The Pharmacist Room

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) Part-6


1.        Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya kebutuhan energy akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme. Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah. Malnutrisi dapat dievaluasi dengan: penurunan berat badan, kadar albumin darah, antropometri, pengukuran kekuatan otot (MVV, tekanan diafragma, kekuatan otot pipi), hasil metabolism (hiperkapnea dan hipoksia). (Agustin, 2008)
Mengatasi malnutrisi dengan pemberian makanan yang agresis tidak akan mengatasi masalah, karena gangguan ventilasi pada PPOK tidak dapat mengeluarkan CO2 yang terjadi akibat metabolisme karbohidrat. Diperlukan keseimbangan antara kalori yang masuk dengan kalori yang dibutuhkan, bila perlu nutrisi dapat diberikan secara terus menerus (nocturnal feedings) dengan pipa nasogaster. Komposisi nutrisi yang seimbang dapat berupa tinggi lemak rendah karbohidrat. Kebutuhan protein seperti pada umumnya, protein dapat meningkatkan ventilasi semenit oxygen comsumption dan respons ventilasi terhadap hipoksia dan hiperkapnea. Tetapi pada PPOK dengan gagal napas kelebihan pemasukan protein dapat menyebabkan kelelahan. Gangguan keseimbangan elektrolit sering terjadi pada PPOK karena berkurangnya fungsi muskulus respirasi sebagai akibat sekunder dari gangguan ventilasi. Gangguan elektrolit yang terjadi adalah: hipofosfatemi, hiperkalemi, hipokalsemi, hipomagnesemi. Gangguan ini dapat mengurangi fungsi diafragma. Dianjurkanpemberian nutrisi dengan komposisi seimbang, yakni porsi kecil dengan waktu pemberian yang lebih sering. (Agustin, 2008)
2.        Rehabilitasi
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan memperbaiki kualitas hidup penderita PPOK Penderita yang dimasukkan ke dalam program rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkan pengobatan optimal yang disertai: simptom pernafasan berat, beberapa kali masuk ruang gawat darurat, kualitas hidup yang menurun.(Hogg, 2001)
Program dilaksanakan di dalam maupun diluar rumah sakit oleh suatu tim multidisiplin yang terdiri dari dokter, ahli gizi, respiratori terapis dan psikolog. Program rehabilitiasi terdiri dari 3 komponen yaitu : latihan fisis, psikososial dan latihan pernapasan. (Hogg, 2001)
Ditujukan untuk memperbaiki efisiensi dan kapasitas system transportasi oksigen. Latihan fisik yang baik akan menghasilkan: peningkatan VO2max, perbaikan kapasitas kerja maupun anaerobic, peningkatan cardiac output dan stroke volume, peningkatan efisiensi distribusi darah, pemendekan waktu yang diperlukan untuk recovery. (Hogg, 2001)
Latihan untuk meningkatkan kemampuan otot pernafasan: latihan untuk meningkatkan otot pernafasan, endurance exercise berupa latihan untuk meningkatkan kemampuan otot pernapasan Latihan ini diprogramkan bagi penderita PPOK yang mengalami kelelahan pada otot pernapasannya sehingga tidak dapat menghasilkan tekanan insipirasi yang cukup untuk melakukan ventilasi maksimum yang dibutuhkan. Latihan khusus pada otot pernapasam akan mengakibatkan bertambahnya kemampuan ventilasi maksimum, memperbaikikualitas hidup dan mengurangi sesak napas. Pada penderita yang tidak mampu melakukan latihan endurance, latihan otot pernapasan ini akan besar manfaatnya. Apabila ke dua bentuk latihan tersebut bisa dilaksanakan oleh penderita, hasilnya akan lebih baik. Oleh karena itu bentuk latihan pada penderita PPOK bersifat individual. Apabila ditemukan kelelahan pada otot pernapasan, maka porsi latihan otot pernapasan diperbesar, sebaliknya apabila didapatkan CO2 darah tinggi dan peningkatan ventilasi pada waktu latihan maka latihan endurance yang diutamakan. (Hogg, 2001)
