The Pharmacist Room

SIROSIS HEPATIK

Sirosis adalah proses difus yang ditandai oleh fibrosis dan perubahan struktur hepar yang normal menjadi nodula- nodula yang abnormal. Hasil akhirnya adalah destruksi hepatosit dan digantikan oleh jaringan fibrin serta gangguan atau kerusakan vaskular (Dipiro et al, 2006). Progevisitas sirosis akan mengarah pada kondisi hipertensi portal yang bertanggung jawab terhadap banyak komplikasi dari perkembangan penyakit sirosis ini. Komplikasi ini meliputi spontaneous bacterial peritonitis (SBP), hepatic encephalophaty dan pecahnya varises esophagus yang mengakibatkan perdarahan (hematemesis dan atau melena) (Sease et al, 2008).

Patofisiologi
Pada kondisi normal, hati merupakan sistem filtrasi darah yang menerima darah yang berasal dari vena mesenterika, lambung, limfe, dan pankreas masuk melalui arteri hepatika dan vena porta. Darah masuk ke hati melalui triad porta yang  terdiri dari cabang vena porta, arteri hepatika, dan saluran empedu. Kemudian masuk ke dalam ruang sinusoid lobul hati. Darah yang sudah difilter masuk ke dalam vena sentral kemudian masuk ke vena hepatik yang lebih besar menuju ke vena cava inferior (Sease et al, 2008).
Pada sirosis, adanya jaringan fibrosis dalam sinusoid mengganggu aliran darah normal menuju lobul hati menyebabkan hipertensi portal yang dapat berkembang menjadi varises dan asites. Berkurangnya sel hepatosit normal pada keadaan sirosis menyebabkan berkurangnya fungsi metabolik dan sintetik hati. Hal tersebut dapat memicu terjadinya ensefalopati hepatik dan koagulopati (Sease et al, 2008).

Etiologi
Etiologi sirosis antara lain sebagai berikut (Sease et al, 2008):
  • Konsumsi alkohol jangka panjang
  • Hepatitis kronis yang disebabkan oleh virus (tipe B, C, dan D)
  • Penyakit liver metabolik (hemokromatosis, wilson disease, nonalcoholic steatohepatitis  atau “fatty liver”)
  • Penyakit liver kolestasis
  • Obat-obatan dan bahan alam (Isoniazid, metildopa, methotrexate, estrogen, anabolik steroid, Jamaican bush tea)
Salah satu penyebab terjadinya sirosis hati adalah infeksi kronik virus hepatitis B dan Hepatitis C. Transmisi virus Hepatitis B dan C dapat melalui rute parenteral (transfusi darah, injeksi dari jarum suntik yang terkontaminasi), dan kontak personal (hubungan seksual, kontak tenaga kesehatan dengan pasiennya, hubungan vertikal ibu dengan bayi yang dikandungnya). Hepatitis B merupakan penyebab terbesar berkembangnya penyakit sirosis di dunia secara umum. (Dipiro, 2008; Goldman, 2007). Hepatitis B merupakan virus DNA dengan masa inkubasi dalam tubuh 30-150 hari. Diagnosa hepatitis B melalui HBsAg positif dalam serum pasien. Bila HBsAg dinyatakan positif maka pasien termasuk dalam kelompok hepatitis virus akut atau hepatitis virus kronik bila dinyatakan HBeAg positif (Goldman, 2007). Bila tidak ditangani dengan baik pasien hepatitis B virus akut akan mengarah pada keadaan kronik dan perjalanan penyakit jangka panjang akan berkembang menjadi sirosis dan kanker hati (PDT, 2008).
Manifestasi klinis dari sirosis bersumber dari dua kegagalan fundamental yaitu:
  1. Kegagalan parenkim hati yang ditandai dengan produksi protein yang rendah, gangguan mekanisme pembekuan darah, gangguan keseimbangan hormonal.
  2. Hipertensi portal yang umumnya timbul bila tekanan sistem portal > 10 mmHg (PDT, 2008).
  3. Gambaran klinis sirosis hati dibagi dalam dua stadium:
  4. Sirosis kompesata dengan gejala klinis yang belum tampak dan diagnosis ditegakkan pada saat mengevaluasi faal hati pasien hepatitis kronik
  5. Sirosis dekompesata dengan gejala klinis yang jelas (asites, jaundice, encephalophaty, perdarahan esofagus) (PDT, 2008).
1.4              Komplikasi sirosis
a.      Variceas Esophageal Hemorrhage (Perdarahan varises esofagus)
Komplikasi dari hipertensi portal yang paling penting adalah perkembangan dari varises atau rute alternative aliran darah dari portal ke sirkulasi sistemik, melewati liver. Varises menekan sistem vena portal dan mengembalikandarah ke sirkulasi sistemik. Pasien dengan sirosis memiliki resiko untuk terjadi perdarahan varises ketika tekanan vena portal 12 mmHg lebih besar dari tekanan vena cava. Perdarahan dari varises terjadi pada 25% hingga 40% pasien dengan sirosis, dan setiap episode perdarahan membawa resiko kematian antara 25% hingga 30%. Perdarahan ulang biasanya mengikuti dari setiap kejadian perdarahan awal, terutama 72 jam dari perdarahan awal (Sease et al, 2008).

