The Pharmacist Room

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) Part-3


Pemeriksaan Penunjang
a.         Faal Paru
·           Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP
Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1prediksi (%) dan atau VEP1/KVP (%). Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1prediksi (%) dan atau VEP1/KVP (%). VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit. apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan. APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternative dengan memantau variability harian pagi dan sore tidak lebih dari 20%.
·           Uji Bronkhodilator
Dilakukan dengan Sprirometri atau menggunakan APE meter. Setelah pemberian bronchodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15-20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 APE, Perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml, dan uji bronchodilator dilakukan pada PPOK stabil.
b.        Darah Rutin
HB, HT, Leukosit
c.         Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain. Pada emfisema terlihat gambaran: hiperinflasi, hiperlusen, ruang retrosternal melebar, diafragma mendatar, jantung menggantung atau tear drop. Sedangkan pada bronchitis kronis terlihat gambaran: normal, corakan bronkhovaskuler bertambah pada 21% kasus.
2,8.4 Pemeriksaan Khusus
a.         Faal paru
·           Volume Residu (VR), kapasitas redidu Fungsional (KRF), Kapasitas Paru Total (KPT), VR/KRF, VR/KPT meningkat.
·           DLCO menurun pada emfisema
·           RAW meningkat pada bronchitis kronis
·           SGAW meningkat
·           Variability APE kurang dari 20%
b.        Uji latih kardiopulmoner
·           Sepeda statis
·           Treadmill
·           Jalan 6 menit lebih rendah dari normal
·           Uji provokasi bronchus
Untuk menilai derajad hiperaktivitas bronchus, pada sebagian PPOK terdapat hiperaktivitas bronchus derajad ringan.
·           Uji Kortikosteroid
Menilai perbaikan faal paru setelah diberikan kortikosteroid oral ( prednisone atau metilprednison) sebanyak 30-50 mg per hari selama 2 minggu yaitu peningkatan VEP1. Pasca bronchodilator > 20% dan minimal 250 ml. pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid.
·           Analisa Gas Darah
Terutama untuk menilai: gagal nafas kronik stabil, gagal nafas akut pada gagal nafas kronik.
·           Radiologi
CT scan resolusi tinggi, mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajad emfisema atau bula yang tidak terdeteksi oleh foto toraks polos, Scan ventilasi perfusi : mengetahui fungsi respirasi paru.

·           Elektrokardiografi
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan.
·           Ekokardiografi
Menilai fungsi jantung kanan. 
·           Bakteriologi
Pemeriksaan bakteriologi sputum pewarnaan gram dan kultur resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotic yang tepat. Infeksi saluran nafas berulang merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia.
·           Kadar alpha-1 antitripsin
Kadar alpha-1 antitripsin rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia muda). Defisiensi emfisema alpha-1 antitripsin jarang ditemukan di Indonesia.
2.8.5 Diagnosis Banding
·           Asma
·           SOPT (Sindroma Obstruktive Pasca Tuberkulosis) : adalah penyakit saluran obstruksi saluran nafas pada penderita pasca tuberculosis dengan lesi paru yang minimal.
·           Pneumotoraks
·           Gagal jantung kronik
·           Penyakit paru obstructive lain seperti bronkhiektasis dan destroyed lungs. PPOK dan asma merupakan penyakit obstruktif saluran nafas yang sering ditemukan di Indonesia, oleh karena itu diagnosis yang tepat harus ditegakkan karena terapi dan prognosisnya berbeda.
Tabel 2.3 Perbedaan asma, PPOK,  dan SOPT

Asma
PPOK
SOPT
Timbul pada usia muda
++
-
+
Sakit mendadak
++
-
-
Riwayat merokok
+/-
+++
-
Riwayat atopi
++
+
-
Sesak dan mengi
+++
+
+
Batuk kronik berdahak
+
++
+
Hiperaktivitas bronchus
+++
+
+/-
Reversibilityiobstruksi
++
-
-
Variabiliti harian
++
-
-
Eosinofil sputum
+
-
?
Neutrofil sputum
-
+
?
Makrofag sputum
+
-
?
(PDPI,2003)

