The Pharmacist Room: Rumah sakit
Showing posts with label Rumah sakit. Show all posts
Showing posts with label Rumah sakit. Show all posts

Ward Floor Stock Service dalam Rumah Sakit


Sistem  distribusi obat yang diterapkan pada setiap rumah sakit berbeda-beda tergantung kondisi dan kebijakan rumah sakit. Pendistribusian obat adalah proses penyerahan obat sejak disiapkan oleh IFRS (Instalasi Farmasi Rumah Sakit) sampai dengan diantarkan ke dokter, perawat atau profesioal pelayanan kesehatan untuk diberikan kepada penderita. Salah satunya adalah Ward Floor Stock (WFS) Service.
Dalam  sistem  distribusi obat lengkap di ruangan, semua obat  yang dibutuhkan penderita tersedia dan ruang penyimpanan obat di ruang tersebut, kecuali obat yang jarang digunakan atau obat yang sangat mahal. Biasanya setiap 1 minggu sekali, IFRS memeriksa persediaan obat di ruangan :

§  Keuntungan :
a.  Obat yang diperlukan penderita segera tersedia
b.  Mengurangi pengembalian obat
c.  Pengurangan penyalinan kembali resep obat
d.  Mengurangi jumlah personel IFRS.

§  Kelemahan :
a.  Kesalahan obat meningkat, karena obat tidak dikaji oleh apoteker
b.  Persediaan obat di unit perawat meningkat
c.  Pencurian obat meningkat
d.  Meningkatnya kerusakan obat
e.  Menambah modal investasi
f.  Meningkatkan kerugian karena kerusakan obat.







Gambar 1. Skema distribusi obat lengkap di ruangan
sampai kepada pasien


Beberapa hal yang dapat disimpulkan mengenai sistem distribusi obat lengkap di ruangan adalah :

§  Pengawasan obat oleh farmasis menjadi sangat berkurang terutama dalam hal penyimpanan obat yang baik, pemberian obat yang benar ke pasien dan sangat memungkinkan untuk terjadinya kerusakan bahkan pencurian obat.
  • Pada sistem ini pekerjaan dan tanggung jawab perawat menjadi lebih besar dalam menangani obat-obatan.
                                                                                                                            
 Beberapa contoh obat yang menjadi emergency stock pada sistem WFS :





 


DAFTAR PUSTAKA

Gadri, A., Pichon, R., Zelger, G.L., 2008, A qualitative systemic analysis of drug dispensing in Swiss hospital wards. Pharm World Sci, 30, p.343 – 352.
Armitstead., J., 2008, Floor Stock Medication Guidelines, university of kentucky hospital chandler medical centre., Department of Pharmacy Policy.

ASEPTIC DISPENSING SERVICES


Pengertian Aseptic Dispensing Services
            Aseptic Dispensing Services didefinisikan sebagai preparasi produk medis steril yang memerlukan pengenceran ataupun manipulasi lain sebelum diberikan kepada pasien (Anonim, 2009). Preparasi ini dilakukan di unit pelayanan aseptik oleh farmasis, teknisi dan asisten yang terlatih di dalam ruangan yang kondisinya terkontrol. Preparasi ini diracik menurut resep yang diberikan kepada pasien yang bersifat individual serta di bawah pengawasan farmasis. Suatu contoh pelayanan aseptik dilakukan oleh Northumbria Healthcare NHS Foundation Trust disediakan dari unit aseptik pusat yang berada di Rumah Sakit Umum Wansbeck (Anonim, 2009).

Tujuan Aseptic Dispensing Services
Aseptic dispensing services menjamin kualitas pengobatan sebelum diberikan kepada pasien dengan tujuan sebagai berikut: mengurangi kontaminasi mikroorganisme dan partikel, memastikan cara melarutkan yang benar, menjamin stabilitas dan kompatibilitas, menjamin rute pemberian yang sesuai, menjamin keselamatan staf medis dalam peracikan terutama pada peracikan obat-obatan sitotoksik, menghindari ketidaktepatan penggunaan obat (terutama untuk obat yang mahal) (Anonim, 2009).