b.       Hepatic Encephalophaty
Patofisiologi dari penyakit ini masih belum jelas sampai sekarang, namun ada beberapa teori yang mengatakan bahwa mekanisme perkembangan penyakit sirosis menjadi hepatic encephalopathy adalah :
  1. Metabolisme produk nitrogen di saluran pencernaan menjadi produk metabolit yang toksik bagi SSP. Degradasi urea dan protein ini akan menjadi produk ammonia yang melalui aliran darah akan menembus sawar darah otak dan mengakibatkan perubahan neuropsikiatrik di SSP.
  2. Gamma-aminobutyric-acid (GABA) yang bekerja sebagai inhibitor neurotransmitter yang diproduksi juga di dalam saluran pencernaan terlihat mengalami peningkatan  jumlah dalam darah pada pasien dengan sirosis hati.
  3. Meningkatnya asam amino aromatik yang menembus sawar darah otak, hal ini mengakibatkan meningkatnya sintesis false neurotransmitter  (seperti octopamine dan phenylephrine, dan menurunnya produksi dopamine dan norepinephrine) (Goldman, 2007).
Faktor yang mempengaruhi timbulnya HE adalah:
a.       Faktor endogen yaitu memburuknya fungsi hati misalnya pada hepatitis fulminan akut
b.      Faktor eksogen, antara lain :
  • Protein berlebih dalam usus
  • Perdarahan massif/ syok hipovolemik
  • Sindrom alkalosis hipovolemik akibat diuretik atau parasentesis yang cepat
  • Pengaruh obat-obatan (penenang, anestetik/narkotika)
  • Infeksi yang berat
  • Konstipasi
Pasien dengan hepatic encephalopathy menunjukkan adanya perubahan mental dan status motorik dimana derajat keparahannya meliputi:
  1. Stage I
Euphoria /depresi, kebingungan ringan dan berfluktuasi, gangguan pembicaraan, gangguan ritme tidur.
  1. Stage II
Lambat beraksi, mengantuk, disorientasi, amnesia, gangguan kepribadian, asteriksis, reflex hipoaktif, ataksia
  1. Stage III
Tidur yang dalam, sangat pusing, reflex hiperaktif, flapping tremor.
  1. Stage IV
        Tidak bereaksi pada rangsangan apapun, reflex okuler yang lemah, kekauan otot, kejang menyeluruh.
c.      Hipertensi Portal
Hipertensi portal paling sering disebabkan oleh peningkatan resistensi aliran darah portal. Karena sistem vena porta tidak memiliki katup, resistensi di setiap ketinggian antara sisi kanan jantung dan pembuluh splanknikus menyebabkan tekanan yang meninggi disalurkan secara retrograd. Peningkatan resistensi dapat terjadi pada presinusoid, sinusoidal dan postsinusoid (Sudoyo, 2006). Peningkatan tekanan ini menyebabkan aliran darah dikembalikan ke vena portal. Darah dari vena portal tidak dapat masuk kedalam hepar karena terjadi pengerasan sehingga aliran darah tidak terpenetrasi menyebabkan tekanan portal meningkat, kompensasinya terbentuk sistem kolateral menembus aliran lain yang dapat ditembus. Karena sifat vena (termasuk vena porta) yang berbentuk katup dan jarangnya katup maka kenaikan tekanan akan diteruskan kembali ke vascular bed sehingga terjadi shunting portal ke sistemik (McPhee, 1995).
d.       Asites
Asites adalah terjadinya akumulasi cairan yang berlebihan dalam rongga peritonium. Akumulasi cairan mengandung protein tersebut terjadi karena adanya gangguan pada struktur hepar dan aliran darah yang disebabkan oleh inflamasi, nekrosis fibrosis atau obstruksi menyebabkan perubahan hemodinamis yang menyebabkan peningkatan tekanan limfatik dalam sinusoid hepar, mengakibatkan transudasi yang berlebihan cairan yang kaya protein ke dalam rongga peritonium. Peningkatan tekanan dalam sinusoid menyebabkan peningkatan volume aliran ke pembuluh limpatik dan akhirnya melebihi kapasitas drainage sehingga tejadi overflow cairan limpatik kedalam rongga peritonium (McPhee, 1995). Ciran asites merupakan cairan plasma yang mengandung protein sehingga baik untuk media pertumbuhan bakteri patogen, diantaranya enterobacteriaceae (E. Coli), bakteri gram negatif, kelompok enterococcus (Sease et al, 2008). 

