The Pharmacist Room: Menghitung Stok Minimum Obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit atau Apotek

Menghitung Stok Minimum Obat di Instalasi Farmasi Rumah Sakit atau Apotek


FARMASI RUMAH SAKIT


            Farmasi rumah sakit adalah seluruh aspek kefarmasian yang di lakukan di rumah sakit. Sedangakan instalasi farmasi rumah sakit (IFRS) adalah suatu bagian/ unit/ divisi atau fasilitas dari rumah sakit, tempat penyelenggaraan semua kegiatan kefarmasian untuk keperluan di rumah sakit itu sendiri (JP Siregar, 2004).

            Tugas utama dari IFRS adalah pengelolaan, pengadaan, penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayanan langsung kepada penderita dan pengendalian semua perbekalan farmasi yang digunakan dalam rumah sakit (JP Siregar, 2004).

Lingkup dari IFRS adalah:

  1. Fungsi non klinik (manajerial): meliputi perencanaan, penetapan spesifikasi pemasok, pengadaan, produksi, penyimpanan, pengemasan dan pengemasan kembali, distribusi dan pengendalian semua perbekalan farmasi yang digunakan di rumah sakit
  2. Fungsi klinik: fungsi yang memerlukan interaksi langsung dengan profesi kesehatan lain, meliputi:
    • Pemantauan terapi obat (PTO)
    • Evaluasi penggunaan obat
    • Penanganan bahan sitotoksik
    • Pelayanan di unit perawatan kritis
    •  

    • Pemeliharaan formularium
  • Penelitian
  • Sentra informasi obat
  • Pengendalian infeksi nosokomial
  • Pemantauan dan pelaporan reaksi obat merugikan (ROM), (=ADR: adverse drug reaction)
  • Sistem formularium, panitia farmasi dan terapi
  • Sistem pemantauan kesalahan obat
  • Bulletin terapi obat
  • Program edukasi “in service” bagi apoteker, dokter dan perawat
  • Investigasi obat unit gawat darurat (JP Siregar, 2004)
  1. PENGENDALIAN PERSEDIAAN DAN PENGELOLAAN BARANG

Dalam melaksanakan fungsi manajemen yang berkualitas maka Instalasi Farmasi Rumah Sakit harus menyusun sistem pengendalian persediaan dan pengelolaan barang (obat) secara optimal. Persediaan merupakan harta yang besar jumlahnya, yang diinvestasikan sehingga harus dikelola dengan benar. Pengendalian persediaan yang efektif adalah dengan mengoptimalkan dua tujuan:

  • Memperkecil total investasi pada persediaan
  • Menjual berbagai produk yang benar untuk memenuhi kebutuhan pasien

Tujuan utama pengendallian persediaan:

  • Melindungi dari kerugian
  • Membuat sistem pengadaan atau manufaktur
  • Meminimalkan waktu tunggu
  • Meningkatkan efisiensi transportasi
  • Mengantisipasi fluktuasi permintaan (JP Siregar, 2004)

Secara garis besar agar terkelola dengan baik dapat digunakan siklus manajemen: seleksi, perencanaan dan pengadaan, distribusi dan pemakaian.

Seleksi adalah menetapkan jenis dan jumlah obat sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan dasar termasuk program kesehatan yang ditetapkan. Dalam kegiatan ini yang bertanggung jawab adalah PFT (Panitia Farmasi dan Terapi) untuk mengidentufikasikan pemilihan terapi, bentuk dan dosis, prioritas obat esensial, menentukan dan memperbaharui standar pengobatan (JP Siregar, 2004).

            Kriteria seleksi obat:

  • Mempunyai rasio manfaat-resiko yang paling menguntungkan penderita
  • Mutu terjamin, termasuk stabilitas dan bioavailabilitas
  • Praktis dalam penyimpanan
  • Praktis dalam penggunaan dan penyerahan
  • Menguntungkan dalam hal kepatuhan dan penerimaan oleh penderita
  • Mempunyai rasio manfaat-biaya yang tertinggi berdasarkan biaya langsung dan tak langsung

Bila terdapat lebih dari satu pilihan yang memiliki efek terapi serupa, pilihan dijatuhkan pada:

  • Obat yang sifatnya paling banyak diketahui berdasarkan data ilmiah
  • Obat yang sifatnya farmakokinetik yang diketahui paling menguntungkan
  • Obat stabilitasnya lebih baik
  • Mudah diperoleh dan sudah dikenal (JP Siregar, 2004).

