The Pharmacist Room: Etiologi
Showing posts with label Etiologi. Show all posts
Showing posts with label Etiologi. Show all posts

SIROSIS HATI DENGAN ASCITES

            Sirosis hepatik adalah fase lanjt penyakit hati kronis yang ditandai proses peradangan, nekrosis sel hati,usaha regenerasi dan penambahan jaringan ikat difus (fibrosis) dengan terbentuknya nodul yang mengganggu susunan lobulus hati (Setiawan, 2007).



ETIOLOGI
a.       Konsumsi alkohol
b.      Virus hepatitis (tipe B, C, D)
c.       Penyakit hati metabolik (Hemochromatosis, Porphyria, Defisiensi α1 antitripsin, Steatohepatitis non alkoholik)
d.      Penyakit hati cholestatic
-          Sirosis bilier primer
-          Sirosis bilier sekunder (penyebab yang mungkin : gallstones, strictures, infeksi parasit)
-          Primary sclerosing cholangitis (terkait dengan kolitis ulseratif dan cholangiocarcinoma)
-          Sindrom Budd-Chiari
-          Gagal jantung kongestif yang berat dan Severe congestive heart failure dan constrictive pericarditis
e.       Obat dan herbal (Isoniazid, metildopa, amiodaron, metotrexat, henothiazine, estrogen, steroid anabolik, black cohosh, jamaican bush tea).
(Sease et al, 2008)

PATOFISIOLOGI
Hati merupakan sistem penyaringan darah dari vena portal dan arteri hepatik. Darah memasuki hati melalui triad portal mengalir melewati lobus hepar yang merupakan unit terkecil dalam sistem ini dan juga ke vena sentral. Lobus hepar berbentuk heksagonal dan terdiri dari cabang-cabang terkecil vena portal dan arteri hepatik. Di lobus hepatik, hepatosit terangkai pada plate dari perifer  sampai vena  sentral. Arteri hepatik mensuplai oksigen ke triad portal. Hepatosit perifer yang lebih banyak menerima oksigen dibandingkan dengan sel didekat vena sentral. Darah arteri dan vena dari portal triad melewati lobus hepatik menuju vena sentral melalui sinusoid hepatik. Setelah melewati lobus hepatik, darah berkumpul di vena sentral, bersatu di vena hepatik kemudian memasuki vena cava inferior.
Pada kelainan hepatoselular, sel stellate yang normalnya menyimpan retinoid seperti vitamin A, menjadi teraktivasi dan melepas retinoidnya serta memacu pembentukan fibroblast. Zat ini kemudian menjadi sumber utama kolagen dan matriks protein lain yang berproliferasi selama fibrosis. Adanya materi fibrosa diantara sinusoid akan mengganggu aliran darah yang melewati lobus hepatik. Apabila kemudian terjadi penumpukan jaringan fibrosa maka tahanan aliran darah portal meningkat. Hasilnya yaitu terjadi pengerasan dan peningkatan tekanan darah portal (PHT). Tekanan normal vena portal adalah 5-10 mmHg. PHT terjadi bila tekanan vena portal lebih besar 10 mmHg daripada tekanan vena kava inferior.
Terdapat juga fakta yang menyebutkan bahwa sirosis terjadi karena adanya perubahan pada mediator vasodilatasi dan vasokonstriksi yang mengatur aliran darah pada sinusoid hepar. Kombinasi antara penurunan produksi (Nitric Oxide) NO sebagai vasodilator dan meningkatnya endotelin sebagai vasokonstriktor yang akan menyebabkan peningkatan tahanan aliran darah dan peningkatan aliran darah pada vaskularisasi limfa (Sease et al, 2008).

MANIFESTASI KLINIS
Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin atau karena kelainan penyakit lain. Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki – laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala – gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan demam tak begitu tinggi. Mungkin disertai adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epitaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih bewarna seperti teh pekat, muntah darah dan/atau melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa,sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma (Sudoyo, 2006).
Kriteria Penyakit Hati Kronik Berdasarkan CHILD PUGH SCORE
Skor
1
2
3
Bilirubin (mg/dl)
1 – 2
2 – 3
> 3
Albumin (mg/dl)
> 3,5
2,8 – 3,5
< 2,8
Asites
-
Ringan
Sedang
Level Ensefalopati
-
1dan 2
3 dan 4
Prothrombin time (seconds prolonged)
1 – 4
4 – 6
> 6
Keterangan : level A/ringan = poin < 7, level B/sedang = poin 7 – 9, level C/berat = poin 10 – 15 (Sease et al, 2008; Setiawan, 2008)