Endurance Exercise merupakan respons kardiovaskuler tidak seluruhnya dapat terjadi pada penderita PPOK. Bertambahnya cardiac output maksimal dan transportasi oksigen tidak sebesar pada orang sehat. Latihan jasmani pada penderita PPOK akan berakibat meningkatnya toleransi latihan karena meningkatnya toleransi karena meningkatnya kapasitas kerja maksimal dengan rendahnya konsumsi oksigen. Perbaikan toleransi latihan merupakan hasil dari efisiensinya pemakaian oksigen di jaringan dari toleransi terhadap asam laktat. Sesak napas bukan satu-satunya keluhan yang menyebabkan penderita PPOMJ menghenikan latihannya, faktor lain yang mempengaruhi ialah kelelahan otot kaki. Pada penderita PPOK berat, kelelahan kaki mungkin merupakan faktor yang dominan untuk menghentikan latihannya. Berkurangnya aktivitas kegiatan sehari-hari akan menyebabkan penurunan fungsi otot skeletal. Imobilitasasi selama 4 - 6 minggu akan menyebabkan penurunan kekuatan otot, diameter serat otot, penyimpangan energi dan activiti enzim metabolik. Berbaring ditempat tidur dalam jangka waktu yang lama menyebabkan menurunnya oxygen uptake dan control kardiovaskuler.
Latihan fisik bagi penderita PPOK dapat dilakukan di dua tempat :
-       Di rumah dapat berupa: latihan dinamik ataupun menggunakan otot secara ritmis missal : jalan, jogging, bersepeda.
-        Rumah sakit (PDPI,2003)
Program latihan setiap harinya 15-30 menit selama 4-7 hari per minggu. Tipe latihan diubah setiap hari. Pemeriksaan denyut nadi, lama latihan dan keluhan subyektif dicatat. Pernyataan keberhasilan latihan oleh penderita lebih penting daripada hasil pemeriksaan subyektif atau obyektif. Pemeriksaan ulang setelah 6- 8 minggu di laboratorium dapat memberikan informasi yang obyektif tentang beban latihan yang sudah dilaksanakan.
Dua bentuk latihan dinamik yang tampaknya cocok untuk penderita di rumah adalah ergometri dan walking-jogging. Ergometri lebih baik daripada walkingjogging. Begitu jenis latihan sudah ditentukan, latihan dimulai selama 2-3 menit, yang cukup untuk menaikkan denyut nadi sebesar 40% maksimal. Setelah itu dapat ditingkatkan sampai mencapai denyut jantung 60%-70% maksimal selama 10 menit. Selanjutnya diikuti dengan 2-4 menit istirahat. Setelah beberapa minggu latihan ditambah sampai 20-30 menit/hari selama 5 hari perminggu. Denyut nadi maksimal 200 – umur dalam tahun. (Rodriggues, 2010)
Apabila petunjuk umum sudah dilaksanakan, resiko untuk penderita bisa diperkecil. Walaupun demikian latihan jasmani secara potensial akan dapat berakibat kelainan fatal dalam bentuk aritmia atau iskemia jantung. hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum latihan: tidak boleh makan 2-3 jam sebelum latihan, berhenti merokok 2-3 jam sebelum latihan, apabila selama latihan dijumpai angina, gangguan mental, gangguan koordinasi, atau pusing latihan segera dihentikan, dan gunakan pakaian longgar dan ringan.
1.      Psikososial
Status psikososial penderita perlu diamati dengan cermat dan apabila diperlukan dapat diberikan obat
2.      Latihan pernafasan
Tujuan latihan ini adalah untuk mengurangi dan mengontrol sesak nafas. Teknik latihan meliputi pemanasan diafragma dan pursed lips guna memperbaiki ventilasi dan mengsinkronkan kerja otot abdomen dan toraks. Serta berguna juga melatih ekspektorasi dan memperkuat otot ekstrimitas. (PDPI,2003)
2.11 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah :
2.11.1 Gagal nafas
1.                                        Gagal nafas kronik
Gagal nafas kronik : hasil analisis gas darah Po2 < 60 mmHg dan Pco2 > 60 mmHg, dan pH normal, penatalaksanaan: jaga keseimbangan PO2 dan PCO2, bronchodilator adekuat, terapi oksigen yang adekuat terutame waktu latihan atau waktu tidur, antioksidan, dan latihan pernafasan dengan pursed lips breathing
2.                                        Gagal nafas akut
Gagal nafas akut pada gagal nafas kronik ditandai oleh :
-            Sesak nafas berulang dengan atau tanpa sianosis
-            Sputum bertambah dan purulen
-            Demam
-            Kesadaran menurun
2.11.2 Infeksi berulang
Pada PPOK produksi sputum yang berkelebihan terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada kondisi kronik ini imunitas menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limfosit darah.
2.11.3 Cor pulmonale
Ditandai dengan P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 % dapat disertai gagal jantung kanan.
2.12 Pencegahan
2.12.1 Mencegah terjadinya PPOK
1.      Hindari asap rokok,
2.      Hindari polusi udara.
3.      Hindari infeksi saluran nafas berulang.
2.12.2 Mencegah perburukan PPOK
1.      Berhenti merokok.
2.      Gunakan obat-obatan adekuat.
3.      Mencegah eksaserbasi berulang.