1.4              Gejala Klinik dan Kelainan Laboratorium
Gejala klinik dan kelainan yang ditemukan pada data laboratorium sebagaimana dalam tabel 2.

Tabel 2. Gejala klinik dan Data Laboratorium Pasien Sirosis Hati (Dipiro et al, 2006)
Sign and symptomps (percent patients)
            Fatigue (65%), pruritus (55%)
            Hyperpigmentation (25%), jaundice (10%)
            Hepatomegaly (25%), splenomegaly (15%)
            Palmar erythema, spider angiomegaly, gynecomastia
            Ascites, edema, pleural effusion, and respiratory difficulties
            Malaise, anorexia, and weight loaa
            Encephalopathy
Laboratory test
            Hypoalbuminemia
            Elevated prothrombin time
            Thrombocytopenia
            Elevated alkaline phosphatase
            Elevated aspartase transaminase (AST), alanine transaminase (ALT),
                        And γ-glutamyl transpeptidase (GGT)

1           Penatalaksanaan Terapi (Sease et al, 2008)
1. Hipertensi Portal dan perdarahan varises
a)      Profilaksis primer
Pada pasien diberikan β-blocker seperti propanolol (10 mg 3 kali sehari) dan nadolol (20 mg sehari sekali). Golongan nitrat diberikan apabila pasien kontraindikasi atau intoleran terhadap β-blocker.
b)      Profilaksis Sekunder
Pada pasien diberikan β-blocker seperti propanolol (20 mg 3 kali sehari) dan nadolol (20-40 mg sehari sekali).
Untuk perdarahan varises ditangani dengan pemberian octreotid. Octreotid diberikan IV bolus 50-100 mcg dan diikuti dengan infus kontinyu 25 mcg/jam dan maksimum pemberian 50 mcg/jam. Vasopressin merupakan first line therapy untuk mengatasi perdarahan varises. Untk pengontrol perdarahan maka pada pasien dilakukan prosedur endoskopi (Dipiro, 2006; Dib et. al., 2006).
2.      Asites
a)      Terapi non farmakologi.
Semua pasien dengan asites harus mengurangi asupan Na.
b)      Terapi farmakologi.
Pemberian diuretik, diuretik yang dipilih yaitu spironolakton (5-20 mg per hari, maksimum 400 mg) atau amilorid (5-10 mg per har) serta furosemid (20-40 mg per hari, maksimum 160 mg per hari). Penanganan akhir pasien asites adalah parasintesis (Gines, et al., 2004).
3.      Hepatik Ensefalopati
a)      Terapi non farmakologi
Pasien harus membatasi asupan protein.
b)      Terapi farmakologi
Pada pasien dengan kronik hepatik ensefalopati diberikan laktulosa 30-60 ml/hari. Pada keadaan akut, laktulosa diberikan 45 ml/jam, dosis dapat diturunkan 15-30 ml secara oral 4 kali sehari (Dipiro, 2006). Antibiotika dapat diberikan pada pasien yang tidak merespon makanan dan laktulosa (Metronidazol, Neomisin).