 

Perencanaan meliputi proses pemilihan jenis dan harga perbekalan farmasi dalam rangka pengadaan. Perencanaan bertujuan untuk :

  • Mendapatkan jenis dan jumlah sesuai kebutuhan dan anggaran (efisiensi keuangan).
  • Menghindari kekurangan dan kelebihan obat.
  • Meningkatkan efektivitas penyimpanan (JP Siregar, 2004).

Metode perencanaan yang biasa digunakan meliputi: metode epidemiologi, metode konsumsi ataupun kombinasi dari keduanya dengan disesuaikan dengan anggaran yang tersedia. Penentuan prioritas obat yang direncanakan berdasarkan:

  • Metode VEN (Vital, Essensial dan Non Essensial)
  • Sistem ABC (Pareto)
  • PUT (Prioritas, Utama, Tambahan) (JP Siregar, 2004).

Pengadaan merupakan proses dalam merealisasikan perencanaan. Prinsip yang digunakan dalam melakukan pengadaan adalah pembelian yang tepat dalam jumlah yang benar dan dengan cara pembelian yang menguntungkan. Tahap-tahap yang perlu dilakukan dalam siklus pengadaan obat:

  • Meninjau jenis obat yang akan dipesan
  • Menentukan jumlah masing-masing obat
  • Meninjau anggaran yang ada kemudian disesuaikan
  • Memilih metode yang paling cocok
  • Memilih supplier yang cocok
  • Membuat surat perjanjian kontrak atau surat pesanan
  • Checking
  • Penerimaan dan pengecekan barang
  • Pembayaran
  • Distribusi obat
  • Pengumpulan data penggunaan obat (JP Siregar, 2004).

Pola kebijakan pengadaan yang sebaiknya dilakukan meliputi:

  1. Dalam jumlah waktu “order lead time” sejumlah minimum persediaan harus ada pada stok (stok minimun persediaan harus ada)
  2. Safety stock dapat digunakan untuk mengurangi biaya yang harus timbul akibat kehabisan stok.
  3. Low average inventory atau rata-rata penyimpanan sediaan yang rendah namun masih dalam batas aman, bisa mengurangi biaya yang hilang akibat penimbunan atau modal mati akibat stok yang berlebihan.
  4. Barang yang bergerak cepat harus dipesan dalam jumlah besar dalam frekuensi yang jarang, sebaliknya barang yang bergerak lambat harus dipesan dalam jumlah kecil pada frekuensi sesuai dengan penggunaan. Pola ini akan mengurangi biaya pengadaan.                         (JP Siregar, 2004).

Agar pelaksanaan pengadaan terus terkontrol dengan baik, maka perlu dilakukan pengendalian pengadaan (Inventory Control) secara rutin. Hal ini bisa dilakukan dengan :

  • Menghitung penggunaan tiap jenis obat dalam periode yang lalu
  • Koreksi terhadap kehilangan
  • Koreksi terhadap stock out (kekurangan stok)
  • Koreksi terhadap safety stock
  • Pertimbangan lead time
  • Koreksi terhadap sisa stok yang ada (JP Siregar, 2004).

Distribusi obat atau penyaluran obat di RS juga bisa mempengaruhi dalam hal pengendalian persediaan, jadi dalam distribusi ada 3 aturan penting yang harus dipenuhi yaitu: keamanan, keutuhan dan kecepatan.(Anonim, 1997)

Kebijakan manajemen tentang jumlah material yang harus ada dalam jangka waktu tertentu harus diterjemahkan sebagai pengendalian terus-menerus untuk memperoleh hasil yang optimal. Jumlah material harus tidak terlalu besar karena jumlah yang terlalu berlebihan tentunya dapat merugikan karena kadaluarsa. Penjadwalan penerimaan serta proses penggunaan material tersebut harus lancar. Faktor biaya juga harus menjadi perhatian, stok yang terlalu besar atau kecil dapat meningkatkan biaya yang tidak diinginkan, sehingga suatu keadaan seimbang harus terpelihara setiap waktu. Dalam proses pengendalian, diperlukan adanya dokumentasi ataupun pencatatan jumlah dan jenis obat yang ada, agar jumlah barang yang ada bisa terus dipantau dengan baik. Pencatatan stok yang tepat dan akurat sangat penting dalam mewujudkan pengelolaan obat yang baik. Pencatatan tersebut merupakan sumber data yang bisa digunakan untuk memperhitungkan kebutuhan. Pencatatan yang kurang baik akan menghasilkan perhitungan yang tidak tepat yang bisa menyebabkan stok kurang maupun stok kadaluarsa. .(Anonim, 1997)

