The Pharmacist Room

Infark Miokard Akut


Definisi
Infark Miocard Akut adalah keadaan dimana terjadi ketidakseimbangan supply dan demand oksigen ke myocard karena adanya tombus yang menyumbat arteri koroner menghasilkan iskemia myocardial transmural yang berat, bila belangsung cukup lama akan mengakibatkan nekrosis myocard (Harrison et all, 2008).
Berdasarkan daerah yang mengalami infark, terdapat dua macam infark, yaitu infark transmural dan infark subendokardial. Pada infark transmural, daerah yang mengalami nekrosis mengenai seluruh tebal dinding ventrikel pada distribusi arteri koroner tunggal. Sedangkan pada infark subendokardial, daerah yang mengalami nekrosis terbatas pada sepertiga hingga setengah bagian dalam dinding ventrikel (Schoen, 2004).

Etiologi
Infark miokardium dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
1.      Pecahnya plak atherosklerosis dan pembentukan bekuan darah (trombus)
Merupakan penyebab utama infark miokardium pada sebagian besar pasien. Plak yang mudah pecah memiliki ciri-ciri antara lain memiliki bentuk yang khas, berserabut tipis, memiliki inti jaringan lemak yang luas, mengandung banyak sel-sel inflamasi seperti makrofag dan limfosit, jumlah otot polos yang terbatas, dan adanya pertumbuhan lesi. Plak yang pecah menyebabkan paparan pada kolagen dan tissue factor. Paparan tersebut menginduksi adhesi dan aktivasi platelet yang menyebabkan rilisnya substansi vasoaktif, antara lain adenosin difosfat (ADP) dan tromboksan A2 dari platelet. Hal ini menyebabkan vasokonstriksi dan aktivasi platelet. Selain itu, selama terjadinya aktivasi platelet, terjadi perubahan penyesuaian reseptor glikoprotein (GP) IIb/IIIa pada permukaan platelet menyebabkan terjadinya ikatan (cross-link) platelet-platelet satu sama lain melalui jembatan fibrinogen. Proses ini merupakan jalur akhir terjadinya agregasi platelet (Spinler and de Denus, 2008).
Substansi lain yang dapat menyebabkan agregasi platelet adalah serotonin, trombin, dan epinefrin. Di saat yang bersamaan, jalur koagulasi ekstrinsik teraktivasi sebagai akibat paparan komponen darah terhadap inti lemak trombogenik dan endotelium, yang kaya akan tissue factor (Spinler and de Denus, 2008). Jalur koagulasi ekstrinsik tersebut menambah banyaknya trombus sehingga seringkali dalam beberapa menit trombus berkembang dan benar-benar menghambat lumen pembuluh darah koroner (Schoen, 2004).

2.      Penyebab lain
Pada sekitar 10% kasus infark miokardium, timbulnya infark tidak berhubungan dengan plak atherosklerosis. Beberapa penyebab lain tersebut antara lain (Schoen, 2004) :
·      Vasospasme
·      Emboli
·      Tidak dapat dijelaskan

Patofisiologi
Plak aterosklerosis yang tidak stabil dengan karakteristik lipid core besar, fibrous cups tipis dan bahu plak penuh dengan aktivitas sel – sel inflamasi T apabila terjadi ruptur mengeluarkan zat vasoaktif ( kolagen, inti lipid, makrofag, dan tissue factor ) ke dalam aliran darah merangsang agregasi dan adhesi trombosit serta pembentukan fibrin untuk kemudian membentuk trombus. Trombus yang terbentuk dapat menyebabkan oklusi koroner total atau subtotal (Dipiro et all, 2008)

Manifestasi Klinis
            Pasien akan megeluhkan nyeri dada yang sering muncul dan dapat berlangsung lama, shortness of breath, diaphoresis, mual dan muntah. Pada beberapa pasien gejala dapat mirip dengan gangguan gastrointestinal. Rasa nyeri dapat terasa seperti rasa terbakar dan ini dapat dirasakan pada dada, lengan hingga punggung. Gejala yang timbul dapat berbeda dengan adanya perbedaan jenis kelamin dan umur. Pada laki-laki umunya lebih merasakan nyeri dada yang hebat sedangkan wanita lebih sering mengalalami mual dan muntah. Pada pasien yang lebih tua hipotensi atau gejala cerebrovaskular lebih sering muncul ketimbang rasa nyeri dada. Tidak semua gejala STEMI dapat tampak. Dua puluh persen pasien STEMI termasuk dalam kategori  “silent”, dan hal ini lebih sering terjadi pada pasien yang lebih tua dan memiliki riwayat diabetes. Pasien umumnya hipertensi yang berat dapat terjadi atau malah timbul hipotensi. Tachycardia yang signifikan dapat terjadi dengan nadi lebih besar dari 120 per menit yang menandakan luasnya daerah kerusakan. Terdengarnya bunyi mur-mur di jantung yang merupakan manifestasi dari disfungsi otot papillary (Nappi, 2009)
           
