Kanker esofagus adalah kanker yang menyerang organ esofagus, atau biasa lebih dikenal sebagai kerongkongan. Kerongkongan adalah tabung berotot yang melengkung sepanjang kurang lebih 10 inci, dan merupakan saluran bagi makanan yang masuk dari mulut ke dalam perut. Dalam kanker esofagus, sel kanker ganas membentuk gumpalan jaringan atau tumor di mucosal lining (lapisan dalam) dari kerongkongan dan akan tumbuh keluar melalui submukosa, lapisan yang membatasi kerongkongan dan tenggorokan, dan lapisan otot kerongkongan. Ada dua tipe sel yang membentuk lapisan kerongkongan, dan jenis kanker esofagus tergantung dari tipe sel mana yang diserang. Kanker esofagus terbagi menjadi dua tipe: Karsinoma sel skuamosa – tipe kanker yang muncul dari sel skuamosa (sel kulit tipis) yang melapisi seluruh kerongkongan Adenocarcinoma adalah tipe kanker esofagus yang muncul dari sel kelenjar, biasanya dimulai dari bagian bawah kerongkongan Tipe kanker lain juga mungkin tumbuh di kerongkongan, seperti tipe melanoma, limfoma, dan sarcoma.
Epidemiologi Kanker Esophagus
Keganasan
pada esofagus adalah jenis keganasan ke-8 terbanyak di dunia, dengan angka mortalitas
yang terburuk setelah keganasan pada hepatobilier dan pankreas. Kanker ini
merupakan penyebab tersering ke-6 dari kematian akibat kanker. Dari seluruh
keganasan pada saluran cerna, 5% adalah kanker esofagus. Di Amerika, pada tahun
2009 terdiagnosa 16.470 kasus kanker esofagus dengan estimasi angka kematian
14,530. Insidensnya meningkat seiring usia, dan memuncak pada dekade ke-6 dan Median
usia penderita kanker esofagus adalah 69 tahun, dengan perbandingan laki-laki
dan wanita adalah sekitar 3:1. Penyakit ini banyak dijumpai di China, Iran,
Afrika Selatan, India dan Rusia. Lebih dari 90% kanker esofagus merupakan
karsinoma sel skuamosa dan adenokarsinoma. Sekitar tahun 1960 an,
adenokarsinoma, yang terkait dengan rokok dan alkohol, mendominasi histologi
kanker esofagus. Namun sejak tahun 2006, terjadi perubahan tren, dimana
kesadaran akan bahaya rokok dan alkohol mulai meningkat, sementara gaya hidup
menyebabkan meningkatnya angka obesitas dan penyakit refluks gastroesofageal
(GERD). Hal ini menyebabkan histologi terbanyak dari kanker esofagus adalah
karsinoma sel skuamosa.
Kanker
esofagus biasanya dijumpai sudah dalam keadaan lanjut. Tujuh puluh lima persen
pasien terdapat limfadenopati, dengan angka kesintasan pasien 3%. Sementara
pasien tanpa limfadenopati, mempunyaiangka kesintasan 42%. Sekitar 18 % pasien
mengalami metastasis jauh, terbanyak ke KGB abdominal (45%), diikuti hepar
(35%), paru (20%), KGB supraklavikula (18%), tulang (9%) dan ke tempat lain.
Faktor-faktor yang dapat memperburuk prognosis adalah laki-laki, usia >65
tahun, performance status yang buruk dan penurunan status nutrisi yang berat.
Etiologi Kanker Esophagus dan factor resiko
Penyebab
kanker esofagus belum dapat dipastikan. Namun, kanker ini diduga muncul karena
sel-sel di dalam kerongkongan mengalami perubahan atau mutasi genetik, sehingga
tumbuh secara tidak normal dan tidak terkendali. Sel abnormal tersebut menumpuk
hingga membentuk tumor di dalam kerongkongan. Meskipun penyebabnya belum
diketahui secara pasti, ada beberapa kondisi yang dapat meningkatkan risiko
seseorang mengalami kanker esofagus, antara lain:
·
Kebiasaan merokok.
Kandungan racun dan senyawa berbahaya pada rokok dapat menyebabkan iritasi pada
lapisan esofagus, sehingga meningkatkan risiko terjadinya kanker esofagus.
·
Konsumsi alkohol yang
berlebihan. Sama seperti rokok, alkohol dapat membuat saluran esofagus
mengalami iritasi dan peradangan yang bisa memicu pertumbuhan sel abnormal.
·
Kelainan esophagus,
seperti Barret’s esophagus dan akalasia.
·
Obesitas.
·
Pola makan kurang serat. Radioterapi,
misalnya untuk pengobatan kanker lain di daerah leher.
·
Kekurangan mineral: Tidak
mengkonsumsi buah dan sayur-sayuran yang cukup dapat menyebabkan kekurangan
mineral.