Komplikasi
-    Hipertensi Portal
Hipertensi portal paling sering disebabkan oleh peningkatan resistensi aliran darah portal. Karena sistem vena porta tidak memiliki katup, resistensi di setiap ketinggian antara sisi kanan jantung dan pembuluh splanknikus menyebabkan tekanan yang meninggi disalurkan secara retrograd. Peningkatan resistensi dapat terjadi pada presinusoid, sinusoidal dan postsinusoid (Sudoyo, 2006). Peningkatan tekanan ini menyebabkan aliran darah dikembalikan ke vena portal. Darah dari vena portal tidak dapat masuk kedalam hepar karena terjadi pengerasan sehingga aliran darah tidak terpenetrasi menyebabkan tekanan portal meningkat, kompensasinya terbentuk sistem kolateral menembus aliran lain yang dapat ditembus. Karena sifat vena (termasuk vena porta) yang berbentuk katup dan jarangnya katup maka kenaikan tekanan akan diteruskan kembali ke vascular bed sehingga terjadi shunting portal ke sistemik (McPhee, 1995).
-          Ascites
Ascites adalah terjadinya akumulasi cairan yang berlebihan dalam rongga peritonium. Akumulasi cairan mengandung protein tersebut terjadi karena adanya gangguan pada struktur hepar dan aliran darah yang disebabkan oleh inflamasi, nekrosis fibrosis atau obstruksi menyebabkan perubahan hemodinamis yang menyebabkan peningkatan tekanan limfatik dalam sinusoid hepar, mengakibatkan transudasi yang berlebihan cairan yang kaya protein ke dalam rongga peritonium. Peningkatan tekanan dalam sinusoid menyebabkan peningkatan volume aliran ke pembuluh limpatik dan akhirnya melebihi kapasitas drainage sehingga tejadi overflow cairan limpatik kedalam rongga peritonium (McPhee, 1995). Ciran asites merupakan cairan plasma yang mengandung protein sehingga baik untuk media pertumbuhan bakteri patogen, diantaranya enterobacteriaceae (E. Coli), bakteri gram negatif, kelompok enterococcus (Sease et al, 2008).
-          Gastroesophageal Varices Bleeding
Terjadinya peningkatan tekanan pada vena portal yang melebihi tekanan dari vena cava menyebabkan pembesaran dari vessel. Pembesaran vessel ini disebut varices. Varices akan melebarkan sistem vena portal karena membawa darah ke sirkulasi sistemik. Varices dapat terjadi  pada semua bagian dari GIT, paling sering terjaid pada vena gastrik sebelah kiri yang menyebabkan varises gastroesofageal. Varises gastroesofageal mudah ruptur (pecah) dan akhirnya menyebabkan massive bleeding (McPhee, 1995).
-          Hepatic Encephalopathy
Hepatic Encephalopathy merupakan sindrom neuropsikiatrik yang terjadi pada pasien dengan severe hepatic insufficiency sehingga menyebabkan terjadinya perubahan status mental ringan sampai berat. Faktor presipitasi dari Hepatik Encephalopathy mulai dari (1) terjadinya perdarahan pada GIT menyebabkan peningkatan produk hemoglobin. sil degradasi ini dalam bentuk heme dan globin. Adanya shunting portal ke sistemik menyebabkan globin dapat menembus SSP. (2) Peningkatan intake protein. Produk akhir protein dalam bentuk amoniak tidak bisa diubah menjadi urea sehingga produk amoniak dalam darah meningkat, karena lemahnya pertahanan dari SSP amoniak ini dapat masuk. (3) Masuknya bermacam-macam toksin diantaranya merkaptan dan glutamin. eningkatan  neurotransmitter GABA dalam otak, masuknya asam amino aromatik kedalam SSP menyebabkan peningkatan sintesa dari false neurotransmitter seperti oktopamin dan penurunan sintesa dari neurotransmitter normal seperti norepinefrin (McPhee, 1995).

PENATALAKSANAAN TERAPI
Pengobatan/ tata laksana sirosis hati dekompensata didasarkan atas gejala/ tanda yang menonjol dan komplikasi yang dialami penderita (Setiawan, 2008).

