The Pharmacist Room

Formulasi cream Teh dan Manfaatnya Part-3


1.3.1.      Formulasi Basis
Pada penelitian ini menggunakan basis vanishing cream  untuk digunakan dalam formulasi sediaan kosmetika ekstrak Camellia Sinensis L.
Komposisi basis vanishing cream modifikasi dari Ditter, 1970 :

Bahan                                                  %b/b
            Asam stearat                                       15
            Malam putih                                        2
            Vaselin putih                                       8
            Trietanolamin                                      1,5
            Nipagin                                               0,25
            Nipasol                                                0,125
            Aquadest                                 ad        100

2.1.Tinjauan Bahan Penelitian
2.4.1.      Kombinasi TEA dan Asam Stearat
1. Asam stearat (Rowe et al, 2009)
Sinonim                 :  Acid cetylacetic; Crodacid; E570; Edernol
Rumus molekul     :  C18H36O2
Berat molekul        :   284,47
Pemerian               : Kristal padat warna putih atau sedikit kekuningan,   mengkilap, sedikit berbau dan berasa seperti lemak.
Kelarutan              : Sangat larut dalam benzen, CCl4, kloroform, dan eter; larut dalam etanol (95%), heksan dan propilen glikol; praktis tidak larut dalam air.
Suhu lebur             : ≥ 54­­oC
Inkompatibilitas    : Dengan logam hidroksi, obat naproxen dan bahan pengoksidasi.
Penggunaan           : Bahan pembentuk emulsi.
            Asam stearat dalam sediaan topikal digunakan sebagai pembentuk emulsi dengan konsentrasi kadar 1 – 20%. Sebagian dari asam stearat dinetralkan dengan alkalis atau TEA untuk memberikan tekstur krim yang elastik.
2.      Trietanolamin (Rowe et al, 2009)
Sinonim                       : TEA; triethylolamin; rihydroxytriethylamine; tris(hydroxyethyl)amine; trolaminum.
Rumus molekul           :  C6H15NO3
            Berat molekul              :   149,19
Pemerian                     : cairan kental, tidak berwarna, bau lemah mirip amoniak, sangat higroskopis.
Kelarutan                    : dapat bercampur dengan air, alkohol, gliserin; larut dalam gliserin.
pH                               : 10,5
Penggunaan                 : dalam formulasi terutama digunakan sebagai bahan pembentuk emulsi. Kegunaan lain yaitu sebagai buffer, pelarut, humektan dan polimer plasticizer.
Bila dicampur dalam proporsi yang seimbang dengan asam lemak seperti asam stearat atau asam oleat akan membentuk sabun anionik yang berguna sebagai bahan pengemulsi yang menghasilkan emulsi tipe o/w dengan pH 8.
2.4.2.      Tinjauan Bahan Tambahan Lain
1.      Malam putih (Rowe et al, 2009)
            Sinonim                       : white beeswx
Pemerian                     : tidak berasa, serpihan putih dan sedikit tembus cahaya.
Kelarutan                    : larut dalam kloroform, eter, minyak menguap; sedikit larut dalam etanol (95%); praktis tidak larut dalam air.
Suhu lebur                   : 61 - 65oC
Inkompatibilitas          : dengan bahan pengoksidasi.
Penggunaan                 : bahan penstabil emulsi, bahan pengeras.
            Pada sediaan cream dan ointments digunakan untuk meningkatkan konsistensi dan menstabilkan emulsi air dalam minyak.
  1.  Vaselin putih (Rowe et al, 2009)
            Sinonim                       : white petrolatum; white petroleum jelly.
Pemerian                     : berwarna putih, tembus cahaya, tidak berbau dan tidak berasa.
Kelarutan                    : praktis tidak larut dalam aseton, etanol, gliserin dan air; larut dalam benzene, kloroform, eter, heksan dan minyak menguap.
Penggunaan                 : emolien cream, topikal emulsi, topikal ointments dengan konsentrasi antara 10-30%.
  1. Nipagin (Rowe et al, 2009)
Sinonim                       : asam 4-hidroksibenzoat metal ester, metal p-hidroksibenzoat, metal parahidroksibenzoat, metal paraben.
            Rumus molekul           :  C8H8O3
            Berat molekul              :  152,15
Pemerian                     : Kristal tidak berwarna atau kristal serbuk kristal putih, tidak berbau atau hampir tidak berbau dan sedikit rasa membakar.
Kelarutan                    : pada suhu 25oC larut dalam 2 bagian etanol, 3 bagian etanol (95%), 6 bagian etanol (50%), 200 bagian etanol (10%), 10 bagian eter, 60 bagian gliserin, 2 bagian metanol, praktis tidak larut dalam minyak mineral, larut dalam 200 bagian minyak kacang, 5 bagian propilen glikol, 400 bagian air (25oC), 50 bagian air (50oC) dan 30 bagian air (80oC).
Penggunaan                 : digunakan sebagai pengawet antimikroba sediaan kosmetik, sendiri atau kombinasi dengan paraben atau pengawet yang lain. Efektifitas sebagai pengawet dapat ditingkatkan dengan penambahan 2 – 5% propilen glikol, feniletil alkohol atau EDTA. Efek sinergis sebagai pengawet terjadi pada penggunaan metilparaben dengan paraben lain. Kadar metilparaben untuk sediaan topikal sebesar 0,02 – 0,3%.
Stabilitas                     : larutan pada pH 3 – 6 stabil (dekomposisi kurang dari 10%) selama 4 tahun penyimpanan pada suhu ruang. Larutan pH 8 atau lebih mengalami hidrolisis (dekomposisi terjadi lebih dari 10%) setelah penyimpanan selama 60 hari pada suhu ruang.
Inkompatibilitas          : aktivitas antimikroba berkurang dengan kehadiran surfaktan nonionik seperti polisorbat 80 karena miselisasi. Penambahan 10% propilen glikol menunjukkan efek potensiasi dan mencegah interaksi antara paraben dengan polisorbat 80. Inkompatibel dengan bentonit, magnesium trisiklat, talk, tragakan, sodium alginat, minyak esensial, sorbitol dan atropin; diabsorbsi oleh plastik tergantung pada jenis plastik dan pembawa yang digunakan, botol polietilen tidak mengabsorbsi metilparaben; mengalami perubahan warna akibat hidrolisis dengan adanya besi, alkali lemah atau asam kuat.