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) Part-2



Tabel 2.1 Perubahan Patologi pada PPOK
1.         Saluran nafas proximal (trachea, bronkus >2mm diameter internalnya
Sel inflamasi : makrofag, CD8 (cytotoxic) T lymphosit, < eosinofil atau neutrofil.
Perubahan struktur sel : sel Goblet, pembesaran sel mukosa bronkus, metaplasia epitel squamosa
2.         Saluran nafas perifer (bronchioles < 2mm diameter internalnya)
Sel inflamasi : makrofag, T lymphosit (CD8 > CD4), B lymphosit, fibroblast
Perubahan struktur : penebalan dinding saluran nafas, fibrosis peribronchial, kerusakan bronkhiolitis, peningkatan respon inflamasi
3.         Parenchyma paru : bronchioles dan alveoli
Sel inflamasi : makrofag, CD8 T lymposit,
Perubahan struktur : Centrilobular empisema (dilatasi dan kerusakan bronkhiloles, biasanya karena merokok), Panacinar empisema (kerusakan alveolar secara merata.)
4.         Pembuluh darah paru
Sel inflamasi : makrofag, T lymposit. Perubahan struktur : penebalan intima, tidak berfungsinya sel endotel otot polos)
(Rodrigues, 2010)
2.6 Patogenesis
            Reaksi inflamasi dari penderita PPOK akan menjadi lebih buruk bila selalu terpajan oleh zat iritan terus menerus. Peradangan ini akan diperkuat dengan adanya stress oksidatif serta kelebihan proteinase di paru-paru. PPOK ditandai dengan pola tertentu dari peradangan yang melibatkan netrofil, makrofag, T lymposhit, B Lymphosit, eosinofil, dan sel epitel paru. Sedangkan, mediator dari peradangan ini meliputi : factor kimiawi (LB4 menarik netrofil dan T Lymposhit), IL-8 menarik netrofil dan monosit), TNF alpha , IL-1 beta, IL-6 (yang memperberat proses peradangan secara sistemik pada PPOK), serta TGF-beta yang menyebabkan fibrosis. (Widjajakusumah, 2003)
            Stress oksidatif juga memperberat penderita PPOK. Kandungan stress oksidatif seperti hydrogen peroxide dan 8-isoprostane dapat meningkatkan ekshalasi nafas, sputum sirkulasi sistemik pada penderita PPOK. Hal ini dapat meningkatkan terjadinya eksaserbasi yang dapat lebih mengaktivkan sel imunitas seperti neutrofil dan makrofag. Pajanan terus menerus dari stress oksidatif dapat juga meningkatkan aktivasi sel imun pada paru juga dapat menginaktivasi antiprotease, serta menstimulasi sekresi lender dan eksudat yang ditimbulkan oleh stimulasi plasma. (Currie, 2011)
            Ada banyak kasus pada pasien PPOK ini juga mengalami ketidakseimbangan antara protease yang memecah komponen jaringan ikat dan antiprotease yang melindungi terhadap hal ini. Beberapa sel inflamasi dan sel epitel yang meningkat pada penderita PPOK mengalami interaksi 1 sama lain (tabel 2.2).  hal ini mengakibatkan kerusakan mediator protease dari elastin yang merupakan komponen utama dari jaringan ikat parenkim di paru. Inilah yang menjadi penyebab utama terjadinya empisema yang irreversible. (Rodrigues, 2010)
Tabel 2.2 Protease dan anti-Protease yang terlibat pada PPOK
Peningkatan Protease
Penurunan Potease
Serin Protease  neutrofil elastase, cathepsine-G, proteinase 3
Alpha-1 tripsin, alpha-1 antichymotripsin, secretory leukoprotease inhibitor dan elafin
Cysteine proteinases : cathepsines B,L,K,S
Cystatin
Matriks metalioproteinase (MMP) : MMP-8, MMP-9, MMP-12
TIMP 1-4
(Rodrigues,2010)
2.7 Patofisiologi