Penerapan Aseptic Dispensing Services
            Aseptic services disediakan oleh pusat unit aseptic yang ada di rumah sakit. Untuk menjamin penghantaran pengobatan pada waktu tertentu, maka unit tersebut harus mendapatkan resep yang telah ditanda tangani paling tidak 24 jam sebelum pengobatan dilakukan. Kadang-kadang, dengan persetujuan tertentu, unit tersebut dapat menangani resep yang diberikan kurang dari 24 jam sebelum pengobatan dilakukan.
            Staf yang terlibat pada unit aseptic diantaranya: farmasis penanggung jawab, manager pelayanan aseptic, dan asisten yang bertugas menyiapkan. Unit Aseptic memiliki Farmasis Penangung Jawab, tetapi diatur, secara full time, oleh teknisi farmasis senior. Semua perlakuan aseptik diambil alih oleh tim yang terdiri dari asisten terlatih yang bertugas untuk menyiapkan sediaan.  Penjaminan yang lebih lanjut dilakukan oleh farmasis yang telah terlatih dan teknisi farmasis, yang bekerja di unit tersebut secara bergantian. Teknisi farmasis berpartisipasi dalam pemeriksaan sistem teknis, dan bila perlu memiliki kemampuan untuk melakukan manipulasi aseptik (aseptic manipulation) (Jonathan et al., 2001).


Sediaan-sediaan yang memerlukan Aseptic Dispensing Services
1. Nutrisi Parenteral
Nutrisi parenteral merupakan pemberian nutrisi melalui rute intravena untuk pasien mengalami gangguan jika diminum secara per oral. Kebutuhan total untuk 24 jam diberikan dalam satu kantung infus yang disiapkan di departemen Pelayanan Aseptik. Infus ini dibuat berdasarkan resep dokter bersama dengan ahli nutrisi. Farmasis memberikan saran terkait dengan regimen dengan mempertimbangkan stabilitas dan kompatibilitasnya. Bahan-bahan yang dibutuhkan dicampur dan larutan yang bersifat lemak serta vitamin dimasukkan ke dalam wadah yang berbeda untuk menjaga stabilitas (Anonim, 2009).

3. Injeksi Pre-filled
Injeksi i.v secara perlahan (bolus) masih digunakan di bangsal pasien ketika dibutuhkan. Injeksi hanya boleh diberikan oleh perawat yang sudah mendapatkan pelatihan. “Injeksi yang terus menerus” untuk digunakan di pompa syringe, juga disiapkan di bangsal pediatric (Anonim, 2009).

4. Preparasi Bahan Tambahan untuk Obat Intravena
     Beberapa obat intravena perlu dilarutkan di dalam larutan infus sebelum diberikan kepada pasien. Departemen Pelayanan Aseptik dapat melarutkannya pada cairan infus yang sesuai, diberi label yang berisi satabilitas dan dosis yang dapat diberikan kepada pasien (Anonim, 2009).

5. Injeksi Sitotosik
        Injeksi sitotoksisk berbahaya untuk pasien dan tenaga kesehatan, sehingga untuk mengurangi resiko tersebut, sebaiknya  disimpan dalam bentuk yang langsung diinjeksikan. Rekam medis pasien digunakan untuk menghitung dosis sesuai dengan tinggi badan, berat badan dan luas permukaan tubuh oleh farmasis sitotoksi yang disetujui oleh konsultan onkologis (Anonim, 2009).

Fasilitas yang tersedia pada unit aseptic
            Di dalam unit aseptik, terdapat dua ruang standar Kelas C yang masing-masing dikondisikan dengan isolator bertekanan negatif. Isolator merupakan ruang yang di dalamnya memiliki standar Kelas A, yang dapat menjamin produk steril yang dihasilkan dapat terlindung dari lingkungan luar. Isolator yang bertekanan negatif juga melindungi operator dari bahaya produk di dalam isolator (Anonim, 2009). Masing-Masing dari isolator ini diakses oleh suatu sistem dengan pintu perpindahan yang tersambungkan.
Baju pelindung digunakan setiap kali personel memasuki unit aseptik. Jenis dan jumlah baju pelindung tergantung pada ruang dimana personel tersebut bekerja.
Unit aseptik juga memiliki ruang peralihan, yaitu collation room dan ruang persiapan, sedangkan aktivitas harian berlangsung di kantor yang ada di dekat unit tersebut.

