kekosongan obat

12

            Metode ini diharapkan bisa digunakan sebagai acuan dalam hal pengadaan barang secara terjadwal. Dengan adanya perhitungan stok minimum dan maksimum maka kita bisa memperkirakan kapan waktunya untuk memesan dan berapa jumlah maksimum obat yang harus dipesan. Data-data ini harus secara terus-menerus diperbaharui, karena kemungkinan pola konsumsi dan lead time akan selalu berubah untuk masing-masing jenis obat. Jika perhitungan dilakukan secara manual maka diperlukan waktu dan tenaga khusus yang menangani hal ini, sehingga yang paling praktis dan mudah adalah menggunakan software komputer yang bisa secara otomatis memperbarui jumlah stok minimum dan maksimum obat. Penggolongan jenis obat pada sistem komputer gudang yang digunakan di Instalasi Farmasi RSKD, juga harus diperbaharui karena masih banyak ditemukan item –item obat yang tidak sesuai dengan jenis penggolongan obat.

            Instalasi Farmasi Rumah Sakit Kanker “Dharmais” saat ini sedang membenahi sistem pengadaan dengan menggunakan stok minimal dan stok maksimal yang ada di gudang farmasi sebagai upaya agar pengadaan obat sesuai dengan kebutuhan, sehingga  kebutuhan obat akan terpenuhi, sesuai dengan kebutuhan Rumah Sakit Kanker “Dharmais” dan diharapkan dengan sistem ini akan meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit Kanker “Dharmais” dalam pelayanan obat.


 

  1. KESIMPULAN
    1. Sistem pengendalian persediaan bisa dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya dengan menghitung stok minimum dan maksimum yang digunakan sebagai acuan dalam melakukan pengadaan..
    2. Stok minimum dan maksimum harus diperhitungkan untuk setiap item obat, karena pola konsumsi untuk beberapa jenis obat memang berbeda-beda.
    3. Dengan sistem ini maka bisa diketahui gambaran pemakaian obat yang secara langsung mempengaruhi pengadaan obat yang ada.
  2. SARAN
    1. Diperlukan perbaikan terhadap penggolongan jenis obat dalam sistem komputer yang ada di gudang, agar memudahkan dalam melakukan pengamatan penggunaan obat.
    2. Perlu adanya sistem komputerisasi dalam melakukan review terhadap jenis obat agar pelayanannya bisa lebih baik.
    3. Perhitungan yang dilakukan harus terus diperbaharui agar bisa menjamin ketepatan pelayanan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

       
     
 
14
 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Anonim, 2006, Bahan Kuliah Farmasi Rumah Sakit I,  Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta.

 

Anonim, 2006, Bahan Kuliah Farmasi Rumah Sakit II,  Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta.

 

Siregar, Charles J.P. dan Amalia, Lia, 2003, Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan, EGC, Jakarta.

 

Wolff, James A., 1997, Managing Drug Supply, Kumarian press, United States of America.

 

RUMAH SAKIT ( Hospital )