Pemeriksaan Penunjang
Infark miokardium biasanya berkaitan dengan trias diagnostik yang khas, yaitu (Brown, 2006):
·      Gambaran klinis pasien
Gambaran klinis pasien yang khas terdiri dari rasa nyeri dada (sering digambarkan sebagai rasa tertekan, berat, atau penuh di dada), diaforesis atau berkeringat, mual, muntah, dan shortness of breath.
·      Elektrokardiogram (EKG)
Merupakan penunjang awal untuk mengidentifikasi dan mengklasifikasikan resiko pada pasien dengan infark miokard akut (Spinler and de Denus, 2008).
·      Biochemical markers
Dirilis oleh sel jantung apabila terjadi cedera sel jantung. Biochemical markers tersebut antara lain :
-          Cardiac Troponin I dan Cardiac Troponin T
-          Creatine Phosphokinase (CPK) dan Creatine Kinase Myocardial Band (CK-MB)









Penatalaksanaan terapi
ST segment elevation infarct myocard
Menurut American Heart Association terapi awal farmakologi seharusnya meliputi : oksigen intranasal ( bila SO2 <90% ), nitroglycerin sublingual, aspirin, β-blocker, unfractional heparin atau enoxaparin, dan fibrinolisis. ACEI diberikan pada pasien dengan LVEF <40%, tanda gagal jantung, atau anterior wall MI.

Non ST segment elevation infarct myocard
Menurut American Heart Association terapi awal farmakologi mirip dengan terapi pada STEMI , kecuali : terapi fibrinolitik tidak diberikan, GP IIb/IIIa reseptor bloker diberikan pada pasien yang beresiko tinggi.
(Wells et all, 2006)

ANTICOAGULATION SERVICE By PHARMACIST




Anticoagulation service can be defined as a service provided by pharmacists to obtain a rational anticoagulation therapy, safe, accurate, and cost-effective. Anticoagulation service was originally carried out by a doctor. But along with the development of health care system, anticoagulation service is then performed by pharmacists (Amy, DW, et al. 2001).
In addition to its health care system development, role switching is also based on several related studies on the effectiveness of anticoagulation therapy by pharmacists versus physicians. In general, the results of these studies stated that the pharmacy anticoagulation service is better than the anticoagulation service doctor (Robert, A., et al, 1996, Dager, WE, et al, 2007, Biscup-Horn, PJ, et al 2008).
Anticoagulation services should be held because of the prevalence of use of anticoagulation drugs, especially oral anticoagulation, is quite high (Baglin, DG, et a 2008). lObat oral anticoagulation is often used is warfarin. warfarin has a narrow therapeutic range and can interact with medications and certain foods. Therefore, patients receiving warfarin therapy lab data must be closely monitored, certainly has a high adherence, and detection of potential occurrence of bleeding (Amy, DW, et al. 2001).

  1. 1.      Bridging the doctor and patient in the system of systematic anticoagulation therapy service.
  2. 2.      Reducing the likelihood of unwanted effects (such as bleeding) due to failure of anticoagulation therapy.
  3. 3.      Improving the quality and consistency of service through the development and implementation of guidelines anticoagulation therapy.

Among them (Sara, R.V., et al 2009):

  1. Ø  For caregivers: eliminates the need to engage in therapy antikogulant that takes every day.
  2. Ø  For doctors: anticoagulation therapy ease the transition from inpatient to outpatient care, eliminating the need to engage in therapy antikogulant that takes every day, the delegation of responsibility to serve the orthopedic patient anticoagulation.
  3. Ø  For pharmacists: simplifying the procedures for handling drug interactions and anticoagulation therapy, obtain the authority involved in the treatment of anticoagulation therapy, and to develop pharmacy services.
  4. Ø  For patients: reducing the rate of bleeding due to the use of excessive anticoagulation, reducing the incidence of hospitalization due to bleeding, lower incidence of hospitalization due to tromboembolisme, shorten time to hospital, reduce maintenance costs, and lower mortality (Bond, CA, et al 2004).
Anticoagulation services include: initiation of therapy, patient education, blood examination schedule, anticoagulation medication dosage adjustments, drug side effect management, and termination of therapy if possible (Amy, DW, et al. 2001). Anticoagulation service can take place either in hospitals or in clinics. Should an anticoagulation service can last for 7 x 24 hours.
INR, or international normalized ratio is a parameter used in the adjustment of warfarin dose, oral anticoagulation. INR obtained from equation (Hirsh, J., et al 2003):