Daftar Pustaka

(1)  Anonim. 2009. Pharmacy and Aseptic Services. University Hospital of South Manchester.http://www.uhsm.nhs.uk/patients/Pages/PharmacyAsepticServices.aspx. Diakses pada tangga 28 Maret 2010
(2)  Merills Jonathan, Fisher Jonathan. 2001. Pharmacy Law and Practice. Amerika Serikat: Maxwell Scientist Ltd.

Farmasi Rumah Sakit


Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.
Pada umumnya tugas rumah sakit adalah menyediakan keperluan untuk pemeliharaan dan pemulihan kesehatan. Menurut keputusan menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor : 983/Menkes/SK/XI/1992, tugas rumah sakit umum adalah melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemeliharaan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan rujukan. Guna melaksanakan tugasnya, rumah sakit mempunyai berbagai fungsi, yaitu menyelenggarakan pelayanan medik; pelayanan penunjang medik dan non medik; pelayanan dan asuhan keperawatan; pelayanan rujukan; pendidikan dan pelatihan; penelitian dan pengembangan, serta administrasi umum dan keuangan (Siregar, 2003)
Suatu sistem pelayanan kesehatan dikatakan baik, bila struktur dan fungsi pelayanan kesehatan dapat menghasilkan pelayanan kesehatan yang memenuhi 13 persyaratan yaitu : tersedia (available), adil/merata (equity), tercapai (accessible), terjangkau (affordable), dapat diterima (acceptable), wajar (appropiate), efektif (effective), efisien (efficient), menyeluruh (comprehensive), terpadu (integral), berkelanjutan (continues), bermutu (quality), serta berkesinambungan (sustainable) (Anonim, 2004).
Pesatnya perkembangan informasi dan teknologi menuntut penjaminan kualitas pelayanan bidang kesehatan dengan merubah wawasan para tenaga kesehatan untuk selalu mengembangkan pengetahuan, keterampilan serta sikap dan perilaku. Mutu pelayanan kesehatan akan menjadi lebih baik jika masing-masing profesi kesehatan memberikan pelayanannya kepada pasien didasarkan pada standar profesi, etika, dan norma masing-masing (Anonim, 2004).
Apoteker sebagai salah satu tenaga kesehatan di Rumah sakit                                              mempunyai peranan penting yang tidak bisa digantikan oleh profesi lain. Apoteker merupakan ahli di bidang kefarmasian dan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan efektifitas pelayanan pengobatan di rumah sakit terutama yang berkaitan dengan pelaksanaan pengobatan yang rasional, oleh karena itu seorang apoteker harus mempunyai wawasan dan pengetahuan serta keterampilan yang luas di bidang kefarmasian rumah sakit. Seorang apoteker juga diharapkan mampu mengikuti perkembangan-perkembangan yang ada di rumah sakit.
Peran seorang apoteker di rumah sakit sebagai salah satu pelayanan medik  yaitu pelayanan farmasi. Peran apoteker dapat dibagi menjadi dua yaitu manajerial dan fungsional. Peran manajerial apoteker berupa perencanaan, pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan produksi obat. Apoteker juga ikut serta secara langsung dalam pelayanan kesehatan melalui farmasi klinik sebagai peran profesinya. Kegiatan farmasi klinik meliputi konseling, pelayanan informasi obat, edukasi dan pharmaceutical care.        
Mengingat begitu besarnya tanggung jawab yang harus dilakukan oleh seorang apoteker di rumah sakit, maka tidak cukup bagi mahasiswa calon apoteker bila hanya diberi ilmu kefarmasian saja, tetapi juga harus melaksanakan prakteknya secara langsung di lapangan. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka dilaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di rumah sakit dalam bimbingan apoteker-apoteker yang berpengalaman. Dengan melakukan PKPA tersebut maka diharapkan mahasiswa calon apoteker dapat mempersiapkan diri dengan mencari pengalaman dan memperdalam pengetahuannya sebelum menjalankan tugas dan tanggung jawabnya dirumah sakit.  
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka Program Profesi Apoteker Universitas Ahmad Dahlan mengadakan kerjasama dengan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten untuk melatih dan membimbing mahasiswa calon apoteker melalui program Praktek Kerja Profesi Apoteker.                                                                    