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) Part-5


1.        Terapi oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ – organ lainnya. Manfaat oksigen: mengurangi sesak, memperbaiki aktivitas, mengurangi hipertensi pulmonal, mengurangi vasokonstriksi, mengurangi hematokrit, memperbaiki fungsi neuropsikiatri, meningkatkan kualitas hidup.Indikasi :

-       PaO2 < 60 mmHg atau sat O2 < 90%
-       PaO2 diantara 55-59 mmHg atau sat O2 > 89% disertai cor pulmonale, perubahan P pulmonal, Ht > 55% dan tanda gagal jantung kanan, sleep apnea, penyakit paru lain.
Macam terapi oksigen :
-       Pemberian oksigen jangka panjang
-       Pemberian oksigen saat aktivitas
-       Pemberian oksigen saat timbul sesak mendadak
-       Pemberian oksigen secara intensif pada waktu gagal nafas
Terapi okssigen dapat dilakssanakan di rumah maupun dirumah sakit. Terapi oksigen dirumah diberikan kepada pasien PPOK stabil derajad berat dengan gagal nafas kronik. Sedangkan di rumah sakit oksigen diberikan kepada penderita PPOK eksaserbasi akut di ICU, ruang rawat maupun di unit gawat darurat. Pemberian oksigen untuk penderita PPOK yang dirawat di rumah dibedakan: pemberian oksigen jangka panjang, pemberian oksigaen waktu aktivitas, pemberian oksigen saat timbul sesak mendadak. (Ganong, 2007)
Terapi oksigen jangka panjang yang diberikan di rumah pada keadaan stabil terutama bila tidur atau sedang aktivitas, lama pemberian 15 jam setiap hari, pemberian oksigen dengan nasal kanul 1 - 2 L/mnt. Terapi oksigen pada waktu tidur bertujuan mencegah hipoksemia yang sering terjadi bila penderita tidur. Terapi oksigen pada waktu aktivitas bertujuan menghilangkan sesak napas dan meningkatkan kemampuan aktivitas.. Sebagai parameter digunakan analisis gas darah atau pulse oksimetri. Pemberian oksigen harus mencapai saturasi oksigen di atas 90%.  (Ganong, 2007)
Alat bantu pemberian oksigen: nasal kanul, sungkup venture, Sungkup rebreathing, Sungkup non-rebreathing. Pemilihan alat bantu ini disesuaikan dengan tujuan terapi oksigen dan kondisi analisa gas darah pada waktu tersebut. (Ganong, 2007)
2.        Ventilasi mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK derajat berat dengan napas kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah sakit di ruang ICU atau di rumah. Ventilasi mekanik dilakukan dengan cara: ventilasi mekanik dengan intubasi, ventilasi mekanik tanpa intubasi. (Rodrigues, 2010)
Ventilasi mekanik tanpa intubasi digunakan pada PPOK dengan gagal napas kronik dan dapat digunakan selama di rumah. Bentuk ventilasi mekanik tanpa intubasi adalah Nonivasive Intermitten Positif Pressure (NIPPV) atau Negative Pressure Ventilation (NPV). NIPPV dapat diberikan dengan tipe ventilasi :
-       Volume control
-       Pressure control
-       Bi-level positive airway pressure
-       Continous positive airway pressure. (Rodrigues Robero, 2010)
NIPPV bila digunakan bersamaan dengan terapi oksigen terus menerus (Long Term Oxygen Therapy) akan memberikan perbaikan yang signifikan pada :
-       Analisa gas darah
-       Kualitas dan kuantitas tidur
-       Kualitas hidup. (Rodrigues, 2010)
Indikasi penggunaan NIPPV:
-       Sesak nafas sedang sampai berat dengan penggunaan muskulus respirasi dan abdominal paradoksal
-       Asidosis sedang sampai berat pH < 7,30 – 7,35
-       Frekuensi nafas > 25 kali per menit
NPV tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan obstruksi saluran nafas atas, disamping harus menggunakan perlengkapan  yang tidak sederhana. (Rodrigues, 2010)
Ventilasi mekanik dengan intubasi, pada pasien PPOK dipertimbangkan untuk menggunakan ventilasi mekanik di rumah sakit bila keadaannya :
-       Gagal nafas yang pertama kali
-       Perburukan yang belum lama terjadi dengan penyebab yang jelas dan dapat diperbaiki, misalnya pneumonia
-       Aktivitas sebelumnya tidak terbata. (Rodrigues, 2010)
  