DAFTAR PUSTAKA

Abeysinghe, M.R.N., Almeida, R., Fernandopulle, M., Karunatiluka, H., Ruwanpathirana, S., 2005. Guidlines on Clinical Management of Dengue Fever/Dengue Haemorrhagic Fever. Sri lanka : SLMH, p. 1- 44
Anonim, 2009, MIMS Indnesia Petunjuk Konsultasi, Jakarta: PT Infomaster, lisensi CMPMedia.
Dib, N., Oberti, F., Cales, P., 2006. Current management of the complications of portal hypertension : Variceal bleeding and ascites. CMAJ
Fauci, et al., 2008, Harrison’s Principles of Internal Medicine 17th Edition. United States:The Mcgraw-Hill Companies.
Garcia-Tsao, et al., 2007, Prevention and Management of Gastroesophageal Varices and Variceal Heorrage in Cirrhosis. AASLD Practice Guidelines.
Gines, P., M.D., Cardenas, A., M.D., Arroyo, V., M.D., and Rodes, J., M.D., 2004, Management of Cirrhosis and Ascites. The New England Journal of Medicine.
Goldman, et al., 2007, Cecil Medicine 23rd Edition, Saunders:Elsevier.
Lacy, C. F., Armstrong, L. L., Goldman, M.P. and Lance, L.L., 2008, Drug Information Handbook, 17 th ed., Ohio : Lexi-Comp.
McPhee, S.J., Lingappa, V.R., Ganong, W.F. and Lange, J.D. (Eds.), 1995. Pathophysiology of Disease An Introduction to Clinical Medicine, 21st Edition, Stamford: Appleton & Lange.
PMFT RSU Dr.Soetomo, 2008. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF  Ilmu Penyakit Dalam, Edisi 3. Surabaya: RSU Dr. Soetomo.
Schwinghammer, T.L., 2009. In: Wells, B.G., Dipiro, J.T., Schwinghammer, T.L., Hamilton, C.W., Pharmacotheraphy Handbook, USA: Mcgraw-Hill Comapanies, Inc.
Sease, J.M., Timm, E.G., and Stragano, J.J., 2008. Portal hypertension and cirrhosis. In: J.T. Dipiro, R.L. Talbert, G.C Yee, G.R. Matzke, B.G. Wells, and L.M. Posey (Eds.). Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach. Ed. 7th, New York: The McGraw-Hill Companies, Inc.
Sudoyo, A. W et all., 2006, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Keempat, Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Tatro, D.S., 2003. A to Z Drug Fact. Books Ovid: Fact&Comparison Copyright


TEKNIK MENGGUNAKAN INSULIN INJEKSI

  1. Sebelum menyuntikkan insulin, kedua tangan dan daerah yang akan disuntik haruslah bersih. Bersihkanlah dengan cairan alkohol 70% dengan menggunakan kapas bersih dan steril.
  2. Tutup vial insulin harus diusap dengan cairan alkohol 70%.
  3. Untuk semua insulin, kecuali insulin kerja cepat, harus digulung-gulung secara perlahan-lahan dengan kedua telapak tangan. Hal ini bertujuan untuk melarutkan kembali suspensi. (JANGAN DIKOCOK).
  4. Ambillah udara sejumlah insulin yang akan diberikan. Lalu suntikkanlah ke dalam vial untuk mencegah terjadi ruang vakum dalam vial. Hal ini terutama diperlukan bila akan dipakai campuran insulin.
  5. Bila mencampur insulin kerja cepat dengan kerja cepat harus diambil terlebih dahulu.
  6. Setelah insulin masuk ke dalam alat suntik, periksa apakah mengandung gelembung atau tidak. Satu atau dua ketukan pada alat suntik dalam posisi tegak akan dapat mengurangi gelembung tersebut. Gelembung yang ada sebenarnya tidaklah terlalu membahayakan, namun dapat mengurangi dosis insulin.
  7. Penyuntikan dilakukan pada jaringan bawah kulit (subkutan). Pada umumnya suntikan dengan sudut 900. Pada pasien kurus dan anak-anak, kulit dijepit dan insulin disuntikkan dengan sudut 450 agar tidak terjadi penyuntikkan otot (intra muskular).
Monitoring dilakukan terhadap efek hipoglikemik/hiperglikemik, fungsi ginjal, dan kondisi fungsi jantung.

PRE-EKLAMSI BERAT (PEB), IMPENDING EKLAMSI

Pre Eklamsi Berat (PEB) merupakan komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi ≥160/110 disertai protein urine dan atau edema, pada kehamilan 20 minggu atau lebih (Abadi et al, 2008; Coppage & Sibai, 2007).

