Pemeriksaan
Penunjang
a.
Faal Paru
·
Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP,
VEP1/KVP
Obstruksi ditentukan oleh nilai
VEP1prediksi (%) dan atau VEP1/KVP (%). Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1prediksi
(%) dan atau VEP1/KVP (%). VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai
untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit. apabila
spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan. APE meter walaupun
kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternative dengan memantau variability
harian pagi dan sore tidak lebih dari 20%.
·
Uji Bronkhodilator
Dilakukan dengan Sprirometri atau
menggunakan APE meter. Setelah pemberian bronchodilator inhalasi sebanyak 8
hisapan, 15-20 menit kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 APE, Perubahan VEP1
atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml, dan uji bronchodilator dilakukan
pada PPOK stabil.
b.
Darah Rutin
HB,
HT, Leukosit
c.
Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna
untuk menyingkirkan penyakit paru lain. Pada emfisema terlihat gambaran: hiperinflasi,
hiperlusen, ruang retrosternal melebar, diafragma mendatar, jantung menggantung
atau tear drop. Sedangkan pada bronchitis kronis terlihat gambaran: normal, corakan
bronkhovaskuler bertambah pada 21% kasus.
2,8.4
Pemeriksaan Khusus
a.
Faal paru
·
Volume Residu (VR), kapasitas redidu
Fungsional (KRF), Kapasitas Paru Total (KPT), VR/KRF, VR/KPT meningkat.
·
DLCO menurun pada emfisema
·
RAW meningkat pada bronchitis kronis
·
SGAW meningkat
·
Variability APE kurang dari 20%
b.
Uji latih kardiopulmoner
·
Sepeda statis
·
Treadmill
·
Jalan 6 menit lebih rendah dari normal
·
Uji provokasi bronchus
Untuk menilai derajad
hiperaktivitas bronchus, pada sebagian PPOK terdapat hiperaktivitas bronchus derajad
ringan.
·
Uji Kortikosteroid
Menilai perbaikan faal paru setelah
diberikan kortikosteroid oral ( prednisone atau metilprednison) sebanyak 30-50
mg per hari selama 2 minggu yaitu peningkatan VEP1. Pasca bronchodilator >
20% dan minimal 250 ml. pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru
setelah pemberian kortikosteroid.
·
Analisa Gas Darah
Terutama untuk menilai: gagal nafas
kronik stabil, gagal nafas akut pada gagal nafas kronik.
·
Radiologi
CT scan resolusi tinggi, mendeteksi
emfisema dini dan menilai jenis serta derajad emfisema atau bula yang tidak
terdeteksi oleh foto toraks polos, Scan ventilasi perfusi : mengetahui fungsi
respirasi paru.
·
Elektrokardiografi
Mengetahui komplikasi pada jantung
yang ditandai oleh pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan.
·
Ekokardiografi
Menilai fungsi jantung kanan.
·
Bakteriologi
Pemeriksaan bakteriologi sputum
pewarnaan gram dan kultur resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan
untuk memilih antibiotic yang tepat. Infeksi saluran nafas berulang merupakan
penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia.
·
Kadar alpha-1 antitripsin
Kadar alpha-1 antitripsin rendah
pada emfisema herediter (emfisema pada usia muda). Defisiensi emfisema alpha-1
antitripsin jarang ditemukan di Indonesia.
2.8.5
Diagnosis Banding
·
Asma
·
SOPT (Sindroma Obstruktive Pasca
Tuberkulosis) : adalah penyakit saluran obstruksi saluran nafas pada penderita
pasca tuberculosis dengan lesi paru yang minimal.
·
Pneumotoraks
·
Gagal jantung kronik
·
Penyakit paru obstructive lain seperti
bronkhiektasis dan destroyed lungs.
PPOK dan asma merupakan penyakit obstruktif saluran nafas yang sering ditemukan
di Indonesia, oleh karena itu diagnosis yang tepat harus ditegakkan karena
terapi dan prognosisnya berbeda.
Tabel 2.3
Perbedaan asma, PPOK, dan SOPT
|
Asma
|
PPOK
|
SOPT
|
Timbul pada
usia muda
|
++
|
-
|
+
|
Sakit mendadak
|
++
|
-
|
-
|
Riwayat
merokok
|
+/-
|
+++
|
-
|
Riwayat atopi
|
++
|
+
|
-
|
Sesak dan
mengi
|
+++
|
+
|
+
|
Batuk kronik
berdahak
|
+
|
++
|
+
|
Hiperaktivitas
bronchus
|
+++
|
+
|
+/-
|
Reversibilityiobstruksi
|
++
|
-
|
-
|
Variabiliti
harian
|
++
|
-
|
-
|
Eosinofil
sputum
|
+
|
-
|
?
|
Neutrofil
sputum
|
-
|
+
|
?
|
Makrofag
sputum
|
+
|
-
|
?
|
(PDPI,2003)
No comments:
Post a Comment