            Proses PPOK mengarah pada karakteristik fisiologis dan gejala kelainan misalnya terjadinya penurunan FEV1terutama hasil dari peradangan dan penyempitan saluran nafas perifer, sementara itu berkurangnya transfer gas muncul karena kerusakan sel parenkim paru oleh emfisema. (Rodrigues, 2010)
            Tingkat peradangan fibrosis dan eksudat luminal dalam jalan nafas kecil berhubungan dengan penurunan FEV1 dan FEV1/FVC rasio. Yang merupakan cirri dari PPOK , Obstruksi jalan nafas perifer menjadikan udara saat ekspirasi terjebak dan menyebabkan hiperinflasi. Meskipun empisema lebih berhubungan dengan pertukaran gas yang abnormal dibandingkan dengan menurunnya FEV1, tetapi penurunan FEV1 ini berkontribusi terhadap udara yang terjebak pada saat ekspirasi. Hal ini diperberat dengan adanya kerusakan jalan nafas kecil didaerah alveolar yang mengakibatkan penyakit semakin parah. Hiperinflasi ini kemudian akan menyebabkan berkurangnya kapasitas inspirasiseperti fungsi peningkatan kapasitas residu yang biasanya terjadi saat melakukan aktivitas yang berlebihan dan akan mengakibatkan dispneu dan keterbatasan dalam melakukan aktivitas. Inilah menjadikan hiperinflasi merupakan awal terjadinya PPOK dan merupakan merupakan mekanisme utama dari dipneu. Bronkodilator yang bekerja pada pada saluran nafas perifer akan mengurangi aliran udara yang terjebak dan akan mengurangi volume paru yang akan memperbaiki gejala dan kapasitas aktivitas penderita. (Currie, 2011)
Kelainan pertukaran gas akan mengakibatkan hipoksemi, hiperkapnea, dan beberapa mekanisme gejala dari PPOK. Pada umumnya pertukaran udara menjadi memburuk berbanding lurus dengan perburukan dari penyakit. Tingkat keparahan dari emfisema sangat berhubungan dengan arterial PO2 dan penanda lain dari ventilasi perfusi yang tidak seimbang. Kerusakan saluran nafas perifer juga menghasilkan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi dan kombinasi dengan fungsi otot pernafasan dalam perburukan penyakit untuk mengurangi ventilasi dan mengakibatkan retensi CO2. Kelainan pada ventilasi alveolar dan berkurangnya pembuluh darah paru akan mengakibatkan memburuknya  system ventilasi-perfusi. (Currie, 2011)
            Selain karena kelainan pertukaran gas yang dapat mengakibatkan aliran udara terjebak ada lagi faktor yang memperberat pasien PPOK. Hipersekresi mucus merupakan salah satu penyebab utama terjadinya batuk yang productive pada penderita  dan biasanya merupakan tanda dari bronchitis kronis. Tidak semua pasien PPOK memiliki gejala hipersekresi mucous. Gejala hipersekresi mucus ini timbul saat terjadinya metaplasia pada kelenjar mucous yang mengakibatkan meningkatnya jumlah sel goblet dan kelenjar mucous yang membesar yang merupaka respon dari iritasi saluran nafas kronis karena bahan-bahn berbahaya. Beberapa mediators protein serta protease menstimulasi hipersekresi mucous. (Prince, 2006)
2.8  Diagnosis
Diagnosis PPOK ditegakkan oleh dengan adanya obstruksi aliran udara yang ditunjukkan dengan penurunan rasio FEV1/FVC < 0,7 yang bersifat irreversible dengan terapi bronchodilator atau steroid. (Jeremy, 2007)
            Tanda dan gejala dari PPOK sangat bervariasi mulai dari tanpa gejala, gejala ringan, hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan fisik yang jelas dan tanda inflasi paru. Diagnosa PPOK dapat ditegakkan melalui :