ETIOLOGI
Penyebab pasti terjadinya pre-eklamsi masih belum diketahui. Penyakit ini dianggap sebagai sesuatu “Maladaptation syndrome” dengan akibat suatu vasospasme general dengan segala akibatnya (Abadi et al, 2008; Shah, 2009)
Pre eklamsi dikaitkan dengan komponen genetik, meskipun mekanisme aktual masih diperdebatkan. Pre eklamsi juga dikaitkan dengan mekanisme plasentasi, namun pre eklamsi tidak selalu muncul pada keadaan patologis plasenta (Abadi et al, 2008; Wilson, 2004).

PATOFISIOLOGI
Patofisiologi pre-eklamsi merupakan suatu disfungsi/ kerusakan sel endotel vaskuler secara menyeluruh dengan penyebab multifaktor, seperti: imunologi, genetik, nutrisi(misalnya defisiensi kalsium) dan lipid peroksidasi. Kemudian berlanjut dengan gangguan keseimbangan hormonal prostanoid yaitu peningkatan vasokonstriktor (terutama tromboxan) dan penurunan vasodilator (prostasiklin), peningkatan sensitivitas terhadap vasokonstriktor agregasi platelet (trombogenik), koagulopati dan aterogenik. Perubahan level seluler dan biomolekuler di atas telah dideteksi pada umur kehamilan 18-20minggu, selanjutnya sekurang-kurangnya umur kehamilan 24 minggu dapat diikuti perubahan/ gejala klinis seperti hipertensi, oedema dan proteiuria.
Awalnya adalah defisiensi invasi sel-sel trofoblas atas arteri spiralis pada plasenta yang dimediasi/ dipengaruhi proses imunologis, dan hal ini mengakibatkan gangguan perfusi unit fetoplasental. (Abadi et al, 2008)


MANIFESTASI KLINIS
            Kehamilan 20 minggu atau lebih dengan tanda-tanda:
1.      Desakan darah sistolik ≥160 mmHg, diastolik ≥110 mmHg. Desakan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah dirawat di rumah sakit dan menjalani tirah baring
2.      Protein urine ≥5 gram/ 24jam atau kualitatif 4+ (++++).
3.      Oliguri jumlah produksi urine £ 500cc/ 24jam atau disertai kenaikan kadar kreatinin darah.
4.      Adanya gejala-gejala eklamsia impending: gangguan visus, gangguan serebral, nyeri epigastrium, hiper refleksia.
5.      Adanya sindroma HELLP (Hemolysis Elevated Liver enzyme Low Platelet).
(Abadi et al, 2008)