  1.  Nipasol (Rowe et al, 2009)
Sinonim                       : 4-hydroxybenzoic acid propyl ester; propagin; propyl paraben; propyl p-hydoxybenzoate.
            Rumus molekul           :  C10H12O3
            Berat molekul              :   180,20
Pemerian                     : Kristal putih, tidak berbau dan tidak berasa.
Kelarutan                    : larut dalam aseton, eter, 1,1 bagian etanol, 5,6 bagian etanol (50%), 250 bagian gliserin, 3330 bagian mineral oil, 70 bagian minyak kacang, 3,9 bagian propilen glikol, 110 bagian propilen glikol (50%), 4350 bagian air (15oC), 2500 bagian air, 225 bagian air (80oC).
Penggunaan                 : digunakan sebagai pengawet antimikroba sediaan kosmetik, sendiri atau kombinasi dengan paraben atau pengawet yang lain. Kadar metilparaben untuk sediaan topical sebesar 0,01 – 0,6%.
Stabilitas                     : aktivitas mikroba berkurang dengan kehadiran surfaktan nonionik seperti polisorbat 80 karena miselisasi. Inkompatibel dengan bentonit, magnesium trisilikat, talk, tragakan, sodium alginate, minyak essensial, sorbitol dan atropin; diabsorbsi oleh plastik tergantung pada jenis plastik dan pembawa yang digunakan, botol polietilen tidak mengabsorbsi metilparaben; mengalami perubahan warna akibat hidrolisis dengan adanya besi, alkali lemah atau asam kuat.
2.5.Tinjauan tentang Evaluasi Sediaan Farmasi
Evaluasi sediaan dilakukan untuk mengetahui apakah sediaan yang telah dibuat sesuai dengan kriteria yang diinginkan dan mencapai hasil yang maksimal. Evaluasi untuk sediaan dermatologi termasuk kosmetika terdiri dari stabilitas bahan aktif, stabilitas bahan tambahan, organoleptis (warna, bau, dan tekstur), homogenitas, distribusi ukuran partikel fase terdispersi, pH, pelepasan atau bioavaibilitas, viskositas (Barry, 1983).
Evaluasi suatu sediaan farmasi dapat dilakukan terhadap karakteristik fisik maupun efektifitasnya.
2.5.1. Karakteristik Fisik Sediaan
Karakteristik fisik sediaan meliputi :
1.      Tipe emulsi
2.      Organoleptis
3.      Penetapan pH
4.      Viskositas
5.      Penentuan daya sebar
6.      Aseptabilitas