Indikasi penggunaan ventilasi mekanik invasive :
-       Sesak nafas berat dengan penggunaan muskulus respirasi tambahan dan pergerakan abdominal paradoksal
-       Frekuensi nafas > 35 permenit
-       Hipoksemia yang mengancam jiwa (Pao2 < 40 mmHg)
-       Asidosis berat pH < 7,25 dan hiperkapnea (Pao2 < 60 mmHg)
-       Henti nafas
-       Somnolen (gangguan kesadara)
-       Komplikasi kardiovaskular (hipotensi, syok, gagal jantung)
-       Komplikasi lain (gangguan metabolism, sepsis, pneumonia, emboli paru, barotraumas, efusi pleura massif)
-       Telah gagal dalam penggunaan NIPPV. (PDPI, 2003)
Ventilasi mekanik sebaiknya tidak diberikan kepada pasien PPOK dengan kondisi berikut:
-       PPOK derajat berat yang telah mendapat perawatan maksimal sebelumnya
-       Terdapat ko-morbid yang berat, misalnya edema paru, keganasan
-       Aktivitas sebelumnya terbatas meskipun terapi sudah maksimal. (PDPI, 2003)
Komplikasi penggunaan ventilasi mekanik:
-       VAP (ventilator acquired pneumonia)
-       Barotraumas
-       Kesukaran weaning. (PDPI, 2003)
Kesukaran dalam proses weaning dapat diatasi dengan :
-       Keseimbangan antara kebutuhan respirasi dan kapasitas muskulus respirasi
-       Bronchodilator dan obat-obat lain yang adekuat
-       Nutrisi seimbang
-       Dibantu dengan NIPPV. (PDPI, 2003)

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) Part-4


Klasifikasi
            Terdapat ketidaksesuaian antara VEP1 dan gejala penderita, oleh sebab itu perlu diperhatikan kondisi lain. Gejala sesak nafas mungkin tidak dapat diprediksi dengan VEP1. (PDPI,2003)
















Tabel 2.4 Klasifikasi PPOK
Klasifikasi penyakit
Gejala
Spirometri
Ringan

· Tidak ada gejala waktu istirahat atau latihan
· Tidak ada gejala tapi ada gejala saat latihan sedang
· Tidak ada gejala tetapi ada gejala saat latihan/kerja ringan
VEP > 80% prediksi VEP/KEP < 75%