1.   Hipertensi portal dan perdarahan varises (hematemesis melena)
a.    Profilaksis primer
-    Hindari pemakaian alkohol, aspirin, dan Non Steroid Antiinflammatory Drug (NSAID) lain
-    Propanolol 10 mg  3 x sehari atau nadolol 20 gm 2 x sehari
-    Endoscopic Band Ligation (EBL) untuk pasien yang kontraindikasi atau intoleransi dengan nonselektif β-bloker
b.   Pengobatan perdarahan varises akut
-    Untuk adequat fluid resuscitation : PRC, fresh frozen plsma, dan platelet
-    Untuk koreksi koagulopati dan trombositopenia : infus trombosit, vitamin K sebagai kofaktor pembentuk faktor koagulan
-    Untuk mengontrol perdarahan : somatostatin dan octeotrid
c.    Profilaksis sekunder
-    Kombinasi antara penggunaan nonselektif β-bloker dengan EBL
-    Ketika terapi dengan EBL gagal dapat digunakan Transjugular Intrahepatic Portosystemic Shunt (TIPS) atau shunt surgery
2.   Asites dan Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP)
a.    Asites
-    Parasentesis
-    Pengurangan intake natrium 2000 mg/hari dan terapi diuretik (spironolakton dan furosemid)
b.   Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP)
-    Untuk profilaksis : norfloxacin, trimetoprim – sulfametoksazol, dan golongan quinolon
-    Untuk terapi : cefotaxime, ofloxacin
3.   Hepatik ensefalopati (HE)
-       Pertahankan keseimbangan kalori, cairan, dan elektrolit
-       Untuk menurunkan konsentrasi amonia darah : diet rendah protein (usahakan asam amino rantai cabang), lactulosa, antibiotika (neomisin atau metronidazol), L-Ornithin L-Aspartat
-       Untuk menghambat reseptor GABA-Benzodiazepin : flumazenil

(Sease et al, 2008)




DAFTAR PUSTAKA


Lacy, Charles F., et al, 2009, Drug Information Handbook, 18th Edition, Lexi Comp Inc, North America
McPhee, S.J., Lingappa, V.R., Ganong, W.F., and Lange, J.D., 1995. Pathophysiology of Disease, an Introduction to Clinical Medicine, 1st edition, Connecticut : Appleton & Lange
NHS. 2009. National Plasma Product Expert Advisory Group - Clinical Guidelines for Human Albumin Use. Edinburgh
Pagana, K.D. & Pagana, T.J. 2002. Mosby’s Manual of Diagnostic and Laboratory Test. 2nd ed. Missouri: Mosby, Inc.
Sease, J.M., Timm, E.G., and Stragand, J.J. 2008. Portal Hypertension and Cirrhosis. In : DiPiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., Posey, L.M., Pharmacotherapy : A Pathophysiologic Approach, Ed. 7th, New York : McGrawhill Co
Setiawan, Poernomo Budi.2007. Sirosis Hati. In: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Rumah Sakit Pendidikan Dr. Soetomo Surabaya. Surabaya: Airlangga University Press
Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., and Setiati, S. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam I, edisi keempat, Jakarta: Balai Penerbit FKUI

Infark Miokard Akut


Definisi
Infark Miocard Akut adalah keadaan dimana terjadi ketidakseimbangan supply dan demand oksigen ke myocard karena adanya tombus yang menyumbat arteri koroner menghasilkan iskemia myocardial transmural yang berat, bila belangsung cukup lama akan mengakibatkan nekrosis myocard (Harrison et all, 2008).
Berdasarkan daerah yang mengalami infark, terdapat dua macam infark, yaitu infark transmural dan infark subendokardial. Pada infark transmural, daerah yang mengalami nekrosis mengenai seluruh tebal dinding ventrikel pada distribusi arteri koroner tunggal. Sedangkan pada infark subendokardial, daerah yang mengalami nekrosis terbatas pada sepertiga hingga setengah bagian dalam dinding ventrikel (Schoen, 2004).

Etiologi
Infark miokardium dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
1.      Pecahnya plak atherosklerosis dan pembentukan bekuan darah (trombus)
Merupakan penyebab utama infark miokardium pada sebagian besar pasien. Plak yang mudah pecah memiliki ciri-ciri antara lain memiliki bentuk yang khas, berserabut tipis, memiliki inti jaringan lemak yang luas, mengandung banyak sel-sel inflamasi seperti makrofag dan limfosit, jumlah otot polos yang terbatas, dan adanya pertumbuhan lesi. Plak yang pecah menyebabkan paparan pada kolagen dan tissue factor. Paparan tersebut menginduksi adhesi dan aktivasi platelet yang menyebabkan rilisnya substansi vasoaktif, antara lain adenosin difosfat (ADP) dan tromboksan A2 dari platelet. Hal ini menyebabkan vasokonstriksi dan aktivasi platelet. Selain itu, selama terjadinya aktivasi platelet, terjadi perubahan penyesuaian reseptor glikoprotein (GP) IIb/IIIa pada permukaan platelet menyebabkan terjadinya ikatan (cross-link) platelet-platelet satu sama lain melalui jembatan fibrinogen. Proses ini merupakan jalur akhir terjadinya agregasi platelet (Spinler and de Denus, 2008).
Substansi lain yang dapat menyebabkan agregasi platelet adalah serotonin, trombin, dan epinefrin. Di saat yang bersamaan, jalur koagulasi ekstrinsik teraktivasi sebagai akibat paparan komponen darah terhadap inti lemak trombogenik dan endotelium, yang kaya akan tissue factor (Spinler and de Denus, 2008). Jalur koagulasi ekstrinsik tersebut menambah banyaknya trombus sehingga seringkali dalam beberapa menit trombus berkembang dan benar-benar menghambat lumen pembuluh darah koroner (Schoen, 2004).