Definisi Rumah Sakit
                 Menurut  Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang rumah sakit, yang dimaksud rumah sakit umum adalah rumah sakit yang  memberikan  pelayanan  kesehatan  pada semua bidang dan jenis penyakit (Anonim, 2009). Rumah sakit ini memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Tugas rumah sakit umum adalah melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemeliharaan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan rujukan (Siregar dan Amalia, 2004).
Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan (Siregar dan Amalia, 2004).
Di Indonesia, rumah sakit merupakan rujukan pelayanan kesehatan untuk pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas), terutama upaya penyembuhan dan pemulihan, sebab rumah sakit mempunyai fungsi utama menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan dan pemulihan bagi penderita, yang berarti bahwa pelayanan rumah sakit untuk penderita rawat jalan dan rawat inap hanya bersifat spesialistik atau subspesialistik, sedang pelayanan yang bersifat non spesialistik atau pelayanan dasar harus dilakukan di Puskesmas. Hal tersebut diperjelas dalam keputusan menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 983/Menkes/SK/XI/1992, tentang pedoman organisasi Rumah Sakit Umum yang menyebutkan bahwa tugas rumah sakit mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan (Siregar dan Amalia, 2004).
Sekarang ini rumah sakit adalah suatu lembaga komunitas yang merupakan instrumen masyarakat yang merupakan titik fokus untuk mengkoordinasi dan menghantarkan pelayanan pasien pada komunitasnya. Atas dasar tersebut maka rumah sakit dapat dipandang sebagai suatu struktur terorganisasi yang menggabungkan bersama-sama semua profesi kesehatan, fasilitas diagnostik dan terapi, alat dan perbekalan serta fasilitas fisik ke dalam suatu sistem terkoordinasi untuk penghantaran pelayanan kesehatan bagi masyarakat (Siregar dan Amalia, 2004).
Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang rumah sakit, tugas rumah sakit adalah memberikan  pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Sedangkan fungsi rumah sakit adalah sebagai berikut:
1.         Penyelenggaraan  pelayanan  pengobatan  dan pemulihan  kesehatan  sesuai  dengan  standar pelayanan rumah sakit.
2.         Pemeliharaan  dan  peningkatan  kesehatan perorangan  melalui  pelayanan  kesehatan  yang paripurna  tingkat  kedua  dan  ketiga    sesuai kebutuhan medis.
3.         Penyelenggaraan  pendidikan  dan  pelatihan  sumber daya  manusia  dalam  rangka  peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
4.         Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan  pelayanan  kesehatan  dengan memperhatikan  etika  ilmu  pengetahuan  bidang kesehatan (Anonim, 2009).
Klasifikasi Rumah Sakit
Tujuan pengklasifikasian rumah sakit agar dapat mengadakan evaluasi yang lebih tepat untuk suatu golongan rumah sakit tertentu. Klasifikasi rumah sakit meliputi:
a.      Klasifikasi Berdasarkan Kepemilikan
Berdasarkan kepemilikannya (ownesrship), rumah sakit digolongkan menjadi :
1)   Rumah Sakit Pemerintah (Government Hospital), yaitu :
a)      Rumah sakit yang langsung dikelola oleh Departemen Kesehatan.
Contoh: RSUP Dr. Sardjito
b)     Rumah sakit pemerintah daerah.
Contoh : RSUD Dr. Soetomo
c)      Rumah sakit militer.
Contoh : RS AL Dr. Ramelan
d)     Rumah sakit BUMN.
Contoh : RS Pusat Pertamina
2)   Rumah Sakit Non Pemerintah (Non Goverment Hospital), merupakan rumah sakit yang dikelola oleh masyarakat. Dibagi menjadi dua yaitu :
a)      Rumah sakit hak milik, merupakan rumah sakit bisnis yang tujuan utamanya adalah mencari laba (profit). 
Contoh : RS Happy land
b)      Rumah sakit nirlaba, adalah rumah sakit yang berafiliasi dengan organisasi keagamaan yang pada umumnya bukan untuk maksud membuat laba tetapi lebih bersifat nirlaba. Rumah sakit ini mencari laba sewajarnya dan laba yang diperoleh oleh rumah sakit digunakan sebagai modal peningkatan sarana fisik, perluasan dan penyempurnaan mutu pelayanan untuk kepentingan pasien.
Contoh : RS PKU Muhammadiyah (Siregar dan Amalia, 2004).
b.      Klasifikasi Berdasarkan Kapasitas Tempat Tidur
Rumah sakit pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan kapasitas tempat tidur sesuai dengan pola sebagai berikut (Siregar dan Amalia, 2004)  :
1)      Dibawah 50 tempat tidur.
2)      50-99 tempat tidur.
3)      100-199 tempat tidur.
4)      200-299 tempat tidur.
5)      300-399 tempat tidur.
6)      400-499 tempat tidur.
7)      500 tempat tidur atau lebih
c.       Klasifikasi Berdasarkan Jenis Pelayanan
Rumah sakit dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis pelayanan yaitu :
1) Rumah sakit umum (General Hospital), merupakan rumah sakit yang memberikan berbagai jenis perawatan untuk berbagai penyakit antara lain penyakit dalam, penyakit kulit, kandungan dan pediatrik.
2)   Rumah sakit khusus (Special Hospital), adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan dan perawatan terhadap penyakit tertentu seperti TBC, kanker, jantung, mata dan Rumah Sakit Jiwa (Siregar dan Amalia, 2004).