·
sindrom Plummer-Vinson,
trauma kaustik pada esofagus, riwayat kanker kepala-leher sebelumnya, akalasia.
Infeksi HPV dihubungkan dengan ~20% kasus di daerah insidens tinggi (China,
Afrika, Jepang).
Patologi Kanker Esophagus
Jenis
yang paling sering dijumpai adalah karsinoma sel skuamosa, hampir 95% dari
kanker esofagus. Umumnya berdiferensiasi buruk dan berkeratin minimal, jenis
ini mempunyai angka penyebaran ke kelenjar getah bening dan metastasis jauh
yang lebih tinggi daripada tipe lainnya. Angka kesintasannya adalah 5 – 30%.
Tipe lain yang menempati urutan kedua adalah adenokarsinoma, sekitar 3 – 5%
dari keganasan pada esofagus. Jenis ini biasanya ditemukan pada lesi yang
terletak di bagian bawah dan dekat dengan esophagogastric junction, hanya 2%
yang dijumpai di bagian ½ atas esofagus dan 8 – 10% di bagian ½ bawah.
Adenokarsinoma
umumnya berasal dari kelenjar submukosa, dan memiliki prognosis yang lebih baik
dari pada karsinoma sel skuamosa. Adenokarsinoma terkait dengan riwayat rokok
dan alkohol, serta dapat berkembang dari esofagitis Barrett’s. Dahulu, tumor
jenis ini mendominasi jenis sel pada keganasan esofagus, namun seiring
meningkatnya kesadaran akan bahaya rokok dan alkohol, maka jenis ini lebih
jarang dijumpai. Sementara pola hidup masa sekarang yang banyak menimbulkan
penyakit GERD, menonjolkan karsinoma sel skuamosa menjadi histopatologi yang paling
banyak dijumpai pada keganasan esofagus. Histopatologi lainnya adalah small
cell, melanoma, adenoid kistik (cylindroma), karsinosarkoma, pseudosarkoma,
limfoma dan metastasis dari primer di tempat lain. Small cell menunjukkan
karakteristik neuroendokrin dan dapat mensekresi ADH, ACTH dan kalsitonin,
serta memiliki prognosis yang buruk. Tipe mukoepidermoid sangat jarang
ditemukan, umumnya dijumpai pada usia tua dan lesi terletak di setengah bawah
dari esofagus.
Manifestasi Klinis
Gejala
klinis yang dilaporkan lebih dari 90% pasien adalah disfagia dan penurunan
berat badan, sementara sekitar 50% mengeluhkan odinofagia (nyeri menelan).
Keluhan lain yang sering dijumpai adalah kesulitan menelan, batuk yang tak
kunjung sembuh dan suara serak. Pasien dapat mengeluhkan kesulitan menelan yang
diawali dengan kesulitan menelan makanan padat (yang biasa dimakan pasien),
kemudian perubahan konsistensi makanan menjadi lunak dan lembut, hingga tidak dapat menelan sama
sekali dan memuntahkan makanan kembali (obstruksi total). Dari anamnesa, dapat
pula digali factor-factor yang dapat memperburuk prognosis, riwayat merokok,
konsumsi alkohol, nitrosamin maupun penyakit GERD. Pada pemeriksaan fisik,
massa di esophagus dapat tidak teraba dari luar. Perlu dilakukan pemeriksaan
limfadenopati, di regio colli dan supraklavikula. Hal yang perlu dinilai dengan
cermat adalah status nutrisi pasien, karena penurunan status nutrisi pun perlu
menjadi perhatian kita dalam tatalaksana kasus ini.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang
untuk kanker esophagus antara lain:
·
Laboratorium darah: darah
perifer lengkap, kimia
·
darah, fungsi hati
·
Esofagogram dengan barium
·
Esofagoskopi, dapat
sekaligus dilakukan biopsi
·
CT-scan
Dengan
ambang batas penilaian suatu malignansi adalah 10 mm, CT scan memiliki akurasi
51 – 70% dalam mendeteksi KGB mediastinum, sementara dengan ambang batas
penilaian suatu malignansi adalah 8 mm, CT scan memiliki akurasi 79% dalam
mendeteksi KGB di sekitar gaster dan celiac axis.
·
PET scan Peningkatan metabolisme glukosa oleh tumor
menjadi dasar mekanisme diagnostik dengan FDG (fluoro-182-deoxyglucose) – PET.
Terdapatnya peningkatan akumulasi analog glukosa (FDG) dapat menunjukkan
penyakit dalam tahap awal sebelum terjadi perubahan struktural yang abnormal.
FDG PET juga lebih superior dari CT scan dalam evaluasi metastasis jauh.
·
Pemeriksaan penunjang
lain sesuai indikasi: bone scan, USG abdomen, dan lain-lain.