A.    Kompetensi Farmasi di Rumah Sakit
1.   Asuhan Kefarmasian
a.        Memberikan pelayanan obat kepada pasien atas permintaan dari dokter, dokter gigi atau dokter hewan baik verbal maupun non verbal.
b.        Memberikan pelayanan kepada pasien atas permintaan pasien itu sendiri dalam rangka ingin melakukan pengobatan mandiri.
c.        Memberikan pelayanan informasi obat.
d.       Memberikan pelayanan konsultasi obat.
e.        Memberikan formulasi obat untuk mendukung proses terapi..
f.         Melakukan monitoring efek samping obat.
g.        Melaksanakan pelayanan klinik berbasis farmakokinetika.
h.        Penatalaksanaan obat sitostatika dan obat yang setara..
i.          Melakukan pelayanan dan evaluasi penggunaan obat.
2.   Akuntabilitas Praktek Farmasi                                      
a.      Menjamin pelayanan kefarmasian berbasis bukti ilmiah dan etika profesi.
b.      Menjamin obat yang diproduksi bermutu, mempunyai efikasi, aman, nyaman dan biaya yang wajar.
c.      Merancang, melaksanakan, mengevaluasi dan mengembangkan standar kerja.
d.     Mencegah dan melindungi lingkungan dari kerusakan akibat obat.
e.      Melakukan peningkatan mutu terus menerus.
3.  Manajemen Praktis Farmasi
a.      Melakukan pengelolaan material atau bahan baku obat yang berkualitas.
b.      Melakukan pengelolaan produksi obat yang berkualitas, mempunyai efikasi, aman, nyaman dan harga yang wajar.
c.      Merancang, membuat, mengetahui, memahami, dan melaksanakan regulasi di bidang farmasi.
d.     Merancang, membuat, melakukan pengelolaan organisasi yang efektif dan efisien.
e.      Merancang, membuat, melakukan pengelolaan obat yang efektif dan efisien.
4.   Komunikasi Farmasi
a.      Memantapkan hubungan profesional antara farmasis dengan pasien dan keluarganya dalam suasana kemitraan untuk menyelesaikan masalah terapi obat pasien.
b.      Memantapkan hubungan profesional antara farmasis dengan tenaga kesehatan lain dalam rangka mencapai keluaran terapi yang optimal khususnya dalam aspek obat.
c.      Memantapkan hubungan dengan semua tingkat/lapisan manajemen dengan bahasa manajemen berdasarkan atas semangat asuhan kefarmasian.
d.     Memantapkan hubungan dengan sesama farmasis berdasarkan semangat kerjasama, saling menghormati dan mengakui kemampuan masing-masing demi tegaknya profesi.
5.   Pendidikan dan Pelatihan Farmasi
a.      Memotivasi, mendidik dan melatih farmasis lain dan mahasiswa farmasi dalam penerapan asuhan kefarmasian.
b.      Merencanakan dan melakukan aktivitas pengembangan staf, bagi ahli madya farmasi, asisten apoteker, pekarya dan juru resep dalam rangka peningkatan efisiensi dan kualitas pelayanan kefarmasian yang diberikan.
c.      Berpartisipasi aktif dalam pendidikan dan pelatihan berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas diri dan kualitas pelayanan kefarmasian.
d.     Mengembangkan dan melaksanakan program pendidikan dalam bidang kesehatan umum, penyakit dan manajemen terapi, kepada pasien, profesi kesehatan dan masyarakat.
6.   Penelitian dan Pengembangan Farmasi                        
a.        Melakukan penelitian dalam rangka penemuan obat dan bahan baku obat serta pengembangan sediaan farmasi.
b.        Melakukan penelitian dan pengembangan farmasi, mempresentasikan dan mempublikasikan hasil penelitian kepada masyarakat dan profesi kesehatan lain.
c.        Menggunakan hasil penelitian sebagai dasar dalam pengambilan keputusan dan peningkatan mutu pelayanan kefarmasian (Anonim, 2004)