INR = (Patient PT/MRI PT) ISI
PT   = prothrombin time / detik
MRI = rerata prothrombin time
ISI    = indek sensitivitas internasional, dipengaruhi oleh reagen

When used heparin anticoagulation therapy, then the parameter is the value of the aPTT (activated partial tromboplastine time) (Hirsh, J., et al 2001).
By providing counseling, monitoring, and education to the patient, the pharmacist will be able to improve the therapeutic outcome of patients. Counselling conducted to determine the complaints and problems related to therapy. Monitoring mainly occur under laboratory examination schedule. If patients forget to visit the lab, then the patient should be warned. By doing these three things the patient will feel involved in anticoagulation therapy in which they live (Wofford, JL, et al 2008).
In addition, for anticoagulation services to run smoothly it should be supported with the financial strength, support optimal hospital, pharmacist-physician relationship is harmonious, as well as a review of the anticoagulation service workflows (Sara, RV, et al 2009).



DAFTAR PUSTAKA

  1. Rizki.P, M.Fatoni, et al, Anticoagulan Service.
  2. Amy, D., Waterman, PhD., Gerald, Banet, MSN., MPH., Paul, E. Milligan, RPh., Andrea, Fraizer, R.N., B.S., Ellen, Verzino, PharmD, Brian ,Walton, M.D., Brian, F., Gage, M.D., MSc. Patient and physician satisfaction with telephone-based anticoagulation service. J Gen Intern Med 2001:16:460-463.
  3. Robert,  A.,. Hughes, Workshop: Reimbursement for anticoagulation services. Journal of Thrombosis and Thrombolysis 1996:2:301-304.
  4. Dager, W.E.,  Gulseth, M.P. Implementing anticoagulation management by pharmacists in the inpatient setting.  American Journal Of Health-System Pharmacy  2007:  64 :1071-1079.
  5. Biscup-Horn, P.J.,  Streiff,  M.B., Ulbrich, T.R., Nesbit, T.W., Shermock, K.M.  Impact of an inpatient anticoagulation management service on clinical outcomes.. The Annals Of Pharmacotherapy 2008:42: 777-82.
  6. Baglin, D.G., Cousin, D., Keeling, D.M., Perry, D.J., Watson, H.G. Safety Indicators for inpatient and outpatient oral anticoagulant care. Recommendation from British comitte for Standards in haematology (BCSH) and National Patient Agency 2008.
  7. Sara, R.V., Campbell, J., Hamann, G., George, C., Spabery, L. Anticoagulation clinic workflow. J AM Pharm Assoc 2009:49:78-85.
  8. Hirsh, J., Fuster, V., Ansell, J., Halperin, J.L. American Heart Association / American College of Cardiology Foundation Guide to Warfarin Theraphy. Circulation 2003:107:1692-1711.
  9. Hirsh, J., Anand, S.S., Fuster, V., Ansell, J., Halperin, J.L. American Heart Association / American College of Cardiology Foundation Guide to Anticoagulant  Theraphy: Heparin. Circulation 2001:103:2994-3018.
  10. Wofford, J.L., Wells, M.D., Sing, S. Best strategies for patient education about anticoagulation with warfarin: a systematic review. BMC Health Service Research 2008:8:40.


Pembawa dan Bahan Tambahan


1.      Pembawa
Pembawa yang digunakan dalam sediaan intravena dibagi menjadi 2, yaitu :
a.       Air, contoh :
·         Water for Injection (WFI)
·         Sterile Water for Injection (USP)
·         Bacteriostatic Water for Injection (USP)
Beberapa spesifikasi dari Pembawa air antara lain sebagai berikut :

Type
Preparation
Method
Pyrogen - Free
Sterilie
Packaging
Bacteriostatic
Agent
Use
Purilied Water U.S.P.
Distillation
ion exchange
No.
No.
Tight containers
No.
Pharmaceutical solvent
Water for Injection
   U. S. P.
Distillation
Reverse osmosis
Yes
No.
1.     Use within 24 hour or store below 50 C or over 800 C; or
2.     sterilize; or
3.     discard
No
Manufacture of parenteral products that are going to be sterilized.
Sterile Water for
Injection U.S.P.*
Distillation
Reverse osmosis
Yes
Yes
Single-dose containers
No
Same as Water for Injection above, as sterile solvent for sterile solids, for dilution of sterile solutions provided aseptic technique is used.
Bacteriostatic
Water for Injection
U.S.P. ‡ §
Distillation
Reverse osmosis
Yes
Yes
Multiple-dose and single dose containers
Yes
Same as sterile solvent
Sterile Water Irrigation*
Distillation
Reverse osmosis
Yes
Yes
One liter or larger; wide mouth, does not need to meet particulate matler requirements for LVP; to be labeled “For irrigation only” and “Not for injection”
No
Irrigating solution
Sterile Water for
Distillation
Yes
Yes
Single-dose containers
Yes
Humidifiers
Inhalation
Reverse osmosis