2.8.1 Anamnesis
a.              Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernafasan
b.             Riwayat terpajan zat iritan ditempat kerja
c.              Riwayat penyakit emfisema di keluarga
d.             Terdapat factor predisposisi pada saat bayi seperti BBLR, infeksi saluran nafas berulang, lingkungan asap rokok, dan polusi udara
e.              Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
f.              Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
2.8.2 Pemeriksaan fisis
a.              Inspeksi
a)             Pursed -lips breathing ( mulut setengah terkatup mecucu|)
b)             Barrel chest (diameter antero-posterior dan transversal sebanding)
c)             Penggunaan otot bantu nafas
d)             Hipertropi otot bantu nafas
e)             Pelebaran sela iga
f)               Bila telah terjadi gagal jantung kanan maka akan tampak vena jugularis leher dan edema tungkai
g)             Penampilan pink puffer atau blue bloater
b.             Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah dan sela iga melebar

c.              Perkusi
Pada emfisema hipersonordan batas jantung mengecilletak diafragma hepar terdorong
d.             Auskultasi
a)             Suara nafas vesikuler normal atau melemah
b)             Terdapat ronkhi dan atau mengi pada waktu bernafas biasaatau pada ekspirasi paksa
c)             Ekspirasi memanjang
d)             Bunyi jantung terdengar jauh bunyi jantungnya
Pink puffer : gambaran khas pada emfisema, penderita kurus, kulit gemetaran dan pernafasan pursed lips. Blue boatler : gambaran khas pada bronchitis kronis, penderita gemuk, sianosis terdapat, terdapat edema tungkain dan ronki basah di basal paru. Sianosis sentral dan perifer. Pursed-lips breathing : sikap seseorang yang bernafas dengan mulut (mecucu) dan ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal nafas kronik. (Currie, 2011)

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) Part-1


Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) biasanya disebabkan oleh kebiasaan merokok,baik perokok aktiv maupun pasif, polusi udara yang terjadi didalam atau diluar lingkumgan kerja maupun rumah, ataupun kekambuhan infeksi dari saluran pernafasan (Currie, 2011). PPOK terdiri dari Bronkhitis kronik dan emfisema atau gabungan dari keduanya (PDPI,2003).
2.2 Definisi PPOK
            Penyakit Paru Obstruktif Kronik adalah penyakit yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran nafas yang tidak sepenuhnya reversible. Hambatan aliran darah ini bersifat progresif dan berhubungan dengan proses inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang beracun berbahaya (Rodrigues, 2010).
            Pengertian PPOK menurut PDPI adalah penyakit paru kronik yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran nafas yang bersifat non-reversible atau reversible parsial. (PDPI,2003).
2.3 Epidemiologi
            Penyakit Paru Obstruktiv Kronis (PPOK) merupakan salah satu dari penyakit tidak menular yang telah menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh karena meningkatnya usia harapan hidaup dan semakin tingginya pajanan faktor resiko, seperti factor pejamu yang berhubungan dengan kejadian PPOK, semakin banyaknya perokok khususnya pada usia muda, serta pencemaran udara di dalam ruangan maupun di luar ruangan dan ditempat kerja (SK Menkes,2008).
            Pada ahun 1990 PPOK merupakan penyebab ke-12 hilangnya Disability Adjusted Life Years (DALY’s). diperkirakan pada tahun 2020 PPOK menempati urutan ke-5 dalam DALY’s. PPOK mengenai lebih dari 16 juta penduduk Amerika Serikat, 2,5 juta penduduk Italy, dan lebih dari 30 juta orang di seluruh dunia dan menyebabkan 2,74 juta kematian pada tahun 2000. PPOK merupakan penyebab kematian yang mortality rate nya sangat meningkat. Total biaya keadaan ini lebih dari 30 juta dolar di Amerika Serikat (Rodrigues, 2010).
            Prevalensi dari PPOK sendiri bervariasi tergantung dari survey dan epidemiologinya. Variasi dari prevalensi PPOK ini juga berbeda pada negara, metodologi, kriteria diagnose dan teknik analisa yang berbeda pula (Currie, 2011).
            Seiring dengan majunya tingkat perekonomian dan industry otomotif, jumlah kendaraan bermotor di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun. Selain mobil-mobil baru,terdapat pula mobil-mobil tua yang mengeluarkan gas buang yang banyak dan pekat. Gas buang dari kendaraan bermotor itu menimbulkan polusi udara. 70-80% polusi udara berasal dari gas buang kendaraan bermotor,sedangkan pencemaran udara akibat polusi industry hanya 20-30%. Dengan meningkatnya jumlah perokok dan polusi udara sebagai faktor resiko Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) maka diduga jumlah penderita penyakit ini akan terus bertambah (SK Menkes,2008).


