Tabel 2.1
Perubahan Patologi pada PPOK
1.
Saluran nafas proximal (trachea, bronkus >2mm
diameter internalnya
Sel inflamasi
: makrofag, CD8 (cytotoxic) T lymphosit, < eosinofil atau neutrofil.
Perubahan
struktur sel : sel Goblet, pembesaran sel mukosa bronkus, metaplasia epitel
squamosa
|
2.
Saluran nafas perifer (bronchioles < 2mm
diameter internalnya)
Sel inflamasi : makrofag, T lymphosit
(CD8 > CD4), B lymphosit, fibroblast
Perubahan struktur : penebalan dinding
saluran nafas, fibrosis peribronchial, kerusakan bronkhiolitis, peningkatan
respon inflamasi
|
3.
Parenchyma paru : bronchioles dan alveoli
Sel inflamasi : makrofag, CD8 T
lymposit,
Perubahan struktur : Centrilobular
empisema (dilatasi dan kerusakan bronkhiloles, biasanya karena merokok),
Panacinar empisema (kerusakan alveolar secara merata.)
|
4.
Pembuluh darah paru
Sel inflamasi : makrofag, T lymposit.
Perubahan struktur : penebalan intima, tidak berfungsinya sel endotel otot
polos)
|
(Rodrigues,
2010)
2.6
Patogenesis
Reaksi inflamasi dari penderita PPOK
akan menjadi lebih buruk bila selalu terpajan oleh zat iritan terus menerus.
Peradangan ini akan diperkuat dengan adanya stress oksidatif serta kelebihan
proteinase di paru-paru. PPOK ditandai dengan pola tertentu dari peradangan
yang melibatkan netrofil, makrofag, T lymposhit, B Lymphosit, eosinofil, dan
sel epitel paru. Sedangkan, mediator dari peradangan ini meliputi : factor
kimiawi (LB4 menarik netrofil dan T Lymposhit), IL-8 menarik netrofil dan
monosit), TNF alpha , IL-1 beta, IL-6 (yang memperberat proses peradangan
secara sistemik pada PPOK), serta TGF-beta yang menyebabkan fibrosis. (Widjajakusumah,
2003)
Stress oksidatif juga memperberat
penderita PPOK. Kandungan stress oksidatif seperti hydrogen peroxide dan
8-isoprostane dapat meningkatkan ekshalasi nafas, sputum sirkulasi sistemik
pada penderita PPOK. Hal ini dapat meningkatkan terjadinya eksaserbasi yang
dapat lebih mengaktivkan sel imunitas seperti neutrofil dan makrofag. Pajanan
terus menerus dari stress oksidatif dapat juga meningkatkan aktivasi sel imun
pada paru juga dapat menginaktivasi antiprotease, serta menstimulasi sekresi
lender dan eksudat yang ditimbulkan oleh stimulasi plasma. (Currie, 2011)
Ada banyak kasus pada pasien PPOK
ini juga mengalami ketidakseimbangan antara protease yang memecah komponen
jaringan ikat dan antiprotease yang melindungi terhadap hal ini. Beberapa sel
inflamasi dan sel epitel yang meningkat pada penderita PPOK mengalami interaksi
1 sama lain (tabel 2.2). hal ini
mengakibatkan kerusakan mediator protease dari elastin yang merupakan komponen
utama dari jaringan ikat parenkim di paru. Inilah yang menjadi penyebab utama
terjadinya empisema yang irreversible. (Rodrigues,
2010)
Tabel
2.2 Protease dan anti-Protease yang terlibat pada PPOK
Peningkatan
Protease
|
Penurunan
Potease
|
Serin
Protease neutrofil elastase,
cathepsine-G, proteinase 3
|
Alpha-1
tripsin, alpha-1 antichymotripsin, secretory leukoprotease inhibitor dan
elafin
|
Cysteine
proteinases : cathepsines B,L,K,S
|
Cystatin
|
Matriks
metalioproteinase (MMP) : MMP-8, MMP-9, MMP-12
|
TIMP
1-4
|
(Rodrigues,2010)
2.7
Patofisiologi
Proses PPOK mengarah pada
karakteristik fisiologis dan gejala kelainan misalnya terjadinya penurunan
FEV1terutama hasil dari peradangan dan penyempitan saluran nafas perifer,
sementara itu berkurangnya transfer gas muncul karena kerusakan sel parenkim
paru oleh emfisema. (Rodrigues, 2010)
Tingkat peradangan fibrosis dan
eksudat luminal dalam jalan nafas kecil berhubungan dengan penurunan FEV1 dan
FEV1/FVC rasio. Yang merupakan cirri dari PPOK , Obstruksi jalan nafas perifer
menjadikan udara saat ekspirasi terjebak dan menyebabkan hiperinflasi. Meskipun
empisema lebih berhubungan dengan pertukaran gas yang abnormal dibandingkan
dengan menurunnya FEV1, tetapi penurunan FEV1 ini berkontribusi terhadap udara
yang terjebak pada saat ekspirasi. Hal ini diperberat dengan adanya kerusakan
jalan nafas kecil didaerah alveolar yang mengakibatkan penyakit semakin parah.