PENATALAKSANAAN TERAPI
       I.            Perawatan Konservatif
Perawatan konservatif pada kehamilan prematur £32 minggu terutama <30 minggu memberikan prognosis buruk. Diperlukan lama perawatan konservatif sekitar 7-15 hari.
1.      Indikasi
Pada umur kehamilan <34 minggu (estimasi berat janin < 2000g tanpa ada tanda-tanda impending eklamsia).
2.      Pengobatan
a.       Di kamar bersalin (selama 24 jam)
·         Tirah baring
·         Infus RL yang mengandung 5% dekstrose 60-125 cc/ jam
·         10gram MgSO4 50% im setiap 6 jam s.d. 24 jam pasca persalinan (kalau tidak ada kontra indikasi pemberian MgSO4).
·         Diberikan antihipertensi. Yang diberikan: Nifedipin 5-10mg setiap 8 jam, dapat diberikan bersama-sama Methyldopa 250-500mg setiap 8 jam. Nifedipin dapat diberikan ulang sublingual 5-10mg dalam waktu 30 menit pada keadaan tekanan sistolik ≥180 mmHg atau diastolik ≥110 mmHg (cukup 1 kali saja).
·         Dilakukan pemeriksaan lab tertentu (fungsi hepar dan ginjal) dan produksi urine 24 jam.
·         Konsultasi dengan bagian lain: Bagian mata, Bagian jantung, Bagian lain sesuai dengan indikasi
b.      Pengobatan dan evaluasi selama rawat tinggal di Ruang bersalin (setelah 24 jam masuk ruangan bersalin)
·         Tirah baring
·         Obat-obat:
o   Roboransia: multivitamin
o   Aspirin dosis rendah 87,5mg sehari satu kali
o   Antihipertensi: Nifedipin 5-10mg setiap 8 jam, atau Methyldopa 250mg setiap 8 jam.
o   Penggunaan atenolol dan b-blocker dapat dipertimbangkan pada pemberian kombinasi
·         Pemeriksaan Lab:
o   Hb, PCV, dan hapusan darah tepi
o   Asam urat darah
o   Trombosit
o   Fungsi ginjal/ hepat
o   Urine lengkap
o   Produksi urine per 24 jam, penimbangan BB setiap hari.
o   Pemeriksaan lab dapat diulangi sesuai dengan keperluan
·         Diet tinggi protein, rendah karbohidrat
·         Dilakukan penilaian kesejahteraan janin termasuk biometri, jumlah cairan ketuban, gerakan, respirasi dan ekstensi janinm velosimetri (resistensi), umbilikalis dan rasio panjang femur terhadap lingkaran abdomen
3.      Perawatan konservatif dianggap gagal apabila:
a.       Ada tanda-tanda impending eklamsi.
b.      Kenaikan progresif tekanan darah
c.       Ada sindrom HELLP
d.      Ada kelainan fungis ginjal
e.       Penilaian kesejahteraan janin jelek
    II.            Perawatan Aktif
1.      Indikasi
a.       Hasil penilaian kesejahteraan janin jelek
b.      Ada gejala-gejala impending eklamsi
c.       Ada simdrom HELLP
d.      Kehamilan late preterm (≥34 minggu estimasi berat janin ≥2000g)
2.      Pengobatan medisinal
a.       Segera rawat inap
b.      Tirah baring miring ke satu sisi
c.       Infus RL yang mengandung 5% dekstrose dengan 60-125cc/ jam
d.      Pemberian anti kejang MgSO4
Dosis awal:
MgSO4 20% 4gram iv
MgSO4 50% 10gram im
Pada bokong kanan/kiri masing-masing 5gram
Dosis ulangan:
MgSO4 50% 5gram iv diulangi setiap 6 jam setelah dosis awal s.d. 6 jam pasca persalinan
Syarat pemberian:
a)      Refleks patella +
b)      Respirasi >16 kali/menit
c)      Urine sekurang-kurangnya 150cc/ 6jam
d)     Harus selalu tersedia Calcium gluconas 1gram 10% (diberikan iv pelan-pelan pada intoksikasi MgSO4)
e.       Antihipertensi dapat dipertimbangkan diberikan bila: sistole ≥180 mmHg – diastole ≥120 mmHg. Nifedipin 5-10mg tiap 8 jam atau Methyldopa 250mg tiap 8 jam.

3.      Pengobatan obstetrik
a.       Sedapat mungkin sebelum perawatan aktif pada tiap penderita dilakuakan pemeriksaan “Non stress test”
b.      Tindakan seksio sesar dikerjakan apabila:
·         “Non stress test” jelek
·         Penderita belum inpartu dengan skor pelvik jelek
·         Kegagalan drip oxytocin
c.       Induksi dengan drip oxytocin dikerjakan apabila:
·         NST baik
·         Penderita belum inpartu dengan skor pelvik baik
(Abadi et al, 2008)

STROKE PENDARAHAN INTRASEREBRAL (CVA ICH)

Stroke pendarahan intraserebral (PIS primer) adalah ekstravasasi darah yang berlangsung spontan dan mendadak ke dalam parenkim otak yang bukan disebabkan oleh trauma (non traumatis). Angka kejadiannya berkisar antara 12-15 per 100.000 penduduk per tahun dan lebih sering dijumpai pada laki-laki, usia tua, dan orang Asia Afrika. Dalam suatu studi populasi yang dilakukan pada 1.041 penderita PIS, 50% pendarahan terjadi di subkortikal dalam, 35% di substansia alba (lobar), 10% di serebelum, dan 6% di batang otak. Angka kematian PIS dalam 30 hari setelah serangan stroke mencapai 35-52%. Dari jumlah ini, separuh diantaranya meninggal dalam dua hari pertama setelah serangan stroke. Sekitar 40% kasus PIS disertai pendarahan intraventrikular. Keadaan ini mengakibatkan hidrosefalus akut, peningkatan TIK, serta peningkatan mortalitas dan kecacatan.
Penyebab utama PIS dapat dikelompokkan dalam tiga kategori, yaitu
1.      Faktor anatomik berupa lesi atau malformasi pembuluh darah otak
Abnormalitas pembuluh darah bervariasi pada kelompok umur tertentu. Pada usia kurang dari 40 tahun, kelainan pembuluh darah yang paling sering dijumpai adalah AVM (arteriovenous malformation). PIS yang disebabkan oleh AVM biasanya berupa pendarahan lobar (pada substansia alba). Pada kelompk usia 40-70 tahun, PIS sering kali berupa pendarahan subkortikal dalam, sebagai akibat pecahnya arteria perforanns. Hal ini disebabkan oleh perubahan degenerative pada pembuluh darah tersebur dan diduga berkaitan dengan adanya mikroaneurisma. Pada kelompok usia lanjut (di atas 70 tahun), PIS berkaitan dengan lesi vaskuler berupa angiopati amyloid (cerebral amylid angiopathy atau CAA). Pendarahan yang ditimbulkan oleh CAA sering kali berupa pendarahan lobar, multiple, dan cenderung berulang (kambuh)