Formulasi cream Teh dan Manfaatnya Part-2


2.1.Tinjauan Cream
Cream adalah bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Secara tradisional telah digunakan untuk sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi relatif cair diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak dan minyak dalam air. Yang dapat dicuci dengan air dan lebih ditujukan untuk penggunaan kosmetika dan estetika (DepKes RI, 1995).
            Cream merupakan sistem emulsi sediaan semipadat dengan penampilan tidak jernih. Cream merupakan bentuk sediaan yang paling banyak digunakan untuk pemakaian eksternal (sediaan topikal) karena sediaan ini memiliki kelebihan yaitu (Lachman, 1994) :
a.       Tidak memberi kesan lengket di kulit.
b.      Pemakaian nyaman, mudah menyebar pada permukaan kulit dan mudah dioleskan.
c.       Tidak mengiritasi kulit.
d.      Memberi efek dingin.
e.       Mudah tercucikan dengan air, sehingga mudah dihilangkan dari tempat pemakaian.
Berdasarkan tipe emulsi, cream dibedakan menjadi dua yaitu (Lachman, 1994)
a.       Basis cream tipe minyak dalam air (o/w)
Basis cream tipe ini fase luarnya adalah air dan fase minyak sebagai fase dalam yang terdispersi dalam fase air dengan bantuan suatu emulgator. Cream ini paling banyak digunakan karena memiliki beberapa keuntungan antara lain :
1.      Dapat memberikan efek obat yang lebih cepat daripada dasar salep minyak.
2.      Pada penggunaan tidak tampak atau tidak berbekas.
3.      Dapat diencerkan oleh air.
4.      Mudah dicucikan oleh air.
Namun pada tipe cream minyak dalam air ini juga terdapat kekurangan antara lain :
1.      Tidak oklusif dan cepat kering, karena fase luarnya terdiri dari  air sehingga mudah menguap.
2.      Adanya fase air dalam jumlah yang cukup besar mengakibatkan cream ini peka terhadap kontaminasi mikroba, sehingga memerlukan pengawet yang efektif.



b.      Basis cream tipe air dalam minyak (o/w)
Basis cream tipe ini terdiri dari minyak sebagai fase luar, sedangkan air sebagai fase dalam. Fase air terdispersi dalam fase minyak dengan bantuan suatu emulgator.
Basis cream ini lebih mudah terdispersi, dapat memberi efek oklusif dan hangat pada kulit meskipun sedikit, karena setelah fase air menguap pada kulit tertinggal suatu lapisan film dari lemak, dapat memberikan efek kerja obat yang lebih lama karena dapat lebih lama tinggal di kulit dan tidak cepat mengering.
Kelemahan dari basis ini adalah kurang lengket dan sulit tercucikan dengan air sehingga sulit dihilangkan dari tempat pemakaian.
2.3.1.      Faktor Penentu Pemilihan Basis Cream
Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan basis cream antara lain basis tidak menimbulkan iritasi, bahan aktif harus stabil dalam basis yang digunakan, sebaiknya mendekati pH kulit yaitu antara 4 – 6,8 (Barry, 1983) dan bahan aktif dapat lepas dari basis. Jika bahan aktif tidak larut maka harus mempunyai ukuran yang kecil dan merata dalam basis, mudah digunakan, mudah dihilangkan dari kulit bila sudah tidak dikehendaki (Arthur, 1980).
2.3.2.      Vanishing Cream
Vanishing cream adalah basis yang dapat dicuci dengan air yaitu emulsi minyak dalam air. Diberi istilah demikian, karena waktu cream ini digunakan dan digosokkan pada kulit, hanya sedikit atau tidak terlihat. Hilangnya cream ini dari kulit dipermudah oleh emulsi minyak dalam air yang terkandung didalamnya. Basis yang dapat dicuci dengan air akan membentuk suatu lapisan tipis yang semipermeabel, setelah air menguap pada tempat yang digunakan (Lachman, 1994).