Alasan yang utama melakukan pengelolaan sistem pengadaan obat adalah untuk memastikan ketersediaan tiap obat setiap waktu. Hal yang perlu diperhatikan dalam manajemen pengendalian persediaan adalah tingkat pelayanan dan safety stocks. Yang dimaksud dengan tingkat pelayanan adalah ukuran penyediaan barang dari gudang, dalam hal ini safety stocks merupakan faktor yang penting. Semakin tinggi tingkat safety stock di gudang maka dapat dikatakan bahwa tingkat pelayanannya semakin bagus. Namun semakin tinggi safety stocks maka akan terjadi peningkatkan biaya penyimpanan. Metode dasar dalam menentukan safety stocks adalah dengan mengalikan waktu tunggu (lead time) dengan rata-rata penggunaan obat selama 1 bulan, namun penyesuaian perlu dilakukan untuk menanggulangi variasi penggunaan obat dan pola lead time yang kadang berubah-ubah. .(Anonim, 1997)

Sistem pengendalian persediaan yang ideal dapat diwujudkan ketika pergerakan stok obat terjadi secara optimal, dimana level penyimpanan diperkecil, konsumsi atau penggunaan obat lancar dan pengiriman obat oleh supplier tepat waktu. Namun hal ini sangat jarang ditemukan. Untuk mewujudkan hal itu perlu dilakukan perhitungan terhadap jumlah barang yang akan dipesan. Perhitungan yang digunakan cukup sederhana yaitu stok minimum-maksimum yang berdasarkan penggunaan barang. Dalam hal ini perlu diperhatikan beberapa hal antara lain:

  1. Average Monthly Consumption (rata-rata penggunaan barang dalam sebulan)
  2. Supplier Lead Time (waktu menunggu kiriman barang dari supplier)
  3. Safety Stocks (stok yang harus ada untuk mencegah kekurangan stok/stocks out)
  4. Reorder Level/ Minimum Stocks Level (tingkat persediaan minimal dimana pada saat stok mencapai nilai ini maka harus diadakan pemesanan stok kembali)
  5. Maximum Stocks Level (stok yang perlu disediakan untuk memenuhi permintaan sampai periode pemesanan berikutnya). .(Anonim, 1997)

Walaupun perhitungan sudah dilakukan, namun perlu juga dilakukan penyesuaian pemesanan barang untuk menghadapi permintaan obat musiman, perubahan yang tidak diharapkan dalam penggunaan obat ataupun perubahan harga obat, dan kemampuan dalam menyimpan persediaan obat. .(Anonim, 1997)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

 

            Perhitungan persediaan maksimal dan persediaan minimal didasarkan pada jumlah penggunaan obat rata-rata atau dikenal dengan metode “ The Average Monthly Consumption (AMC) “. Dalam tugas ini digunakan data persediaan rata-rata tiap bulan Instalasi Farmasi Rumah Sakit Kanker “Dharmais” berdasarkan data penggunaan obat dalam empat bulan terakhir.

Average Monthly Consumption      =          Jumlah obat yang terjual dalam 4 bulan

                                                                                                      4

Kemudian jumlah rata-rata penggunaan obat tiap bulan dikonversikan menjadi rata-rata penggunaan obat  untuk tiap 2 minggu  (The Average of Two Week Consumption).

Average of Two Week Consumption          =          Average Monthly Consumption

                                                                                                            2

Setelah mendapatkan jumlah rata-rata penggunaan obat dalam 2 minggu (14 hari), maka dihitung safety  stock. Perhitungan tersebut berdasarkan waktu safety stock yaitu 3 hari yaitu:

Safety stock  =   3/14    x   Average of Two Week Consumption

                      =   0,214   x   Average of Two Week Consumption

Setelah mendapatkan jumlah safety stock dicari buffer stock/minimal stock level dari waktu safety stock (3 hari) ditambah lead time atau waktu barang datang setelah pemesanan (2 hari) dibagi 14 hari kemudian di kalikan pemakaian rata-rata obat tersebut selama 2 minggu, yaitu:

Buffer Stock/Minimal Stock Level =   5/14     x   Average of Two Week Consumption

                                                           =    0,357  x   Average of Two Week Consumption

Untuk Maximum Stock Level , perhitungannya berdasarkan minimum stock level ditambah order interval stock dalam kurun waktu tertentu. Order interval stock adalah jarak dalam waktu pemesanan yaitu 14 hari, Maximum Stock Level = Tingkat Persediaan Maksimal

Maximum Stock Level = Tingkat Persediaan Maksimal

                                      =      19/14  x   Average of Two Week Consumption

                                      =     1,357   x   Average of Two Week Consumption

Kemudian data stok minimum dan maksimum yang telah diperoleh ditulis pada kartu stok, sehingga bisa digunakan oleh personil gudang untuk melakukan perencanaan dan pengadaan barang.