Sedang

·                     Gejala ringan pada istirahat
·                     Gejala sedang saat istirahat
·                     Gejala berat pada istirahat
VEP 30 – 80% prediksi VEP/KEP < 75%

Berat
Tanda-tanda Corpulmonale
VEP1 < 30% prediksi VEP1/KVP < 75%
(PDPI,2003)
2.10 Penatalaksanaan PPOK
2.10.1 Tujuan penatalaksanaan :
1.      Mengurangi gejala
2.      Mencegah eksaserbasi berulang
3.      Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
4.      Meningkatkan kualitas hidup penderita
2.10.2 Penatalaksanaan umum PPOK :
1.      Edukasi
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena PPOK adalah penyakit kronik yang irreversibel dan progresif, inti dari edukasi adalah menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan mencegah kecepatan perburukan fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel, menghindari pencetus dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan dari asma. (PDPI,2003)
Tujuan edukasi pada pasien PPOK: mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan,  melaksanakan pengobatan yang maksimal, mencapai aktivitas optimal, meningkatkan kualitas hidup. Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut secara berulang pada setiap kunjungan, baik bagi penderita sendiri maupun bagi keluarganya. Edukasi dapat diberikan di poliklinik, ruang rawat, bahkan di unit gawat darurat ataupun di ICU dan di rumah. Secara intensif edukasi diberikan di klinik rehabilitasi atau klinik konseling, karena memerlukan waktu yang khusus dan memerlukan alat peraga. Edukasi yang tepat diharapkan dapat mengurangi kecemasan pasien PPOK, memberikan semangat hidup walaupun dengan keterbatasan aktivitas. Penyesuaian aktivitas dan pola hidup merupakan salah satu cara untuk meningkatkan kualitas hidup pasien PPOK. (Rodrigues,2010)
Bahan dan cara pemberian edukasi harus disesuaikan dengan derajat berat penyakit, tingkat pendidikan, lingkungan sosial, kultural dan kondisi ekonomi penderita. Secara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah: pengetahuan dasar tentang PPOK, obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya, cara pencegahan perburukan penyakit, menghindari pencetus (berhenti merokok), penyesuaian aktivitas. Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan ditentukan skala prioritas. (Rodrigues, 2010)
2.      Medikamentosa
  • Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang. Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow release ) atau obat berefek panjang ( long acting ).
Macam-macam bronkodilator:
a.    golongan antikolinergik biasanya digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari ).
b.    Golongan agonis beta – 2, bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
c.    Kombinasi antikolinergik dan agonis beta-2, kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi, karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu penggunaan obat  kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.
d.   Golongan xantin, dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer untuk mengatasi sesak (pelega napas), bentuk suntikan bolus atau drip untuk mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan kadar aminofilin darah.
  • Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi intravena, berfungsi menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau prednison. Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pasca bronkhodilator meningkat > 20% dan minimal 250 mg.
  • Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotic yang digunakan :
-       Lini I : Amoksisilin
-       Lini II : amoxsisilin dan asam klavulanat, sefalosporin, kuinolon, makrolid baru.
Perawatan di rumah sakit :
-       Amoksisilin dan klavulanat
-       Sefalosporin generasi II dan III injeksi
-       Kuinolon per oral ditambah dengan anti pseudomonas
-       Aminoglikosida per injeksi
-       Kuinolon per injeksi
-       Sefalosporin generasi IV per injeksi
  • Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitas hidup digunakan N-asetilsistein (dapat diberikan kepada PPOK dengan eksaserbasi sedang) tidak dianjurkan diberikan secara rutin.
  • Mukolitik
Hanya diberikan kepada pasien PPOK dengan eksaserbasi akutkarena akan mempercepat perbaikaneksaserbasi terutama pada bronchitis kronis dengan sputum yang viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK tetapi tidak dianjurkan untuk diberikan secara rutin.
  • Antitusif