d.      Klasifikasi Berdasarkan Afiliasi Pendidikan
Rumah sakit dibedakan menjadi dua kelompok berdasarkan afiliasi pendidikan, yaitu  :
1)     Rumah sakit pendidikan, adalah rumah sakit yang melaksanakan program pelatihan residensi dalam medik, bedah, pediatrik, dan spesialis lain. Dalam rumah sakit ini, residen melakukan pelayanan atau perawatan pasien di bawah pengawasan staf medik rumah sakit.
2)     Rumah sakit non pendidikan, merupakan rumah sakit yang tidak memiliki program pelatihan residensi dan tidak ada afiliasi rumah sakit dengan universitas (Siregar dan Amalia, 2004).
e.       Klasifikasi Berdasarkan Lama Tinggal di Rumah Sakit
Berdasarkan lama tinggal di rumah sakit, rumah sakit dikelompokkan menjadi dua yaitu :
1)   Rumah sakit perawatan jangka pendek, yaitu rumah sakit yang merawat pasien selama rata-rata kurang dari 30 hari, misalnya pasien dengan kondisi penyakit akut dan kasus darurat.
2)      Rumah sakit perawatan jangka panjang, adalah rumah sakit yang merawat pasien dalam waktu rata-rata 30 hari atau lebih (Siregar dan Amalia, 2004).
f.       Klasifikasi berdasarkan status akreditasi
Akreditasi rumah sakit adalah pengakuan yang diberikan kepada rumah sakit oleh pemerintah atau badan yang berwenang karena rumah sakit telah memenuhi standar yang ditentukan.
Tujuan akreditasi secara umum adalah untuk meningkat mutu pelayanan rumah sakit dan sarana rumah sakit lainnya. Pelaksanaan rumah sakit dilakukan tiap tiga tahun, dengan aspek yang dinilai dilakukan secara bertahap dimulai dengan struktur, struktur  proses dan kemudian struktur proses dan outcome.
Tahapan pelaksanaan akreditasi rumah sakit terdiri dari 3 tahap :
1.         Tahap I : akreditasi 5 pelayanan disebut akreditasi tingkat dasar yang meliputi : administrasi manajemen, pelayanan medik, gawat darurat, keperawatan dan rekam medik.
2.         Tahap II : akreditasi 12 pelayanan disebut akreditasi tingkat lanjut. Meliputi : lima pelayanan tahap I ditambah 7 pelayanan yaitu : kamar operasi, laboratorium, radiologi, farmasi, K3, pengendalian infkesi, perinatal resiko tinggi.
3.         Tahap III : akreditasi lengkap meliputi 16 pelayanan, meliputi : 12 pelayanan tahap II ditambah 4 paelayanan yaitu : pelayanan rehabilitasi medik, pelayanan gizi, pelayanan intensif dan pelayanan darah.
Penetapan status akreditasi oleh direktur jendral pelayanan medik. Hasil status akreditasi rumah sakit terdiri dari :
1.         Tidak akreditasi (gagal)
2.         Akreditasi bersyarat
3.         Akreditasi penuh
4.         Akreditasi istimewa.
Proses akreditasi berhubungan dengan mutu pelayanan rumah sakit. Untuk melakukan penilaian terhadap mutu, pelayanan rumah sakit diperlukan suatu standar system manajemen mutu, salah satunya adalah ISO. ISO adalah suatu standar sistem manajemen mutu yang di keluarkan oleh organisasi internasional bernama The Internastional Organization For Standarization. Adapun macam-macam ISO adalah :
1.         ISO 9000 : 2000
Berisi dasar dan fundamental dan pembendarahan kata.
2.         ISO 9001 : 2000
Berisi persyaratan sistem manajemen mutu yang dapat diterapkan dalam organisasi atau untuk sertifikasi dan kontraktual.
3.         ISO 9004 : 2000
Berisi pedoman untuk peningkatan berkesinambungan.
g.      Klasifikasi Rumah Sakit Umum Pemerintah
Klasifikasi rumah sakit umum pemerintah didasarkan pada unsur pelayanan, ketenagaan, fisik, dan peralatan. RSU pemerintah dibagi dalam empat kelompok yaitu (Siregar dan Amalia, 2004) :
1)      RSU kelas A, yaitu RSU yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik luas dan subspesialistik luas. Contoh RSUP Dr. Sardjito, RSU Cipto Mangunkusumo, RSUD Dr. Soetomo, RSU Adam Malik dan RSU Dr. Wahidin.
2)      RSU kelas B, yaitu RSU yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya 11 spesialistik dan subspesialistik terbatas. RSU tipe B dibedakan menjadi 2 jenis berdasarkan fungsinya sebagai tempat pendidikan tenaga medis yaitu RSU Pendidikan dan RSU non pendidikan.
3)      RSU kelas C, yaitu RSU yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar.
4)      RSU kelas D, adalah RSU yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik dasar (Siregar dan Amalia, 2004).
h.   Klasifikasi Rumah Sakit Umum Swasta
Mengacu pada Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.806b/Menkes/SK/XII/1987 tentang klasifikasi RSU swasta sebagai berikut :
1)   Klasifikasi rumah sakit adalah pengelompokan rumah sakit berdasarkan pembedaan bertingkat dan kemampuan pelayanannya.
2)   RSU Swasta adalah RSU yang diselenggarakan oleh pihak swasta.
3)   Klasifikasi RSU swasta, adalah
a)      RSU swasta pratama, yang memberikan pelayanan medik bersifat umum.
b)      RSU swasta madya, yang memberikan pelayanan medik bersifat umum dan spesialistik dalam empat cabang.
c)      RSU swasta utama, yang memberikan pelayanan medik bersifat umum, spesialistik, dan subspesialistik (Anonim, 1987).