2.4 Etiologi
            Faktor penyebab PPOK antara lain : gen, benda asing yang masuk ke paru-paru, pertumbuhan dan perkembangan paru, stress oksidatif, umur, kelamin, infeksi saluran nafas, status social ekomomi, nutrisi dan penyakit yang menimbulkan terjadinya PPOK. (Currie, 2011)
2.4.1 Gen
PPOK adalah penyakit poligen dan merupakan contoh klasik dari interaksi lingkungan genetika. Kelainan genetic yang menyebabkan adalah defisiensi secara herediter dari enzim alfa 1 antitripsin yang merupakan penghambat dari serin protease. Kelainan langka ini dapat dijumpai pada orang-orang eropa utara yang menunjukkan sifat resesif yang lebih dominan. Keadaan ini akan menyebabkan emphysema panlobular dan akan dipercepat prosesnya apabila hidup di lingkungan yang memiliki banyak polusi. Kejadian karena defisiensi enzim alfa-1 antitripsin sangatlah sedikit sekali, biasanya lebih dikarenakan interaksi antara faktor gen dan pajanan polusi udara yang menyebabkan terjadinya PPOK ini.
2.4.2 Inhalasi Eksposure
Tiap individu dimungkinkan terpajan oleh bermacam-macam partikel selama hidupnya, tergantung dari ukuran maupun komposisi serta akumulasi dari banyaknya partikel yang dihirup akan mempengaruhi beratnya resiko terjadinya PPOK. Dari banyaknya pajanan polusi udara, kebanyakan kasus disebabkan oleh pajanan asap rokok, polusi debu di tempat kerja, dan agen kimia seperti uap, asap dan bahan iritan.