2.      Faktor hemodinamik berupa tekanan darah yang meningkat
Hipertensi kronis mengakibatkan perubahan degenerative berupa lipohyalinosis, fragmentasi, nekrosis fibrinoid, dan mikroaneurisma (Charcot Bouchard) pada arteria perforans kecil di otak. Keadaan ini merupakan penyebab tersering PIS yang terjadi di ganglia basalis (putamen, thalamus, atau nucleus kaudatus), batang otak (pons), serebelum, dan substansia alba subkortikal. Hipertensi akut atau peningkatan tekanan darah yang terjadi secara mendadak pada individu normotensif, dapat pula mengakibatkan PIS. Kalau pada hipertensi kronis, dinding arteriol mengalami hipertrofi, maka pada hipertensi akut diduga PIS justru terjadi karena dinding arteriol tidak mengalami hipertrofi. Sehubungan dengan ini, telah dilaporkan beberapa kasus PIS pada eklamsia, paparan suhu yang sangat dingin, pemakaian obat yang dapat mengakibatkan hipertensi akut (misalnya inhibitor oksidase monoamine, kokain, fenilpropanolamin), keadaan nyeri akut (misalnya yang terjadi saat ekstraksi gigi), dan hipertensi relatif pasca endarterektomi karotis.

3.      Faktor hemostatik yang berkaitan dengan fungsi trombosit atau sistem koagulasi darah
Resiko terjadinya PIS semakin meningkat pada penderita yang mendapat terapi obat antikoagulan (OAK). Angka kejadian PIS pada kelompok penderita yang mendapat terapi OAK oral lebih tinggi 7-10 kali lipat dibandingkan kelompok yang tidak mendapat terapi OAK oral. Selain meningkatkan resiko terjadinya PIS, OAK oral juga meningkatkan severitas dan resiko kematian. Sebuah studi epidemiologi menunjukkan bahwa PIS yang berkaitan dengan pemakaian OAK oral merupakan 10-12% dari seluruh kasus PIS, dan angka kejadiannya diperkirakan 2-9 per 100.000 penduduk per tahun. Selain itu, mortalitas PIS yang berkaitan dengan pemakaian OAK oral ternyata lebih tinggi daripada mortalitas PIS pada umumnya, yaitu hingga mencapai 67%.
Pemberian OAK oral (warfarin dan kumarin) jangka panjang sering dilakukan dalam upaya prevensi stroke iskemik pada penderita fibrilasi atrial (FA). Angka kejadian PIS yang berkaitan dengan pemakaian OAK oral ini diperkirakan akan semakin meningkat bersamaan dengan meningkatnya angka kejadian FA yang diakibatkan oleh penuaan.
Frekuansi terjadinya PIS pada pemakai warfarin jangka panjang berkisar 0,3-0,6% per tahun. Faktor resikonya adalah usia lanjut, riwayat hipertensi, intensitas OAK, serta keadaan tertentu seperti CAA dan leukoaraiosis karena lesi pada substansia alba.
Dari berbagai penyebab di atas, hipertensi adalah faktor resiko utama PIS dan merupakan penyebab dari 60-70% kasus PIS. Penyebab tersering berikutnya adalah CAA, yang merupakan penyebab dari 15% kasus PIS.
Pendarahan yang ditimbulkan oleh CAA terkadang asimtomatis, akan tetapi angka kekambuhannya 5% per tahun. Angka kekambuhan ini lebih besar dibandingkan angka kekambuhan PIS hipertensif yang tekanan darahnya terkontrol dengan baik, yakni 22% per tahun.

