Diabetes melitus merupakan gangguan metabolik kronik yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah. Peningkatan jumlah penderita diabetes secara dramatik menjadi tantangan di bidang kesehatan secara global (Hu, et al., 2016). Centers for Disease Control and Prevention (CDC) dalam National Diabetes Statistics Report (2017), melaporakan bahwa pada tahun 2015, sekitar 30.3 juta populasi dari semua usia di US menderita penyakit diabetes. Persentase penderita diabetes meningkat dengan bertambahnya usia, 25.2% diantaranya berusia 65 tahun ke atas. Sekitar 5% dari populasi penderita diabetes tergolong ke dalam diabetes tipe 1 (CDC, 2017).
Sebagian besar pasien diabetes diresepkan insulin, dengan alasan karena tubuh mereka tidak mampu memproduksi insulin (diabetes tipe 1) atau insulin yang dihasilkan tidak sensitif (diabetes tipe 2). Sekarang, telah ditemukan sistem penghantaran insulin seperti insulin pumps, analog insulin short-acting dan longacting, serta transplantasi islet Langerhans atau keseluruhan pankreas, tetapi penyakit DM tetap menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan (Hultstrom, et al., 2014).
Masalah terkait terapi insulin timbul akibat injeksi berulang setiap hari dan pengambilan sampel darah yang mengakibatkan rasa sakit serta timbul trauma atau kerusakan pada kulit sehingga sulit untuk mencapai rejimen pengobatan yang optimal. Diketahui bahwa mayoritas pasien diabetes tidak percaya diri untuk mengendalikan penyakitnya tersebut dan 1 dari 5 anak penderita diabetes melakukan injeksi yang tidak sesuai (Koryrkowski, et al., 2005). Setiap empat orang pasien diabetes yang diterapi dengan insulin, mengalami kecemasan akibat self injection (Koryrkowski, et al., 2005; Owens, et al 2003).
Kepatuhan terhadap rejimen pengobatan cenderung lebih tinggi jika prosedurnya sederhana dan tidak menimbulkan rasa sakit (Korytkowski, et al., 2003). Administrasi insulin melalui gastrointestinal dan nasal sejauh ini tidak berhasil, tetapi inhaler insulin baru saja dikembangkan dan disetujui (White, et al., 2005). Namun, karena insulin adalah faktor pertumbuhan yang poten, ada kekhawatiran bahwa deposisi insulin intraalveolar dapat mengganggu fungsi paru, (Woods, et al., 2005; Mandal, 2005). Olehkarena itu, rute lain lebih disukai, yang tidak membahayakan, mengutamakan kenyamanan dan kesehatan pasien diabetes di masa depan.
INSULIN INHALER
Insulin merupakan makromolekul protein dengan ukuran partikel yang besar dimana tidak mudah diabsorbsi ke dalam alveoli pada paru-paru. Insulin inhalasi merupakan metode baru untuk pengobatan diabetes. Penggunaan insulin inhalasi merupakan sistem penghantaran insulin yang lebih efektif untuk pengobatan diabetes tipe 1 dan tipe 2 karena insulin inhalasi menggunakan sistem penghantaran insulin melalui sistem pulmonary.
Keuntungan Insulin Inhaler
- Mudah dan aman dalam penggunaan
- Onset lebih cepat (15-20 menit)
- Dapat meningkatkan kepatuhan pasien dalam pengobatan
- Membantu untuk mengontrol kadar glukosa darah agar optimal
- Meminimalkan degradasi oleh enzim dan menghindari first-past metabolism.
- Menurunkan resiko hipoglikemi
- Kontraindikasi pada pasien dengan gangguan penyakit paru seperti asthma dan PPOK
- Dapat menimbulkan reaksi batuk pada saat penggunaan
Teknik Recombinan DNA
Isolasi plasmid dari bakteri e.coli Plasmid yang telah diisolir dipotong pada segmen tertentu menggunakan enzim restriksi endonuklease. DNA yang di isolasi dari sel pankreas dipotong pada suatu segmen untuk mengambil segmen pengkode insulin. DNA pengkode insulin disambungkan pada plasmid menggunakan bantuan enzim DNA ligase. Hasil berupa kombinasi DNA kode insulin dengan plasmid bakteri yang disebut DNA rekombinan. DNA rekombinan yang terbentuk disisipkan kembali ke sel bakteri. Bila bakteri E. coli berkembang biak, maka akan dihasilkan koloni bakteri yang memiliki DNA rekombinan.
Pembuatan Serbuk Insulin
Kristal massal insulin dilarutkan dalam sodium sitrat buffer yang mengandung eksipien (manitol, atau rafinosa) untuk memberikan padatan akhir konsentrasi 7,5 mg / ml dan pH 6,7 ± 0,3 . Spray dryer dioperasikan dengan suhu inlet antara 110°C sampai 120°C dengan kecepatan 5 ml/menit, suhu yang dihasilkan antara 70°C dan 80°C. Larutan kemudian disaring melalui filter berukuran 0,22 μm dan disemprot ke dalam Buchi Spray Dryer agar membentuk bubuk amorf putih halus. Bubuk yang dihasilkan disimpan dalam wadah tertutup rapat di lingkungan kering.
- Deteksi insulin menggunakan perangkat HPLC
- Dibuat larutan standar dengan melarutkan 5,8 mg insulin bovine dalam 10 HCL 0,01 N.
- Sampel yang mengandung insulin A21, ORP dan HMWP dianalisis pada 0, 30, 90, dan 180 hari setelah produksi serbuk.
- Fase diam yang digunakan C18 simetri 300TM (250 x 4.6mm, 5 μm, Waters Corp., Milford, MA, USA). Fase gerak yang digunakan terdiri dari campuran asetonitril dan fase A 74 : 26 v/v
- Fase A ini disiapkan dengan melarutkan 28,4 gram natrium sulfat anhidrat dalam 1 L air suling. Ditambahkan 2,7 mg asam fosfat 85% w/v dan disesuaikan PH menjadi 2,3 dengan enatolamin.
- Dideteksi pada panjang gelombang 214 nm. Hasil kuantifikasi insulin harus linear dengan range antara 11 dan 58 μg/ml (R2=0,999). Faktor tailing insulin dengan peak 1,1 dan faktor simetri 1,2.
- Dry insulin dimasukkan ke dalam vial transparan yang ditutup dengan penutup karet yang kemudian dilapisi dengan aluminium kemudian disimpan pada suhu 25oC dengan Rasio 60%.
- Sampel yang mengandung insulin A21, ORP dan HMWP dianalisis pada 0, 30, 90, dan 180 hari setelah produksi bubuk.
- Pengujian stabilitas ini dilakukan sama pada penyimpanan 5oC
No comments:
Post a Comment