 

PEMBAHASAN

 

            Tugas ini disusun untuk menghitung stok minimum dan stok maksimum yang bisa digunakan untuk merancang sistem pengadaan obat di sebuah instalasi farmasi. Stok minimum bisa dihitung dengan menggunakan data rata-rata penggunaan obat selama 2 minggu dikalikan dengan lead time dan safety stock. Stok maksimum dihitung berdasarkan stok  minimum   ditambah order interval stock dalam kurun waktu tertentu.

            Dengan data-data tersebut maka bisa ditentukan bahwa pada saat suatu obat mencapai nilai stok minimum, maka harus dilakukan pemesanan agar tidak terjadi kekurangan obat. Nilai stok maksimum merupakan batas terbesar sejumlah obat harus dipesan, jika pemesanan obat melebihi stok maksimum maka bisa terjadi kelebihan stok, atau stok mati. Selain stok minimum dan maksimum, dihitung juga nilai safety stock dimana safety stok merupakan stok yang harusnya masih ada sebagai cadangan pada saat menunggu obat datang pada saat memesan, sehingga tidak terjadi kekosongan obat

12

            Metode ini diharapkan bisa digunakan sebagai acuan dalam hal pengadaan barang secara terjadwal. Dengan adanya perhitungan stok minimum dan maksimum maka kita bisa memperkirakan kapan waktunya untuk memesan dan berapa jumlah maksimum obat yang harus dipesan. Data-data ini harus secara terus-menerus diperbaharui, karena kemungkinan pola konsumsi dan lead time akan selalu berubah untuk masing-masing jenis obat. Jika perhitungan dilakukan secara manual maka diperlukan waktu dan tenaga khusus yang menangani hal ini, sehingga yang paling praktis dan mudah adalah menggunakan software komputer yang bisa secara otomatis memperbarui jumlah stok minimum dan maksimum obat. Penggolongan jenis obat pada sistem komputer gudang yang digunakan di Instalasi Farmasi RSKD, juga harus diperbaharui karena masih banyak ditemukan item –item obat yang tidak sesuai dengan jenis penggolongan obat.

            Instalasi Farmasi Rumah Sakit Kanker “Dharmais” saat ini sedang membenahi sistem pengadaan dengan menggunakan stok minimal dan stok maksimal yang ada di gudang farmasi sebagai upaya agar pengadaan obat sesuai dengan kebutuhan, sehingga  kebutuhan obat akan terpenuhi, sesuai dengan kebutuhan Rumah Sakit Kanker “Dharmais” dan diharapkan dengan sistem ini akan meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit Kanker “Dharmais” dalam pelayanan obat.


 

  1. KESIMPULAN
    1. Sistem pengendalian persediaan bisa dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya dengan menghitung stok minimum dan maksimum yang digunakan sebagai acuan dalam melakukan pengadaan..
    2. Stok minimum dan maksimum harus diperhitungkan untuk setiap item obat, karena pola konsumsi untuk beberapa jenis obat memang berbeda-beda.
    3. Dengan sistem ini maka bisa diketahui gambaran pemakaian obat yang secara langsung mempengaruhi pengadaan obat yang ada.
  2. SARAN
    1. Diperlukan perbaikan terhadap penggolongan jenis obat dalam sistem komputer yang ada di gudang, agar memudahkan dalam melakukan pengamatan penggunaan obat.
    2. Perlu adanya sistem komputerisasi dalam melakukan review terhadap jenis obat agar pelayanannya bisa lebih baik.
    3. Perhitungan yang dilakukan harus terus diperbaharui agar bisa menjamin ketepatan pelayanan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

       
     
 
14
 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Anonim, 2006, Bahan Kuliah Farmasi Rumah Sakit I,  Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta.

 

Anonim, 2006, Bahan Kuliah Farmasi Rumah Sakit II,  Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan, Yogyakarta.

 

Siregar, Charles J.P. dan Amalia, Lia, 2003, Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan, EGC, Jakarta.

 

Wolff, James A., 1997, Managing Drug Supply, Kumarian press, United States of America.

 

No comments:

Post a Comment