Fisiologi Kulit dan Fungsi Kulit


2.1.Tinjauan Kulit
2.2.1.      Anatomi dan Fisiologi Kulit
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar (Wasitaatmadja, 2007). Suatu shell yang fleksibel, mudah melentur, protektif. Shell mengandung sistem sirkulasi dan sistem evaporasi untuk menstabilkan temperatur dan tekanan badan, sistem melemas sendiri dan merupakan alat untuk mendeteksi stimuli dari luar (Anief, 1997).
            Luas kulit orang dewasa 1,5 m2 dengan berat kira-kira 15% berat badan. Kulit merupakan organ yang esensial dan vital. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitif, bervariasi pada keadaan iklim,umur, seks, ras dan bergantung juga pada lokasi tubuh (Wasitaatmadja, 2007).
            Kulit tersusun oleh banyak macam jaringan, termasuk pembuluh darah, kelenjar lemak, kelenjar keringat, organ pembuluh perasa dan urat syarat, jaringan pengikat, otot polos dan lemak (Anief, 1997).
            Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu :

A.    Lapisan epidermis (Wasitaatmadja, 2007)
Epidermis, sebagai sawar dasar dari kulit terhadap kehilangan air, elektrolit dan nutrisi dari badan dan sawar dasar terhadap penetrasi air dan substansi asing dari luar badan. Epidermis merupakan lapisan kulit luar, dapat dibagi menjadi 5 bagian (Wasitaatmadja, 2007) yaitu  stratum corneum (lapisan tanduk), stratum lucidum (daerah sawar), stratum granulosum (lapisan keratohialin), stratum spinosum (lapisan seperti duri) dan stratum basale.
a.      Stratum corneum
Lapisan kulit yang paling luar dan terdiri atas beberapa lapis sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin (zat tanduk).
b.      Stratum lusidum
Terdapat langsung di bawah lapisan corneum, merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut eleidin.
c.       Stratum granulosum
Merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng dengan sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti diantaranya. Butir-butir kasar ini terdiri atas keratohialin.
d.      Stratum spinosum (stratum Malphigi)
Terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal yang besarnya berbeda-beda karena adanya proses mitosis. Sel-sel stratum spinosum mengandung banyak glikogen.
e.       Stratum basale
Lapisan ini merupakan lapisan epidermis yang paling bawah, terdiri atas dua jenis sel, yaitu sel-sel yang berbentuk kolumnar dan sel-sel pembentuk melanin (melanosit) atau clear cell merupakan sel-sel berwarna muda.
B.     Lapisan dermis (Wasitaatmadja, 2007)
Lapisan di bawah epidermis yang jauh lebih tebal daripada epidermis. Lapisan ini terdiri atas lapisan elastik dan fibrosa padat dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut. Secara garis besar dibagi menjadi dua bagian yakni :
a.       Pars papilare, yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah.
b.      Pars retikulare, yaitu bagian di bawahnya yang menonjol ke arah subkutan, bagian ini terdiri atas serabut-serabut penunjang misalnya serabut kolagen, elastin dan retikulin.
C.     Lapisan subkutis (Wasitaatmadja, 2007)
Lapisan kelanjutan dermis, terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel-sel lemak merupakan sel bulat, besar, dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah.
Sel-sel ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan yang lain oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus adiposa, berfungsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah dan getah bening.
Vaskularisasi kulit diatur oleh 2 pleksus, yaitu pleksus yang berada di bagian atas dermis (pleksus superfisial) dan yang terletak di subkutis (pleksus profunda).