2.      Penyebab lain
Pada sekitar 10% kasus infark miokardium, timbulnya infark tidak berhubungan dengan plak atherosklerosis. Beberapa penyebab lain tersebut antara lain (Schoen, 2004) :
·      Vasospasme
·      Emboli
·      Tidak dapat dijelaskan

Patofisiologi
Plak aterosklerosis yang tidak stabil dengan karakteristik lipid core besar, fibrous cups tipis dan bahu plak penuh dengan aktivitas sel – sel inflamasi T apabila terjadi ruptur mengeluarkan zat vasoaktif ( kolagen, inti lipid, makrofag, dan tissue factor ) ke dalam aliran darah merangsang agregasi dan adhesi trombosit serta pembentukan fibrin untuk kemudian membentuk trombus. Trombus yang terbentuk dapat menyebabkan oklusi koroner total atau subtotal (Dipiro et all, 2008)

Manifestasi Klinis
            Pasien akan megeluhkan nyeri dada yang sering muncul dan dapat berlangsung lama, shortness of breath, diaphoresis, mual dan muntah. Pada beberapa pasien gejala dapat mirip dengan gangguan gastrointestinal. Rasa nyeri dapat terasa seperti rasa terbakar dan ini dapat dirasakan pada dada, lengan hingga punggung. Gejala yang timbul dapat berbeda dengan adanya perbedaan jenis kelamin dan umur. Pada laki-laki umunya lebih merasakan nyeri dada yang hebat sedangkan wanita lebih sering mengalalami mual dan muntah. Pada pasien yang lebih tua hipotensi atau gejala cerebrovaskular lebih sering muncul ketimbang rasa nyeri dada. Tidak semua gejala STEMI dapat tampak. Dua puluh persen pasien STEMI termasuk dalam kategori  “silent”, dan hal ini lebih sering terjadi pada pasien yang lebih tua dan memiliki riwayat diabetes. Pasien umumnya hipertensi yang berat dapat terjadi atau malah timbul hipotensi. Tachycardia yang signifikan dapat terjadi dengan nadi lebih besar dari 120 per menit yang menandakan luasnya daerah kerusakan. Terdengarnya bunyi mur-mur di jantung yang merupakan manifestasi dari disfungsi otot papillary (Nappi, 2009)
           
Pemeriksaan Penunjang
Infark miokardium biasanya berkaitan dengan trias diagnostik yang khas, yaitu (Brown, 2006):
·      Gambaran klinis pasien
Gambaran klinis pasien yang khas terdiri dari rasa nyeri dada (sering digambarkan sebagai rasa tertekan, berat, atau penuh di dada), diaforesis atau berkeringat, mual, muntah, dan shortness of breath.
·      Elektrokardiogram (EKG)
Merupakan penunjang awal untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasikan resiko pada pasien dengan infark miokard akut (Spinler and de Denus, 2008).
·      Biochemical markers
Dirilis oleh sel jantung apabila terjadi cedera sel jantung. Biochemical markers tersebut antara lain :
-          Cardiac Troponin I dan Cardiac Troponin T
-          Creatine Phosphokinase (CPK) dan Creatine Kinase Myocardial Band (CK-MB)









Penatalaksanaan terapi
ST segment elevation infarct myocard
Menurut American Heart Association terapi awal farmakologi seharusnya meliputi : oksigen intranasal ( bila SO2 <90% ), nitroglycerin sublingual, aspirin, β-blocker, unfractional heparin atau enoxaparin, dan fibrinolisis. ACEI diberikan pada pasien dengan LVEF <40%, tanda gagal jantung, atau anterior wall MI.

Non ST segment elevation infarct myocard
Menurut American Heart Association terapi awal farmakologi mirip dengan terapi pada STEMI , kecuali : terapi fibrinolitik tidak diberikan, GP IIb/IIIa reseptor bloker diberikan pada pasien yang beresiko tinggi.
(Wells et all, 2006)