Tabel 1. Patogenesis pendarahan intraserebral (PIS)
Faktor anatomic
Faktor hemodinamik
Faktor hemostatik
Faktor lain
·   Lipohyalinosis
·   Mikroaneurisma
·   AVM serebral
·   Angiopati amyloid
·   Aneurisma sakular
·   Thrombosis vena intracranial
·   Mikroangioma
·   AVM dural
·   Arteritik septic
·   Aneurisma sikotik
·   Sindrom moyamoya
·   Disersi arterial
·   Fistula karotiko kavernosa
·      Hipertensi arterial kronis dan akut
·      Migraine
·      Antikoagulan
·      Antiplatelet
·      Trombolitik
·      Hemophilia
·      Leukemia
·      Trombositopenia

·      Alcohol
·      Amfetamin
·      Kokain
·      Heroin
·      Simpatomimetik
·      Vaskulitis

 
Faktor risiko dari stroke yaitu : Usia lanjut, hipertensi sistolik, diabetes melitus, hiperkolesterolemia, stenosis arteri carotid, riwayat transient ischemic attack (TIA), merokok,kurang olahraga, penyakit kardiovaskuler, fibrilasi atrium, dan pembesaran myokardial pada ventrikel kiri.



JADIKAN KULIT ANDA BERSINAR ALAMI DENGAN TEH HIJAU



Teh hijau adalah nama teh yang dibuat dari daun tanaman teh (Camellia sinensis) yang dipetik dan mengalami proses pemanasan untuk mencegah oksidasi.
       Klasifikasi
Divisi                   : Spermatophyta (tumbuhan biji)
Sub divisi              : Angiospermae (tumbuhan biji terbuka)
Kelas                     : Dicotyledoneae (tumbuhan biji belah)
Sub Kelas             : Dialypetalae
Ordo (bangsa)      : Guttiferales (Clusiales)
Familia (suku)      : Camelliaceae (Theaceae)
Genus (marga)     : Camellia
Spesies (jenis) : Camellia sinensis

 Kandungan Kimia
 
Nama senyawa
kadar
Nama senyawa
Kadar
Polifenol
Karbohidrat
Kafein
Protein
Asam amino
Lignin
Asam organic
Lipid
Klorofil
Volatil
30-35 %
25 %
3,5 %
15 %
4 %
6,5 %
1,5 %
2 %
0,5 %
< 0,1%
karotenoid
vitamin c
vitamin E
vitamin K epigalokatekin gallat epigalokatekin epikatekin gallat, epikatekin
katekin

<0.1%
150-250mg%,
25-70mg%,
300-500 IU/gram
15,1%
6,9%,
3%
1,8%,
0,5%


 Khasiat the hijau
Ø  Antioksidan
Ø  Pelangsing
Ø  Antikanker
Ø  penurun gula darah
Ø  mencegah kerusakan hati
Ø  pencegah stroke
Ø  menghaluskan kulit
Ø  perawatan gigi
Ø  mengurangi kolesterol
Ø  antihiperlipid.

Zat aktif yang berkhasiat
Ø       Epigalokatekin


Gb. 1 Epigalokatekin

Sifat Fisika kimia Epigalokatekin 
Padatan amorf jingga, titik leleh 213-215oC, uji FeCl3 positif menunjukkan  senyawa fenol
Semi polar
Tahan terhadap pemanasan
      Mekanisme pencerahan kulit dari teh hijau
Pembentukan melanin

Ø  Mekanisme pencerahan kulit
a.       menghambat pembentukan DOPA
b.      menghambat pembentukan DOPA quinon
c.       mereduksi melanin
Pigmen melanin dalam kulit manusia adalah sebagai mekanisme pertahanan utama terhadap sinar ultra  violet dari matahari, namun warna kulit akan menjadi gelap.
Berdasarkan jurnal dengan judul ”Inhibition of tyrosinase by green tea components”.
Kandungan aktif utama dalam the hijau adalah (-) epicatechin-3-O-gallate (ECG), (-)-gallocatechin 3-O-gallate (GCG), dan (-)-epigallocatechin 3-O-gallate (EGCG) yang merupakan inhibitor kuat. Semua katekin dengan kelompok asam gallic sebagai senyawa aktif. Analisis kinetika inhibisi tirosinase mengungkapkan sifat kompetitif GCG dengan mengikat enzim untuk L-tirosin pada senyawa aktif tirosinase.

Dosis ekstrak teh hijau untuk pencerah kulit Dosis Ekstrak teh hijau sebagai pelindung kulit dari sinar UV adalah 2-5 %. Berdasarkan jurnal “ Protective effect of green tea extracts and photoaging and photommunosuppression”.

 JADIKAN KULIT ANDA BERSIH BERSINAR SEHAT DAN ALAMIAH