No.
Inhalation

* Tidak ada penambahan zat termasuk bacteriostatic agents.
Tidak digunakan untuk injeksi i.v. tanpa dibuat isotoni.
Perlu mempertimbangkan kompatibilitas antara bacteriostatic agent dan bahan obat.
§ Benzyl alcohol atau kombinasi dari paraben esters biasa digunakan.

Adapun cara pembuatan WFI diperlihatkan sebagaimana gambar berikut :





b.      Non Air
Digunakan bila faktor fisika kimia pembawa air tidak memungkinkan untuk digunakan misal kelarutan stabilitas.
Syarat pembawa :
            a. Tidak mengiritasi
            b. Tidak toksis
            c. Tidak menimbulkan efek farmakologis
            d. Tidak mempengaruhi aktivitas obat
            e. Memenuhi sifat fisika kimia (pH, kekentalan t.d., kemurnian
            f. Tercampurkan dengan cairan tubuh

Pelarut campur
Digunakan untuk tujuan meningkatkan stabilitas bahan obat terhadap degradasi kimia
Yang umumnya digunakan :
            a. Alkohol
            b. Gliserin
            c. Polietilen glikol
            d. Bensil Bensoat
            e. Etil Oleat
           
Pembawa yang dipilih adalah Water For Injection (WFI) karena jaminan sterilitasnya sesuai dengan sediaan intravena. Adapun spesifikasinya :
Titik didih
100 C
Viskositas
0.89 cP pada 25 C
pH
5.0 – 7.0
sterility
+
Sulfate, ammonium, calcium, aluminium, total organic, conductivity, choride
+


2.      Bahan Tambahan
Tujuan ditambahkannya Bahan Tambahan adalah sebagai berikut :
a.       Menambah kelarutan obat
·         Dipakai Co-Solven
·         Dipakai Chemical Solubilizer
b.      Stabilitas larutan secara fisik dan kimia
ü  Oksidasi Udara
·         Dipakai Antioksidan (zat yang sangat mudah teroksidasi sehingga dapat digunakan untuk mencegah atau menghambat peruraian bahan obat karena proses oksidasi)
·         Dialirkan Gas Inert (Nitrogen dan CO2)
·         Dipakai Chellating Agent yang dapat memebentuk kompleks dengan logam berat (katalis logam) sehingga dapat digunakan untuk menginaktivasi spora logamyang mengkatalisis degradasi oksidatif bahan obat.
ü  Pengaruh pH
Dapat digunakan larutan dapar yang dapat mempertahankan pH sediaan selama penyimpanan. Pengaturan pH perlu dilakukan karena :
1.      Menjamin stabilitas sediaan
2.      Mengurangi rasa sakit, iritasi dan nekrosis saat injeksi
3.      Mendeteksi peruraian obat
4.      Memberikan kondisi yang tidak sesuai untuk perb. m.o.
5.      Meningkatkan aktivitas fisiologi
c.       Sterilitas larutan
Dapat dilakukan penambahan zat antimikroba. Hal ini dilakukan apabila :
·         Dikerjakan secara aseptis
·         Multiple – dose
·         Sterilisasi cara filtrasi
·         Sterilisasi cara panas 30’ 90 – 1000C
Penambahan zat anti mikroba ini tidak dilakukan apabila :
·         Sekali suntik > 10 ml
·         Penyuntikan secara :
ü  intra lumbal
ü  intra thecal
ü  intra sisternal     
ü  peridual
·         Sediaan mengandung cukup daya bacterio statik
d.      Mengurangi rasa sakit atau iritasi jaringan
·         Ditambahkan zat lain, misalnya : lokal anastetik
·         Larutan dibuat isotoni. Bahan pembantu mengatur tonisitas larutan antara lain :
ü  NaCl
ü  Glukosa
ü  Sukrosa

Berdasarkan dari sifat fisiko kimia bahan obat dan pertimbangan tujuan pemakaian, maka bahan tambahan yang digunakan adalah pengisotoni dan bahan yang dipilih untuk pengisotoni adalah NaCl dengan spesifikasi sebagai berikut :

Titik didih
1413 C
osmolaritas
0,9 w/v
viskositas
1,19 cP ( 10 % w/v)
higroskopisitas
75 %
Sterility (USP 28)
+  (autoclaving/filtration)
pH
6.7 – 7.3