Definisi
Diare merupakan keadaan
dimana frekuensi defekasi meningkat abnormal dari keadaan biasanya dan biasanya
berupa cairan (Dipiro,2008) atau keluarnya tinja cair > 3 x / 24
jam (Sudarmo, S.M, et al, 2008).
Berdasarkan lama terjadinya, diare dapat dibedakan menjadi (Sudarmo, S.M, et al, 2008).
§ diare akut : berlangsung
paling lama 3 – 5 hari
§ diare berkepanjangan : berlangsung > 7 hari
§ diare kronis : berlangsung > 14 hari
Berbagai
macam hal yang dapat mengakibatkan terjadinya diare antara lain (Dipiro, 2008) :
§
bakteri yang mengeluarkan toksin sehingga
menyebabkan inflamasi,
§ oportunistik
kuman seperti Shigella,
Salmonella, Campylobacter, Staphylococcus, dan Escherichia
coli.
§ efek samping
obat seperti laksatif, antasida yang mengandung magnesium, antibiotik dan
berbagai macam obat yang lain
§ penyakit
endokrin
§ penyakit
neurologik
§
alergi terhadap obat-obat tertentu seperti
II.
Patofisiologi diare
Ketidakseimbangan
pengangkutan air dan elektrolit berperan penting pada patogenesis diare. Hal
ini dapat mengakibatkan terjadinya perubahan absorbsi dan sekresi cairan dan
elektrolit yang dapat meningkatkan terjadinya dehidrasi.
Peningkatan pengeluaran cairan dapat terjadi oleh
karena:
- Sekresi yang
meningkat à terdapat
bahan-bahan yang dapat meningkatkan
atau menurunkan absorpsi dari air dan elektrolit, seperti vasoactive intestinal peptide (VIP) dari tumor
pankreas, lemak yang tak terabsorbsi di steatorrhea, laxatives, hormon (seperti
sekretin), toksin bakteri maupun
garam empedu yang berlebihan
- Osmotik à terjadi sindrom malabsorpsi dan intoleransi lactose atau penggunaan
karbohidrat yang sulit untuk diserap (seperti Lactulose).
- Eksudatif diare à terjadi perubahan absorpsi, sekresi
dan fungsi motilitas di daerah GIT. sehingga terjadi inflamasi pada GIT.
Hal ini dapat ditandai dengan adanya mukus dan darah. pada feces.
- Perubahan motilitas pada usus
(Dipiro, 2008; Sudarmo, S.M,
et al, 2008).
III.
Gejala Klinik dan Komplikasi
Frekuensi
buang air besar bertambah dengan bentuk dan konsistensi yang lain dari biasanya
dapat cair, berlendir, atau berdarah, dapat juga disertai gejala lain,
anoreksia panas, muntah atau kembung. Dapat disertai gejala komplikasi,
gangguan elektrolit, dehidrasi, gangguan gas darah atau asidosis (Sudarmo, S.M, et al, 2008).
IV.
Penatalaksanaan Terapi
1. Resusitasi cairan dan elektroli
sesuai dengan derajat dehidrasi dan kehilangan elektrolitnya
2. Dietetik
Makanan tetap diberikan, ASI
tetap diberikan, formula diencerkan dalam waktu singkat.
3. Pada umumnya tidak diperlukan
antimikrobial
4. Pengobatan problem penyerta
5. Obat-obat diare tidak dianjurkan oleh
karena dapat memperpanjang transit time
sehingga kuman-kuman dan toksin lebih lama berada di usus dan menyulitkan
terapi cairan
HIPERBILIRUBIN
I.
Definisi
Bilirubin merupakan produk akhir dari katabolisme heme dan
bilirubin dihasilkan dari pemecahan hemoglobin sel darah merah. Sumber lain
dari heme termasuk heme yang mengandung
protein, seperti myoglobin, sitokrom, nitric oxide synthase. Bilirubin terdapat
dalam beberapa bentuk didalam darah tetapi sebagian besar terikat pada serum
albumin. Bilirubin unconjugated bebas, dan bentuk-bentuk bilirubin yang lain,
dapat menembus sistem saraf pusat dan menjadi toksik jika kadarnya terlalu
tinggi (Gomela, L.T, 2004). Dikatakan hiperbilirubin bila kadar bilirubin total
lebih dari 12-13 mg% (205-220 µmol/L) (Damanik, S.M, 2008).
Hiperbilirubin pada neonatal dapat dibedakan menjadi
hiperbilirubin unconjugated dan
hiperbilirubin conjugated. Dikatakan
hiperbilirubin unconjugated bila laju produksi bilirubin lebih cepat dari
laju eliminasi bilirubin, yang dapat menyebabkan meningkatnya kadar total serum
bilirubin, dan menimbulkan efek klinis yang disebut jaundice (Gomela, L.T, 2004).
II. Patofisiologi
Menurut Damanik, S.M (2008), peningkatan kadar bilirubin
dapat disebabkan oleh:
a.
Produksi bilirubin yang meningkat
: peningkatan jumlah sel darah merah, penurunan umur sel darh merah,
peningkatan pemecahan sel darah merah.
b.
Penurunan konjugasi bilirubin :
prematurisasi.
c.
Peningkatan reabsorbsi bilirubin
dalam saluran cerna : asfiksia, pemberian ASI yang terlambat, obstruksi saluran
cerna.
d.