Contoh Jalur distribusi di rumah sakit


Pelayanan Distribusi
Tugas pokok dari distribusi farmasi adalah mendistribusikan perbekalan farmasi, baik obat maupun alat kesehatan di rumah sakit secara aktif, aman, cepat dan tepat. Jenis layanan yang diberikan adalah :
1.      Pelayanan distribusi farmasi kepada pasien rawat jalan, pasien rawat inap baik pasien umum, Askes, JPK Mandiri Husada, Pasien kerjasama serta pasien tidak mampu (TM)/Gakin.
2.      Pelayanan farmasi klinik yakni, pelayanan informasi obat dan konseling obat.
Pelayanan distribusi perbekalan farmasi di RS Dr. Sardjito dilakukan melalui sistem satu pintu, yaitu pelayanan perbekalan farmasi yang hanya melalui instalasi farmasi.
Tempat-tempat pelayanan / distribusi farmasi terdapat di:
  1. Depo Farmasi
  2. Swakelola Rawat Jalan
  3. Satelit Farmasi Instalasi Bedah Sentral (IBS) dan Satelit Farmasi Instalasi
  4. Rawat Darurat (IRD)
5.      Satelit Farmasi Lantai I (Interna), Lantai II (Bedah), Lantai III (kulit, THT, mata dan syaraf) dan bangsal Wijaya Kusuma
6.      Satelit Farmasi Rawat Inap Anak (IRNA) II
  1. Satelit Farmasi di Poli Onkologi Tulip
8.          Satelit Farmasi di Radiologi, Instalasi Rawat Intensif, dan Instalasi 
      Rawat   Jantung
1. Depo Farmasi
                a.  Gambaran Umum
Depo farmasi berfungsi sebagai sentral pendistribusian obat ASKES, AMHP dan BMHP untuk pasien-pasien rawat jalan dan rawat inap. Pengadaan perbekalan farmasi dilakukan berdasarkan perencanaan yang telah dibuat, yakni dengan menggunakan metode konsumsi sesuai dengan pemakaian bulan sebelumnya. Untuk obat Askes permintaan ditujukan kepada Apotek Askes 9 Jl. Timoho, Yogyakarta yang dikelola oleh PT Bhakti Medika Tama. Dalam hal ini pihak rumah sakit hanya menerima barang saja tidak berperan serta dalam hal pemilihan rekanan atau supplier. Pengiriman barang farmasi bertahap sesuai dengan kesepakatan bersama. Apabila kebutuhan meningkat (melebihi perencanaan), maka depo farmasi akan segera memberi informasi ke Apotek Askes 9 untuk segera menyiapkan kebutuhan perbekalan tersebut. Apabila ada kebutuhan cito, maka barang farmasi diprioritaskan diminta lebih dahulu dan akan diperhitungkan dengan permintaan selanjutnya.
Permintaan obat/AMHP/BMHP non Askes menganut metode desentralisasi. Dalam hal ini seperti halnya satelit farmasi yang lainnya, maka depo farmasi melakukan permintaan obat/AMHP/BMHP yang ditujukan kepada gudang Instalasi Farmasi dengan membuat bon permintaan. Berikut adalah alur  distribusi untuk obat Askes dapat dilihat pada gambar 8.
 

Selain menjadi sentral penyaluran untuk obat Askes, depo farmasi juga mempunyai tugas melayani permintaan obat untuk pasien rawat inap lantai dasar. Alur pelayanan permintaan obat di Depo farmasi untuk pasien rawat jalan/umum dan untuk pasien rawat inap adalah sebagai berikut :
            a. Pasien Rawat Jalan / Umum
Penyaluran obat untuk pasien Rawat Jalan bisa melalui depo pegawai dan apotek Askes rawat jalan. Depo pegawai melayani karyawan Rumah Sakit Dr. Sardjito yang bukan peserta Askes, karyawan honorer, pasien tidak mampu, dan JPK Mandiri Husada.
Gambar 9. Alur pelayanan permintaan obat di Depo Farmasi bagi pasien rawat jalan/umum