2.2.1.      Fungsi Kulit
Kulit pada manusia mempunyai peranan yang sangat penting. Fungsi utama kulit ialah proteksi, absorbsi, ekskresi, persepsi, pengaturan suhu tubuh (termoregulasi), pembentukan pigmen, dan keratinisasi (Wasitaatmadja, 2007).
a.       Fungi proteksi (Wasitaatmadja, 2007)
Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau mekanis, misalnya tekanan, gesekan, tarikan. Juga bisa gangguan kimiawi, misalnya zat-zat kimia terutama yang bersifat iritan, contohnya lisol, karbol, asam, dan alkali kuat lainnya; gangguan yang bersifat panas, misalnya radiasi, sengatan sinar ultra violet, gangguan infeksi luar terutama kuman / bakteri maupun jamur.
Proteksi rangsangan kimia dapat terjadi karena sifat stratum corneum yang impermeabel terhadap berbagai zat kimia dan air, disamping itu terdapat keasaman lapisan kulit yang melindungi kontak zat-zat kimia dengan kulit. Lapisan keasaman kulit ini mungkin terbentuk dari hasil ekskresi keringat dan sebum, keasaman kulit menyebabkan pH kulit berkisar pada pH 5 – 6,5, sehingga merupakan perlindungan kimiawi terhadap infeksi bakteri maupun jamur. Proses keratinisasi juga merupakan sebagai sawar (barrier) mekanis karena sel-sel mati melepaskan diri secara teratur.
b.      Fungsi absorbsi (Wasitaatmadja, 2007)
Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda padat, tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitupun yang larut lemak. Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2 dan uap air memungkinkan kulit mengambil bagian pada respirasi. Kemampuan absorbsi kulit dipengaruhi tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban, metabolisme dan jenis vehikulum. Penyerapan dapat berlangsung melalui celah antara sel, menembus sel-sel epidermis atau melalui muara saluran kelenjar.
c.       Fungsi ekskresi (Wasitaatmadja, 2007)
Kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna lagi atau sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat dan ammonia.


d.      Fungsi persepsi (Wasitaatmadja, 2007)
Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis. Terhadap rangsangan panas diperankan oleh badan-badan Ruffini di dermis dan subkutis. Terhadap dingin diperankan oleh badan-badan Krause yang terletak di dermis. Badan taktil Meissner terletak di di papilla dermis berperan terhadap rabaan, demikian pula badan Merkel Ranvier yang terletak di epidermis. Sedangkan terhadap tekanan diperankan oleh badan Paccini di epidermis. Saraf-saraf sensorik tersebut lebih banyak jumlahnya di daerah yang erotik.
e.       Fungsi pengaturan suhu tubuh (termoregulasi) (Wasitaatmadja, 2007)
Kulit melakukan peranan ini dengan cara mengeluarkan keringat dan mengerutkan (otot berkontraksi) pembuluh darah kulit. Kulit kaya akan pembuluh darah, sehingga memungkinkan kulit mendapat nutrisi yang cukup baik. Tonus vaskular dipengaruhi oleh saraf simpatis (asetilkolin).
f.       Fungsi pembentukan pigmen (Wasitaatmadja, 2007)
Sel pembentukan pigmen (melanosit), terletak di lapisan basal dan sel ini berasal dari rigi saraf. Perbandingan jumlah sel basal : melanosit adalah 10:1. Jumlah melanosit serta jumlah besarnya butiran pigmen (melanosomes) menentukan warna kulit ras individu. Warna kulit tidak sepenuhnya dipengaruhi oleh pigmen kulit, melainkan juga oleh tebal tipisnya kulit, reduksi Hb, oksi Hb dan karoten.
g.      Fungsi keratinisasi (Wasitaatmadja, 2007)
Lapisan epidermis dewasa mempunyai 3 jenis sel utama, yaitu keratinosit, sel Langerhans, melanosit.