·
Penentuan Stadium
Sebagaimana keganasan lain, stadium sangat menentukan tatalaksana. Penentuan stadium kanker esofagus yang umum digunakan saat ini adalah menurut AJCC (American Joint Committee on Cancer).
Tinjauan Pengobatan
Secara
umum, kanker esofagus masih dianggap sulit. Penerapan terapi kombinas
(multimodalitas) belum menunjukkan hasil yang memuaskan, terutama dalam
locoregional failure dan angka kesintasan. Laju metastasis jauh masih sulit
ditekan dengan berbagai pendekatan terapi, dan dijumpai lebih dari 50% pada
follow-up pasien setelah terapi. Kebanyakan pasien, ditambah dengan status
nutrisi yang umumnya menurun, sulit menoleransi terapi multimodalitas,
sementara terapi monomodalitas memiliki angka keberhasilan yang tidak memuaskan.
Arah
pengobatan kanker esofagus saat ini adalah terapi multimodalitas, sesuai
hasil-hasil studi yang menunjukkan angka keberhasilan lebih baik dibandingkan
terapi monomodalitas. Tatalaksana kanker esofagus, dilakukan berdasarkan
stadium, serta terdiri dari tiga modalitas utama, yaitu pembedahan, kemoterapi
dan radioterapi.
Pembedahan
Pembedahan
merupakan pilihan standar untuk tumor tahap awal. Namun sekitar 50% reseksi
kuratif sulit dilakukan karena ternyata kondisi tumor intraoperatif lebih ekstensif
daripada saat pemeriksaan klinis. Median dari angka kesintasan pasien dengan
tumor yang resectable adalah 11 bulan. Teknik operasi yang umum dilakukan
adalah esofagogastrostomi, atau esofagektomi dengan gastric pull-up. Laparotomi
dapat sekaligus dikerjakan untuk melihat perluasan di bawah diafragma bila ada
kecurigaan ke arah sana. Pada tumor di daerah servikal, mungkin dilakukan
radical neck dissection sekaligus, terutama bila jenis tumor adalah karsinoma
sel skuamosa.
Kemoterapi
Kemoterapi
tidak efektif sebagai modalitas tunggal. Penggunaan kemoterapi cisplatin-based
dan Cetuximab dapat memberikan respons pada 30 – 50% kasus, namun umumnya bukan
respons komplit. Kemoterapi dapat diberikan bersama dengan radioterapi
(kemoradiasi). Kemoradiasi sebagai terapi definitif menjadi pilihan pada
kasus-kasus yang inoperabel. Terapi ini memberikan local control dan overall
survival yang lebih superior daripada radiasi saja. Suatu studi oleh Eastern
Cooperative Oncology Group (ECOG) membandingkan pemberian radiasi saja (60 Gy)
dengan kemoradiasi (RE 60 Gy bersama dengan 5-FU/ mitomycin- C). hasilnya,
angka kesintasan 2 tahun adalah 12% pada kelompok pasien yang mendapat radiasi
saja, dan 30% pada kelompok pasien yang mendapat kemoradiasi, dengan median survival
14,9 bulan berbanding 9,0 bulan, masing-masing kelompok. Kemoradiasi juga dapat
diberikan preoperatif pada tumor-tumor yang dinilai resectable. Pemberian
kemoradiasi tidak mempengaruhi angka kesintasan, namun memperpanjang waktu
rekurensi tumor. Sementara pemberian kemoradiasi postoperatif menunjukkan
sedikit penurunan angka relaps dalam 5 tahun (85% menjadi 70%), terutama pada
pasien dengan N0, namun juga tidak memperbaiki angka kesintasan.
Therapy
regimen Untuk maksimum enam siklus 29 hari, pasien menerima cisplatin 100 mg /
m2, hari 1, ditambah fluorouracil 1.000 mg / m2, hari 1-5, baik sendiri atau
dalam kombinasi dengan cetuximab. Cetuximab pada awalnya diberi dosis 400 mg /
m2, diikuti oleh 250 mg / m2 setiap minggu sesudahnya . Regimen terapi model
dibangun untuk memperhitungkan penghentian pengobatan, tingkat penghentian
pengobatan dipilih sehingga dapat mengasumsikan penggunaan cetuximab rata-rata
sama dengan yang dihitung untuk percobaan fase II.
Radiasi
Selama
ini telah dilaporkan pemberian radiasi secara neoadjuvan dan adjuvan konkuren
dengan kemoterapi, maupun radiasi saja. Untuk mendapat hasil yang lebih baik,
radiasi diberikan berbarengan dengan kemoterapi (kemoradiasi). Secara garis
besar, radiasi yang dapat dilakukan dalam tatalaksana kanker esofagus adalah
radiasi eksterna dan interna (brakiterapi).
No comments:
Post a Comment