                  b. Pasien Rawat Inap
Sistem distribusi yang digunakan untuk pasien rawat inap  adalah individual prescription. Kartu Instruksi Pemberian obat (KIPO) digunakan sebagai pengganti resep. Untuk pasien Askes, selain kartu obat harus disertakan juga dengan resep. Pasien rawat inap Rumah Sakit Dr.Sadjito terdiri dari peserta Askes, pasien umum, pasien tidak mampu, dan JPK Mandiri Husada. Untuk pasien Askes rawat inap, obat dan alat kesehatan yang termasuk dalam Daftar Plafon Harga Obat (DPHO) dilayani di depo farmasi, sedangkan obat dan alat kesehatan yang tidak termasuk dalam DPHO disediakan dan dilayani oleh swakelola dan pasien tambah bayar atau dibuatkan copy resep. Untuk pasien rawat inap non Askes baik obat maupun alat kesehatan dari Rumah Sakit Dr. Sardjito, kecuali obat/alat kesehatan yang tidak tersedia di rumah sakit,  dilayani oleh pihak ketiga yaitu apotek pelengkap Kimia Farma, Ranap Askes atau oleh swakelola farmasi.
Permintaan obat atau alkes untuk pasien Askes rawat inap menggunakan sistem individual prescription melalui KIPO (Kartu Instruksi Pemberian Obat) yang dilampiri dengan resep. Pengambilan obat Askes dan alkes dilakukan dengan menyerahkan rekapitulasi pengeluaran obat dan alkes ke depo farmasi, resep Askes dientry ke komputer per pasien. Kemudian satelit farmasi mengecek obat dan alkes yang diterima dan disiapkan sesuai sistem yang berlaku di satelit tersebut.


RUMAH SAKIT ( Hospital )