Formulasi cream Teh dan Manfaatnya Part-1


2.1.1.      Klasifikasi Tanaman Teh
Kingdom         : Plantae
Divisio             : Spermatophyta
Subdivisio       : Angiospermae
Kelas               : Dicotyledonae
Ordo                : Guttifefales
Famili              : Theaceae
Genus              : Camellia
Spesies : Camellia sinensis L
Sinonim           : Thea sinensis L, Thea assamica Master, Camellia theifera Dyer, Camellia thea Link (Dayat, 1981)
2.1.2.      Tanaman Teh dan Kandungan Teh
Tanaman teh tidak tumbuh secara liar. Asalnya dari Cina, dikultivasi dan tumbuh sebagai tanaman teh hingga saat ini seperti India, Cina, Sri Lanka, Indonesia, Kenya, Turki, Pakistan, Malawi, dan Argentina (Fleming, 2000). Tanaman teh yang tumbuh di Indonesia sebagian besar merupakan spesies Camellia assamica yang berasal dari India, berbeda dengan tanaman teh yang tumbuh di Jepang dan Cina yang merupakan spesies Camellia sinensis. Teh spesies C. assamica memiliki kelebihan dalam hal kandungan katekinnya (zat bioaktif utama dalam teh) yang lebih besar sehingga sangat potensial untuk dikembangkan menjadi produk farmasi yang sangat bermanfaat bagi kesehatan (Hartoyo, 2003).   
Bagian tanaman yang digunakan adalah pucuk daun muda tanaman teh. Berdasarkan proses pengolahannya, teh dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis yaitu teh hijau, teh oolong, teh hitam (Hartoyo, 2003; Syah, 2006).
  1. Teh hijau dibuat dengan cara menginaktivasi enzim oksidase/fenolase yang ada dalam pucuk daun teh segar, dengan cara pemanasan atau penguapan menggunakan uap panas pada suhu 90-100oC, sehingga oksidasi enzimatik terhadap katekin dapat dicegah. Oleh karena itu zat-zat yang sangat berguna bagi kesehatan (katekin, vitamin dan sebagainya) dalam teh hijau tidak berubah atau hilang sebagai akibat dari proses oksidasi dan fermentasi.
  2. Teh hitam dibuat dengan cara menfaatkan terjadinya oksidasi enzimatis terhadap kandungan katekin teh.
  3. Teh oolong dihasilkan melalui proses pemanasan pada suhu 300-350oC yang dilakukan segera setelah proses rolling/penggulungan daun dengan tujuan untuk menghentikan proses fermentasi. Teh oolong disebut sebagai teh semi fermentasi.
Senyawa bioaktif yang terdapat dalam teh hijau antara lain (Hartoyo, 2003; Fulder, 2004; Syah, 2006):
1.      Katekin
Katekin merupakan senyawa dominan polifenol teh hijau. Adapun katekin yang utama adalah epicatechin (EC), epicatechin galat (ECG), epigallocatechin (EGC), epigallocatechin gallat (EGCG), catechin dan gallocatechin (GC). Katekin memiliki sifat tidak berwarna, larut dalam air, sensitif terhadap cahaya (dapat mengalami perubahan warna apabila kontak langsung dengan udara terbuka), stabil dalam kondisi agak asam atau netral serta memberikan rasa pahit dan astrigensi alias kelat. Katekin sebagai anti oksidan memiliki manfaat untuk mengurangi resiko kanker, tumor dan mutasi, menurunkan kolesterol darah, mencegah tekanan darah tinggi, membunuh bakteri, membunuh virus-virus influenza.
2.      Flavonol
Flavonol utama yang ada dalam teh hijau adalah quercetin, kaempferol dan myricetin. Flavonol ini banyak terdapat dalam bentuk glikosidanya (berikatan dengan molekul gula) dan sedikit dalam bentuk aglikonnya. Flavonol memiliki khasiat mencegah kanker dan kolesterol.
3.      L-Theanin
L-Theanin merupakan asam amino bebas yang terdapat dalam teh hijau. L-Theanin terdapat dalam bentuk bebas (non protein). Senyawa ini memiliki khasiat untuk mengurangi stres dan menurunkan tekanan darah tinggi.
4.      Vitamin
Vitamin-vitamin yang terdapat dalam teh hijau misalnya vitamin C yang berkhasiat untuk menurunkan stres dan mencegah flu; vitamin B kompleks yang mampu membantu metabolisme karbohidrat; vitamin E yang berfungsi sebagai anti oksidan dan mencegah penuaan dini.
5.      Kafein
Kafein memberikan efek sebagai stimulan dan anti depresan.
6.      Ion anorganik
Ion anorganik yang terdapat dalam teh hijau adalah fluoride, Fluoride bermanfaat untuk mencegah pengeroposan gigi.
7.      Mineral
Mineral yang ada berada dalam jumlah kecil misalnya Zn, Se, Mo, Ge, Mg.
Proporsi kuantitatif dari komposisi senyawa-senyawa bioaktif bervariasi menurut kondisi daerah teh tersebut berasal (ketinggian dari permukaan laut, iklim dan wilayah) dan juga fase pertumbuhan daun (Fulder, 2004).