Quality Assurance Rumah sakit
Di rumah sakit terdapat
ratusan bahkan ribuan jenis obat, ratusan tindakan medis dan prosedur
pelayanan, terdapat ratusan pasien, terdapat banyak kelompok
profesi-profesi,individu staf rumah sakit, terdapat banyak sistem dan
lain-lain.
Rumah sakit sendiri merupakan sebuah institusi
yang memiliki atribut antara lain padat modal,padat teknologi, padat
pengetahuan, padat sistem, padat resiko, padat keluhan atau masalah serta padat error, sehinga menjadi begitu kompleks
permasalahannya. Berangkat dari kondisi tersebut, maka kemungknan terjadinya
error dalam prosese pelayanan pasien di Rumah Sakit menjadi tinggi.
Beberapa penelitian dilaporkan
yang oleh Institute Of Medicine (2000) tentang tingkat error di Rumah Sakit di
Utah dan Colorado menunjkkan angka adverse event yang memprihatinkan, disusul
dengan laporan WHO (2004) yang
menyebutkan rentang adverse event 3,2% - 16,6%
terjadi di neegara-negara maju seperti USA, Inggris, Denmark dan
Australia, tentu kita bisa memastikan bahwa tingkat error di Indonesia pasti
lebih jauh lebih tinggi dengan standar sistem pelayanan RS yang jauh di bawah
standar negara maju.
Sebagai respon atas hasil penelitian tersebut muncul gerakan
global dan nasional untuk penerapan
sistem keselamatan pasien (patient safety).
Berbagai pendekatan manajemen maupun klinik
diteliti dan diaplikasikan di RS yang semuanya merupakan bagian dari sistem
manajemen mutu ( Quality assuranse)
Salah satu pendekatan mutu
yang dijadikan sebagai kerangka konsep berpikir adalah konsep Berwick (2003).
Konsep ini membahas pendekatan sistem manajemen mutu pelayanan kesehatan secara
komprehensif, dimana mutu pelayanan dibangun atas interaksi beberapa komponen
yang terdiri dari patient dan masyarakat, sistem mikro pelayanan kesehatan,
kontek organisasi dan kontek lingkungan.
Bedasarkan konsep tersebut
sistem pelayanan farmasi yang bermutu
juga akan dibangun. Namun tentu tidak semua komponen / aspek akan
dibahas tuntas. (lihat konsep berpikir).
Komponen microsystem yang berupa pelayanan
farmasi di IFRS akan mempelajari tentang penggunaan indikator mutu pelayanan
farmasi. Sedangkan komponen environmental context akan membicarakan aspek makro
berupa kebijakan-kebijakan mutu yang telah dikeluarkan oleh pemerintah, baik
oleh pemerintah pusat dalam hal ini
penerapan akreditasi RS dan standar pelayanan farmasi serta standar perijinan
RS yang dikeluarkan oleh Badan mutu Dinas Kesehatan Propinsi DIY
Pada akhir sesi, mahasiswa
diharapkan telah memilki kesadaran dan
pemahaman akan pentingnya paradigma patient
safety dalam memberikan pelayanan farmasi baik di apotek , RS maupun
institusi kesehatan lainnya. Selanjutnya dapat menerapkan indikator mutu
pelayanan farmasi sebagai sebuah alarm
sistem atau signal sistem atau early warning dalam tetap menjaga mutu
pelayanan demi keselamatan pasien.
Daftar Pustaka
- Anonim,
1980, Model Quality Assurance for Hospital Pharmacy,ASHP,USA
- Anonim,
1984,………………………., American Society of Hospital Pharmacy,USA
- Anonim,1993,
How to Investigate Drug Use in Health Facilities, WHO
- Anonim,
2006, Seminar “Patient Safety”, Makalah seminar, RS Sardjito, Yogyakarta
- Foster,
2004, Managing Quality : An Integrated Approach, Pearson Prentice Hall,
New Jersey.
- Quick
D.J et al, 1997, Managing Drug Supply, Kumarian Press,
- Wilson,
tanpa tahun, Hospital-Wide Quality Assurance, Canada
No comments:
Post a Comment