The Pharmacist Room: LATAR BELAKANG FARMAKOEKONOMI PENYAKIT REUMATOID ARTRITIS

LATAR BELAKANG FARMAKOEKONOMI PENYAKIT REUMATOID ARTRITIS

 Artritis Reumatoid (AR) adalah penyakit autoimun yang penyebabnya belum diketahui dan ditandai oleh sinovitis erosif yang simetris dan pada beberapa kasus disertai keterlibatan jaringan ekstraartikular. Sebagian besar kasus Artitis Reumatoid (AR) kronik mengakibatkan kerusakan sendi yang progresif, kecatatan sampai kematian dini (1)

Menurut Perhimpunan Rheumatologi Indonesia dari hasil survey epidemiologi di Bandungan Jawa Tengah didapatkan prevalensi AR 0,3 %, sedang di Malang pada penduduk berusia diatas 40 tahun didapatkan prevalensi AR 0,5 % di daerah Kotamadya dan 0,6% di daerah Kabupaten. Di Poliklinik Reumatologi RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta, pada tahun 2000 kasus baru Artritis Reumatoid merupakan 4,1% dari seluruh kasus baru. Di poliklinik reumatologi RS Hasan Sadikin didapatkan 9% dari seluruh kasus reumatik baru pada tahun 2000-2002 dengan prevalensi kejadian dapat bervariasi antara populsi dengan lainnya (1).

            Berdasarkan data yang diambil dari hasil laporan RISKESDAS tahun 2018 prevelansi penyakit Artitis Reumatoid (AR) berdasarkan diagnosis meningkat seiring bertambahnya usia dengan presentase tertinggi 18,6 % dengan penderita berjenis kelamin perempuan sebanyak 8,5 % lebih banyak dibandingkan penderita laki – laki dengan persentase 6,1 % , angka kejadian lebih banyak terjadi di daerah pedesaan dengan presentase 7,8 % dimana mayoritas penduduknya adalah petani. Sementara di kota presentase kasus hanya 6,9 % (2).

Penyakit ini sering menyebabkan kerusakan sendi, kecacatan dan banyak mengenai penduduk pada usia produktif sehingga memberi dampak sosial dan ekonomi yang besar. Penatalaksanaan AR telah mengalami banyak perubahan dalam 15 tahun terakhir. Pemahaman bahwa AR berkaitan dengan komorbiditas lain dan mortalitas dini, membuat penatalaksanaan AR harus agresif dan sedini mungkin yang akan meningkatkan hasil jangka pendek dan panjang yang lebih baik (1).

Terjadinya kasus Artitis Reumatoid (AR) pada penderita memnyebabkan kerugian yang besar salah satunya dari sisi psikologis penderita AR seperti  depresi yang sering menyertai pasien AR dengan angka kejadian sebesar 20-30% atau sebanyak empat kali lipat dari masyarakat normal. Prevalensi depresi pada pasien AR adalah 15,29%, pada penelitian lain, depresi memiliki prevalensi sebesar 13-42%. Depresi pada pasien AR dinilai dapat memengaruhi derajat aktivitas penyakit (3). Selain menyebabkan kerugian secara non material, Pengobatan RA tidak hanya mengontrol gejala penyakit, tetapi juga penekanan aktivitas penyakit untuk mencegah kerusakan permanen tetapi untuk mengurangi nyeri sendi dan bengkak, serta meringankan kekakuan dan mencegah kerusakan sendi sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien meringankan gejala tetapi juga memperlambat kemajuan penyakit. Pengobatan pada RA kurang efesien, menghasilkan efek samping yang cukup besar, dan biaya cenderung mahal sehingga penderita selain di bebankan oleh penyakitnya ia juga dibebankan oleh biaya pengobatan yang cukup mahal (4).

Dalam penulisan makalah ini, akan membahas terkait implikasi ekonomi pada penyakit Artitis Reumatoid (AR) dimana akan membahas dari sisi farmakoekonomi. Farmakoekonomi sendiri didefinisikan sebagai deskripsi dan analisa biaya terapi pengobatan terhadap sistem perawatan kesehatan dan masyarakat Analisa farmakoekonomi tidak hanya terbatas pada pengukuran moneter atau klinis. Analisa ini juga bisa memanfaatkan sejumlah faktor yang membuka biaya alternatif-alternatif dari perspektif pasien, factor – factor tersebut mencakup kehidupan (nyawa) yang berhasil diselamatkan, pencegahan penyakit, operasi yang berhasil dicegah, atau kualitas hidup (QOL, quality-of-life) yang berkaitan dengan kesehatan. Dengan demikian, tujuan farmakoekonomi adalah untuk memperbaiki kesehatan individu dan publik, serta memperbaiki proses pengambilan keputusan dalam memilih nilai relatif diantara terapi-terapi alternatif (5).

No comments:

Post a Comment