Definisi Rumah Sakit
                 Menurut  Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang rumah sakit, yang dimaksud rumah sakit umum adalah rumah sakit yang  memberikan  pelayanan  kesehatan  pada semua bidang dan jenis penyakit (Anonim, 2009). Rumah sakit ini memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Tugas rumah sakit umum adalah melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemeliharaan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan rujukan (Siregar dan Amalia, 2004).
Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan (Siregar dan Amalia, 2004).
Di Indonesia, rumah sakit merupakan rujukan pelayanan kesehatan untuk pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas), terutama upaya penyembuhan dan pemulihan, sebab rumah sakit mempunyai fungsi utama menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan dan pemulihan bagi penderita, yang berarti bahwa pelayanan rumah sakit untuk penderita rawat jalan dan rawat inap hanya bersifat spesialistik atau subspesialistik, sedang pelayanan yang bersifat non spesialistik atau pelayanan dasar harus dilakukan di Puskesmas. Hal tersebut diperjelas dalam keputusan menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 983/Menkes/SK/XI/1992, tentang pedoman organisasi Rumah Sakit Umum yang menyebutkan bahwa tugas rumah sakit mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan (Siregar dan Amalia, 2004).
Sekarang ini rumah sakit adalah suatu lembaga komunitas yang merupakan instrumen masyarakat yang merupakan titik fokus untuk mengkoordinasi dan menghantarkan pelayanan pasien pada komunitasnya. Atas dasar tersebut maka rumah sakit dapat dipandang sebagai suatu struktur terorganisasi yang menggabungkan bersama-sama semua profesi kesehatan, fasilitas diagnostik dan terapi, alat dan perbekalan serta fasilitas fisik ke dalam suatu sistem terkoordinasi untuk penghantaran pelayanan kesehatan bagi masyarakat (Siregar dan Amalia, 2004).
Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 tentang rumah sakit, tugas rumah sakit adalah memberikan  pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Sedangkan fungsi rumah sakit adalah sebagai berikut:
1.         Penyelenggaraan  pelayanan  pengobatan  dan pemulihan  kesehatan  sesuai  dengan  standar pelayanan rumah sakit.
2.         Pemeliharaan  dan  peningkatan  kesehatan perorangan  melalui  pelayanan  kesehatan  yang paripurna  tingkat  kedua  dan  ketiga    sesuai kebutuhan medis.
3.         Penyelenggaraan  pendidikan  dan  pelatihan  sumber daya  manusia  dalam  rangka  peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
4.         Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan  pelayanan  kesehatan  dengan memperhatikan  etika  ilmu  pengetahuan  bidang kesehatan (Anonim, 2009).
Klasifikasi Rumah Sakit
Tujuan pengklasifikasian rumah sakit agar dapat mengadakan evaluasi yang lebih tepat untuk suatu golongan rumah sakit tertentu. Klasifikasi rumah sakit meliputi:
a.      Klasifikasi Berdasarkan Kepemilikan
Berdasarkan kepemilikannya (ownesrship), rumah sakit digolongkan menjadi :
1)   Rumah Sakit Pemerintah (Government Hospital), yaitu :
a)      Rumah sakit yang langsung dikelola oleh Departemen Kesehatan.
Contoh: RSUP Dr. Sardjito
b)     Rumah sakit pemerintah daerah.
Contoh : RSUD Dr. Soetomo
c)      Rumah sakit militer.
Contoh : RS AL Dr. Ramelan
d)     Rumah sakit BUMN.
Contoh : RS Pusat Pertamina
2)   Rumah Sakit Non Pemerintah (Non Goverment Hospital), merupakan rumah sakit yang dikelola oleh masyarakat. Dibagi menjadi dua yaitu :
a)      Rumah sakit hak milik, merupakan rumah sakit bisnis yang tujuan utamanya adalah mencari laba (profit). 
Contoh : RS Happy land
b)      Rumah sakit nirlaba, adalah rumah sakit yang berafiliasi dengan organisasi keagamaan yang pada umumnya bukan untuk maksud membuat laba tetapi lebih bersifat nirlaba. Rumah sakit ini mencari laba sewajarnya dan laba yang diperoleh oleh rumah sakit digunakan sebagai modal peningkatan sarana fisik, perluasan dan penyempurnaan mutu pelayanan untuk kepentingan pasien.
Contoh : RS PKU Muhammadiyah (Siregar dan Amalia, 2004).
b.      Klasifikasi Berdasarkan Kapasitas Tempat Tidur
Rumah sakit pada umumnya diklasifikasikan berdasarkan kapasitas tempat tidur sesuai dengan pola sebagai berikut (Siregar dan Amalia, 2004)  :
1)      Dibawah 50 tempat tidur.
2)      50-99 tempat tidur.
3)      100-199 tempat tidur.
4)      200-299 tempat tidur.
5)      300-399 tempat tidur.
6)      400-499 tempat tidur.
7)      500 tempat tidur atau lebih
c.       Klasifikasi Berdasarkan Jenis Pelayanan
Rumah sakit dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis pelayanan yaitu :
1) Rumah sakit umum (General Hospital), merupakan rumah sakit yang memberikan berbagai jenis perawatan untuk berbagai penyakit antara lain penyakit dalam, penyakit kulit, kandungan dan pediatrik.
2)   Rumah sakit khusus (Special Hospital), adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan dan perawatan terhadap penyakit tertentu seperti TBC, kanker, jantung, mata dan Rumah Sakit Jiwa (Siregar dan Amalia, 2004).
