1.
Terapi oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan
berkepanjangan yang menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi
oksigen merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi
seluler dan mencegah kerusakan sel baik di otot maupun organ – organ lainnya.
Manfaat oksigen: mengurangi sesak, memperbaiki aktivitas, mengurangi hipertensi
pulmonal, mengurangi vasokonstriksi, mengurangi hematokrit, memperbaiki fungsi
neuropsikiatri, meningkatkan kualitas hidup.Indikasi :
- PaO2
< 60 mmHg atau sat O2 < 90%
- PaO2
diantara 55-59 mmHg atau sat O2 > 89% disertai cor pulmonale,
perubahan P pulmonal, Ht > 55% dan tanda gagal jantung kanan, sleep apnea, penyakit paru lain.
Macam
terapi oksigen :
- Pemberian
oksigen jangka panjang
- Pemberian
oksigen saat aktivitas
- Pemberian
oksigen saat timbul sesak mendadak
- Pemberian
oksigen secara intensif pada waktu gagal nafas
Terapi okssigen dapat dilakssanakan di rumah maupun
dirumah sakit. Terapi oksigen dirumah diberikan kepada pasien PPOK stabil
derajad berat dengan gagal nafas kronik. Sedangkan di rumah sakit oksigen
diberikan kepada penderita PPOK eksaserbasi akut di ICU, ruang rawat maupun di
unit gawat darurat. Pemberian oksigen untuk penderita PPOK yang dirawat di rumah
dibedakan: pemberian oksigen jangka panjang, pemberian oksigaen waktu
aktivitas, pemberian oksigen saat timbul sesak mendadak. (Ganong, 2007)
Terapi oksigen jangka panjang yang diberikan di
rumah pada keadaan stabil terutama bila tidur atau sedang aktivitas, lama
pemberian 15 jam setiap hari, pemberian oksigen dengan nasal kanul 1 - 2 L/mnt.
Terapi oksigen pada waktu tidur bertujuan mencegah hipoksemia yang sering
terjadi bila penderita tidur. Terapi oksigen pada waktu aktivitas bertujuan
menghilangkan sesak napas dan meningkatkan kemampuan aktivitas.. Sebagai
parameter digunakan analisis gas darah atau pulse oksimetri. Pemberian oksigen
harus mencapai saturasi oksigen di atas 90%. (Ganong, 2007)
Alat bantu pemberian oksigen: nasal kanul, sungkup
venture, Sungkup rebreathing, Sungkup
non-rebreathing. Pemilihan alat bantu ini disesuaikan dengan
tujuan terapi oksigen dan kondisi analisa gas darah pada waktu tersebut. (Ganong,
2007)
2.
Ventilasi mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada
eksaserbasi dengan gagal napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik
atau pada pasien PPOK derajat berat dengan napas kronik. Ventilasi mekanik
dapat digunakan di rumah sakit di ruang ICU atau di rumah. Ventilasi mekanik
dilakukan dengan cara: ventilasi mekanik dengan intubasi, ventilasi mekanik
tanpa intubasi. (Rodrigues, 2010)
Ventilasi mekanik tanpa intubasi digunakan pada PPOK
dengan gagal napas kronik dan dapat digunakan selama di rumah. Bentuk ventilasi
mekanik tanpa intubasi adalah Nonivasive Intermitten Positif Pressure (NIPPV)
atau Negative Pressure Ventilation (NPV). NIPPV dapat diberikan dengan
tipe ventilasi :
- Volume control
- Pressure control
- Bi-level positive airway pressure
- Continous positive airway pressure.
(Rodrigues Robero, 2010)
NIPPV
bila digunakan bersamaan dengan terapi oksigen terus menerus (Long Term Oxygen Therapy) akan
memberikan perbaikan yang signifikan pada :
- Analisa
gas darah
- Kualitas
dan kuantitas tidur
- Kualitas
hidup. (Rodrigues, 2010)
Indikasi
penggunaan NIPPV:
- Sesak
nafas sedang sampai berat dengan penggunaan muskulus respirasi dan abdominal
paradoksal
- Asidosis
sedang sampai berat pH < 7,30 – 7,35
- Frekuensi
nafas > 25 kali per menit
NPV
tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan obstruksi saluran nafas atas,
disamping harus menggunakan perlengkapan
yang tidak sederhana. (Rodrigues, 2010)
Ventilasi mekanik dengan intubasi, pada pasien
PPOK dipertimbangkan untuk menggunakan ventilasi mekanik di rumah sakit bila
keadaannya :
- Gagal
nafas yang pertama kali
- Perburukan
yang belum lama terjadi dengan penyebab yang jelas dan dapat diperbaiki,
misalnya pneumonia
- Aktivitas
sebelumnya tidak terbata. (Rodrigues, 2010)
Indikasi
penggunaan ventilasi mekanik invasive :
- Sesak
nafas berat dengan penggunaan muskulus respirasi tambahan dan pergerakan abdominal
paradoksal
- Frekuensi
nafas > 35 permenit
- Hipoksemia
yang mengancam jiwa (Pao2 < 40 mmHg)
- Asidosis
berat pH < 7,25 dan hiperkapnea (Pao2 < 60 mmHg)
- Henti
nafas
- Somnolen
(gangguan kesadara)
- Komplikasi
kardiovaskular (hipotensi, syok, gagal jantung)
- Komplikasi
lain (gangguan metabolism, sepsis, pneumonia, emboli paru, barotraumas, efusi
pleura massif)
- Telah
gagal dalam penggunaan NIPPV. (PDPI, 2003)
Ventilasi mekanik sebaiknya tidak diberikan kepada
pasien PPOK dengan kondisi berikut:
- PPOK
derajat berat yang telah mendapat perawatan maksimal sebelumnya
- Terdapat
ko-morbid yang berat, misalnya edema paru, keganasan
- Aktivitas
sebelumnya terbatas meskipun terapi sudah maksimal. (PDPI, 2003)
Komplikasi
penggunaan ventilasi mekanik:
- VAP
(ventilator acquired pneumonia)
- Barotraumas
- Kesukaran
weaning. (PDPI, 2003)
Kesukaran
dalam proses weaning dapat diatasi
dengan :
- Keseimbangan
antara kebutuhan respirasi dan kapasitas muskulus respirasi
- Bronchodilator
dan obat-obat lain yang adekuat
- Nutrisi
seimbang
- Dibantu
dengan NIPPV. (PDPI, 2003)
No comments:
Post a Comment