2.4.3 Tumbuh kembang paru
Pertumbuhan paru-paru ini terkait pada proses yang terjadi selama kehamilan, kelahiran, dan pajanan saat masa anak-anak. Dengan menggunakan spirometri dengan mengurangi fungsi paru secara maksimum dapat mengidentifikasi individu yang berada pada peningkatan resiko PPOK. Semua factor yang mempengaruhi pertumbuhan paru-paru di saat kehamilan ibu dan pada masa anak-anak berpotensial meningkatkan resiko berkembangnya PPOK. Sebagai contoh, pada penelitian dan metaanalisa memberikan gambaran positif antara berat lahir dengan FEV (Forced Expiratory Volume) di saat dewasa.
2.4.4 Stres Oksidatif
Stres oksidatif terjadi saat paru-paru terus terpajan oksidan endogen dihasilkan baik dari fagosit dan sel tipe lain atau factor eksogen dari polusi udara. Stres oksidatif tidak hanya menyebabkan kerusakan langsung pada paru-paru saat terjadi pajanan tetapi juga mengaktivkan mekanisme molekuler yang mengakibatkan reaksi inflamasi di paru. Ketidakseimbangan antara zat oxidan dan antioksidannya inilah yang menjadi penyebab patogenesa dari PPOK.
2.4.5 Jenis kelamin
Dilihat dari penelitian sebelumnya banyak kasus PPOK banyak terjadi pada laki-laki daripada perempuan. Penelitian yang dilakukan di Negara berkembang memperlihatkan bahwasanya ahkir-ahkir ini prevalensi penyakit ini hamper setara perbandingannya yang dapat merefleksikan bahwasanya banyaknya pecandu rokok mengalami perubahan dan tidak sedikit perempuan yang menjadi pecandu rokok.
2.4.6 Infeksi
Infeksi dari virus dan bakteri sangat dimungkinkan memberikan kontribusi yang sangat berarti pada patogenesa dan perkembangan pada PPOK. Kolonisasi bakteri dan terjadinya reaksi inflamasi pada saluran nafas merupakan factor penting yang menyebabkan eksaserbasi pada jalan nafas. Anak dengan infeksi saluran nafas kronik akan menyebabkan berkurangnya kinerja paru saat menginjak dewasa, hal inilah yang juga menjadi salah satu factor resiko dari PPOK. (Rodrigues, 2010)
2.5 Patologi
            Karakteristik perubahan patologi dari PPOK akan tampak pada saluran nafas proximal, saluran nafas perifer, parenchyma paru dan pembuluh darah paru. Perubahan ini meliputi inflamasi kronis, dengan peningkatan sel inflamasi yang terjadi di beberapa tempat berbeda di bagian dari paru dan perubahan struktur pada sel mukosa saluran nafas serta peningkatan derajad keparahan dari penyakit ini karena inhalasi eksposure (Clarke, 2007)

Hormon Pada Manusia


Hormon adalah zat kimiawi yang dihasilkan tubuh secara alami. Begitu dikeluakan, hormon akan dialirkan oleh dara menuju berbagai jaringan sel danmenimbulkan efek tertentu sesuai dengan fungsinya masing-masing. Contoh efek hormon pada tubuh manusia:
·         Perubahan Fisik yang ditandai dengan tumbuhnya rambut di daerah tertentu dan bentuk tubuh yang khas pada pria dan wanita (payudara membesar, lekuk tubuh feminin pada wanita dan bentuk tubuh maskulin pada pria).
·         Perubahan Psikologis: Perilaku feminin dan maskulin, sensivitas, mood/suasana hati.
·         Perubahan Sistem Reproduksi: Pematangan organ reproduksi, produksiorgan seksual (estrogen oleh ovarium dan testosteron oleh testis). 
Di balik fungsinya yang mengagumkan, hormon kadang jadi biang keladi berbagai masalah. Misalnya siklus haid yang tidak teratur atau jerawat yang tumbuh membabi buta di wajah. Hormon pula yang kadang membuat kita senang atau malah sedih tanpa sebab. Semua orang pasti pernah mengalami halini, terutama saat pubertas. Yang pasti, setiap hormon memiliki fungsi yang sangat spesifik pada masing-masing sel sasarannya. Tak heran, satu macam hormon bisa memiliki aksi yang berbeda-beda sesuai sel yang menerimanya saat dialirkan oleh darah.
·         Pada dasarnya hormon bisa dibagi menurut komposisi kandungannyayang berbeda-beda sebagai berikut:
·         Hormon yang mengandung asam amino (epinefrin, norepinefrin, tiroksindan triodtironin).
·         Hormon yang mengandung lipid (testosteron, progesteron, estrogen, aldosteron, dan kortisol).
·         Hormon yang mengandung protein (insulin, prolaktin, vasopresin, oksitosin, hormon pertumbuhan (growth hormone), FSH, LH, TSH). Hormon-hormon ini bisa dibuat secara sintetis. Di antaranya adalah hormon wanita yaitu estrogen dan progesteron yang dibuat dalam bentuk pil. Pilini merupakan bentuk utama kontrasepsi yang digunakan wanita seluruh dunia untuk memudahkan mereka menentukan saat yang tepat:kapan harus mempunyai anak dan jarak usia tiap anak.