d.      Klasifikasi Berdasarkan Afiliasi Pendidikan
Rumah sakit dibedakan menjadi dua kelompok berdasarkan afiliasi pendidikan, yaitu  :
1)     Rumah sakit pendidikan, adalah rumah sakit yang melaksanakan program pelatihan residensi dalam medik, bedah, pediatrik, dan spesialis lain. Dalam rumah sakit ini, residen melakukan pelayanan atau perawatan pasien di bawah pengawasan staf medik rumah sakit.
2)     Rumah sakit non pendidikan, merupakan rumah sakit yang tidak memiliki program pelatihan residensi dan tidak ada afiliasi rumah sakit dengan universitas (Siregar dan Amalia, 2004).
e.       Klasifikasi Berdasarkan Lama Tinggal di Rumah Sakit
Berdasarkan lama tinggal di rumah sakit, rumah sakit dikelompokkan menjadi dua yaitu :
1)   Rumah sakit perawatan jangka pendek, yaitu rumah sakit yang merawat pasien selama rata-rata kurang dari 30 hari, misalnya pasien dengan kondisi penyakit akut dan kasus darurat.
2)      Rumah sakit perawatan jangka panjang, adalah rumah sakit yang merawat pasien dalam waktu rata-rata 30 hari atau lebih (Siregar dan Amalia, 2004).
f.       Klasifikasi berdasarkan status akreditasi
Akreditasi rumah sakit adalah pengakuan yang diberikan kepada rumah sakit oleh pemerintah atau badan yang berwenang karena rumah sakit telah memenuhi standar yang ditentukan.
Tujuan akreditasi secara umum adalah untuk meningkat mutu pelayanan rumah sakit dan sarana rumah sakit lainnya. Pelaksanaan rumah sakit dilakukan tiap tiga tahun, dengan aspek yang dinilai dilakukan secara bertahap dimulai dengan struktur, struktur  proses dan kemudian struktur proses dan outcome.
Tahapan pelaksanaan akreditasi rumah sakit terdiri dari 3 tahap :
1.         Tahap I : akreditasi 5 pelayanan disebut akreditasi tingkat dasar yang meliputi : administrasi manajemen, pelayanan medik, gawat darurat, keperawatan dan rekam medik.
2.         Tahap II : akreditasi 12 pelayanan disebut akreditasi tingkat lanjut. Meliputi : lima pelayanan tahap I ditambah 7 pelayanan yaitu : kamar operasi, laboratorium, radiologi, farmasi, K3, pengendalian infkesi, perinatal resiko tinggi.
3.         Tahap III : akreditasi lengkap meliputi 16 pelayanan, meliputi : 12 pelayanan tahap II ditambah 4 paelayanan yaitu : pelayanan rehabilitasi medik, pelayanan gizi, pelayanan intensif dan pelayanan darah.
Penetapan status akreditasi oleh direktur jendral pelayanan medik. Hasil status akreditasi rumah sakit terdiri dari :
1.         Tidak akreditasi (gagal)
2.         Akreditasi bersyarat
3.         Akreditasi penuh
4.         Akreditasi istimewa.
Proses akreditasi berhubungan dengan mutu pelayanan rumah sakit. Untuk melakukan penilaian terhadap mutu, pelayanan rumah sakit diperlukan suatu standar system manajemen mutu, salah satunya adalah ISO. ISO adalah suatu standar sistem manajemen mutu yang di keluarkan oleh organisasi internasional bernama The Internastional Organization For Standarization. Adapun macam-macam ISO adalah :
1.         ISO 9000 : 2000
Berisi dasar dan fundamental dan pembendarahan kata.
2.         ISO 9001 : 2000
Berisi persyaratan sistem manajemen mutu yang dapat diterapkan dalam organisasi atau untuk sertifikasi dan kontraktual.
3.         ISO 9004 : 2000
Berisi pedoman untuk peningkatan berkesinambungan.
g.      Klasifikasi Rumah Sakit Umum Pemerintah
Klasifikasi rumah sakit umum pemerintah didasarkan pada unsur pelayanan, ketenagaan, fisik, dan peralatan. RSU pemerintah dibagi dalam empat kelompok yaitu (Siregar dan Amalia, 2004) :
1)      RSU kelas A, yaitu RSU yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik luas dan subspesialistik luas. Contoh RSUP Dr. Sardjito, RSU Cipto Mangunkusumo, RSUD Dr. Soetomo, RSU Adam Malik dan RSU Dr. Wahidin.
2)      RSU kelas B, yaitu RSU yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya 11 spesialistik dan subspesialistik terbatas. RSU tipe B dibedakan menjadi 2 jenis berdasarkan fungsinya sebagai tempat pendidikan tenaga medis yaitu RSU Pendidikan dan RSU non pendidikan.
3)      RSU kelas C, yaitu RSU yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar.
4)      RSU kelas D, adalah RSU yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik dasar (Siregar dan Amalia, 2004).
h.   Klasifikasi Rumah Sakit Umum Swasta
Mengacu pada Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.806b/Menkes/SK/XII/1987 tentang klasifikasi RSU swasta sebagai berikut :
1)   Klasifikasi rumah sakit adalah pengelompokan rumah sakit berdasarkan pembedaan bertingkat dan kemampuan pelayanannya.
2)   RSU Swasta adalah RSU yang diselenggarakan oleh pihak swasta.
3)   Klasifikasi RSU swasta, adalah
a)      RSU swasta pratama, yang memberikan pelayanan medik bersifat umum.
b)      RSU swasta madya, yang memberikan pelayanan medik bersifat umum dan spesialistik dalam empat cabang.
c)      RSU swasta utama, yang memberikan pelayanan medik bersifat umum, spesialistik, dan subspesialistik (Anonim, 1987).