Kegagalan ekresi cairan empedu :
sepsis, hepatitis, sindrom kolestatik, atresia biliaris.
Gambar degradasi heme dan
pembentukan bilirubin
(Dennery, P.A, et al, 2001)
III.
Diagnosis
a.
Anamnesis : riwayat ikterus pada
anak sebelumnya, riwayat keluarga anemia dan pembesaran hati dan limpa, riwayat
penggunaan obat selama ibu hamil, riwayat infeksi maternal, riwayat trauma
persalinan, asfiksia.
b.
Pemeriksaan fisik :
Umum : keadaan umum (gangguan nafas, apnea, instabilitas
suhu).
Khusus : dengan cara menekan kulit ringan dengan
menggunakan jari tangan dan dilakukan pada pencahayaan yang memadai.
Berdasarkan
Kramer dibagi :
Derajat ikterus
|
Daerah ikterus
|
Perkiraan kadar bilirubin
|
I
|
Kepala
dan leher
|
5,0 mg/dl
|
II
|
Sampai
badan atas (diatas umbilikus)
|
9,0 mg/dl
|
III
|
Sampai badan
bawah (dibawah umbulikus) hingga tungkai atas (diatas lutut)
|
11,4 mg/dl
|
IV
|
Sampai
lengan, tungkai bawah lutut
|
12,4 mg/dl
|
V
|
Sampai
telapak tangan dan kaki
|
16,0 mg/dl
|
IV. Penatalaksanaan Terapi
1.
Ikterus yang timbul sebelum 24 jam
pasca kelahiran, tindakan fototerapi dan tindakan transfusi tukar.
2.
Pada usia 25-48 jam pasca
kelahiran, fototerapi dianjurkan bila kadar bilirubin serum total > 12 mg/dl
(170 µmol/L). Bila fototerapi 2 x 24 jam gagal menurunkan kadar bilirubin serum
total < 20 mg/dl, dianjurkan untuk dilakukan tukar transfusi.
3.
Pada usia 49-72 jam pasca
kelahiran, fototerapi dianjurkan bila kadar bilirubin serum total > 15 mg/dl
(260 µmol/L). Bila fototerapi 2 x 24 jam gagal menurunkan kadar bilirubin serum
total < 25 mg/dl, dianjurkan untuk dilakukan tukar transfusi.
4.
Pada usia > 72 jam pasca
kelahiran, fototerapi dianjurkan bila kadar bilirubin serum total > 17 mg/dl
(290 µmol/L). Bila fototerapi 2 x 24 jam gagal menurunkan kadar bilirubin serum
total < 20 mg/dl, dianjurkan untuk dilakukan tukar transfusi.
Contoh Kasus
Telah
datang bayi Nyonya K pada tanggal 12 April 2010. Pasien merupakan rujukan dari
RSI Gondanglegi dengan keluhan diare. Saat datang, bayi berusia 7 hari dengan
berat badan lahir 2600 gram. Pada saat di RSI Gondanglegi pasien mendapat
terapi D10% (10 tpm) dan O2. Kondisi umum saat pasien datang adalah
gerak tangis lemah, nadi 130 x, RR 40 x, suhu 36,9°C dan kuning kr. V. Oleh
dokter, pasien didiagnosis diare akut dengan dehidrasi ringan-sedang dan
hiperbilirubin indirect. Dari hasil laboratorium didapatkan bahwa pada bayi Ny.
K mengalami trombocitopeniz, perpanjangan nilai PTT dan APTT serta peningkatan
kadar bilirubin total dan bilirubin indirect.
Pada
awal MRS, pasien mendapatkan terapi O2 sebagai terapi sesak yang
dialami pasien. Kondisi sesak pada pasien ditunjukkan dengan meningkatnya nilai
nadi dan RR pada pasien. Infus D10, ½ NS sebagai terapi elektrolit untuk
menjaga hemodinamika cairan tubuh
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2008. British National Formulary, London : BMJ Publishing Group
Ltd, ed 56
Damanik,
S.M., 2008. Hiperbilirubinemia, In: Pedoman
Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Edisi III. Surabaya: FKUA.
Dipiro, Joseph T.,
Robert L. Talbert, Gary C., et. al.,
2009. Pharmacotherapy A Pathophysiologic
Approach. Ed 7th , New York : McGraw Hill
Companies Inc.
Gomella, T.L., Cunningham, M.D., Eyal,
F.G., et al., 2004.
Hiperbilirubinemia, In: Neonatology:
Management, Procedures, On-call Problems, Disease, and Drug, 5th
Ed, New York : McGraw Hill Companies
Inc.
Sudarmo,
M.S., Ranuh, R.G., Fardah, A.A., 2008. Diare, In: Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Edisi III.
Surabaya: FKUA.
Lacy,
C., amstrong, L. L., Goldman, M. P., Lance, L. L., 2009. Drug Information Handbook 17th
Edition. Canada : Lexi-Comp Inc
Pagana, K.D., and Pagana T.J., 2002. Mosby’s Manual of Diagnostic and Laboratory Test, second edition, USA : Mosby. Inc
Tatro, D.S., 2003. A to Z Drug Fact. San
Fransisco: Facts and Comparisons
No comments:
Post a Comment