Hiperinflasi ini kemudian akan menyebabkan berkurangnya kapasitas
inspirasiseperti fungsi peningkatan kapasitas residu yang biasanya terjadi saat
melakukan aktivitas yang berlebihan dan akan mengakibatkan dispneu dan
keterbatasan dalam melakukan aktivitas. Inilah menjadikan hiperinflasi
merupakan awal terjadinya PPOK dan merupakan merupakan mekanisme utama dari
dipneu. Bronkodilator yang bekerja pada pada saluran nafas perifer akan
mengurangi aliran udara yang terjebak dan akan mengurangi volume paru yang akan
memperbaiki gejala dan kapasitas aktivitas penderita. (Currie, 2011)
Kelainan pertukaran gas akan mengakibatkan
hipoksemi, hiperkapnea, dan beberapa mekanisme gejala dari PPOK. Pada umumnya
pertukaran udara menjadi memburuk berbanding lurus dengan perburukan dari
penyakit. Tingkat keparahan dari emfisema sangat berhubungan dengan arterial PO2
dan penanda lain dari ventilasi perfusi yang tidak seimbang. Kerusakan saluran
nafas perifer juga menghasilkan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi dan
kombinasi dengan fungsi otot pernafasan dalam perburukan penyakit untuk
mengurangi ventilasi dan mengakibatkan retensi CO2. Kelainan pada
ventilasi alveolar dan berkurangnya pembuluh darah paru akan mengakibatkan
memburuknya system ventilasi-perfusi. (Currie,
2011)
Selain karena kelainan pertukaran
gas yang dapat mengakibatkan aliran udara terjebak ada lagi faktor yang
memperberat pasien PPOK. Hipersekresi mucus merupakan salah satu penyebab utama
terjadinya batuk yang productive pada penderita
dan biasanya merupakan tanda dari bronchitis kronis. Tidak semua pasien
PPOK memiliki gejala hipersekresi mucous. Gejala hipersekresi mucus ini timbul
saat terjadinya metaplasia pada kelenjar mucous yang mengakibatkan meningkatnya
jumlah sel goblet dan kelenjar mucous yang membesar yang merupaka respon dari
iritasi saluran nafas kronis karena bahan-bahn berbahaya. Beberapa mediators
protein serta protease menstimulasi hipersekresi mucous. (Prince, 2006)
2.8 Diagnosis
Diagnosis PPOK ditegakkan oleh dengan adanya
obstruksi aliran udara yang ditunjukkan dengan penurunan rasio FEV1/FVC <
0,7 yang bersifat irreversible dengan terapi bronchodilator atau steroid.
(Jeremy, 2007)
Tanda dan gejala dari PPOK sangat
bervariasi mulai dari tanpa gejala, gejala ringan, hingga berat. Pada
pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan fisik yang jelas dan tanda inflasi
paru. Diagnosa PPOK dapat ditegakkan melalui :
2.8.1
Anamnesis
a.
Riwayat merokok atau bekas perokok
dengan atau tanpa gejala pernafasan
b.
Riwayat terpajan zat iritan ditempat
kerja
c.
Riwayat penyakit emfisema di keluarga
d.
Terdapat factor predisposisi pada saat
bayi seperti BBLR, infeksi saluran nafas berulang, lingkungan asap rokok, dan
polusi udara
e.
Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
f.
Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
2.8.2
Pemeriksaan fisis
a.
Inspeksi
a)
Pursed
-lips breathing ( mulut setengah terkatup mecucu|)
b)
Barrel
chest (diameter antero-posterior dan transversal
sebanding)
c)
Penggunaan otot bantu nafas
d)
Hipertropi otot bantu nafas
e)
Pelebaran sela iga
f)
Bila telah terjadi gagal jantung
kanan maka akan tampak vena jugularis leher dan edema tungkai
g)
Penampilan pink puffer atau blue bloater
b.
Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah dan
sela iga melebar
c.
Perkusi
Pada emfisema hipersonordan batas
jantung mengecilletak diafragma hepar terdorong
d.
Auskultasi
a)
Suara nafas vesikuler normal atau
melemah
b)
Terdapat ronkhi dan atau mengi pada
waktu bernafas biasaatau pada ekspirasi paksa
c)
Ekspirasi memanjang
d)
Bunyi jantung terdengar jauh bunyi
jantungnya
Pink puffer :
gambaran khas pada emfisema, penderita kurus, kulit gemetaran dan pernafasan pursed lips. Blue boatler : gambaran khas pada bronchitis kronis, penderita
gemuk, sianosis terdapat, terdapat edema tungkain dan ronki basah di basal
paru. Sianosis sentral dan perifer. Pursed-lips
breathing : sikap seseorang yang bernafas dengan mulut (mecucu) dan
ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk
mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal nafas kronik. (Currie, 2011)
No comments:
Post a Comment