Salah
satu penyakit penyebab kematian utama
yang disebabkan oleh infeksi,
adalah Tuberkulosis (TB).TB merupakan ancaman bagi penduduk Indonesia,pada
tahun 2004, sebanyak seperempat juta
orang bertambah menjadi penderita baru dan sekitar 140.000 kematian setiap
tahunnya. Sebagian besar penderita TB adalah penduduk yang berusia
produktif antara 15-55 tahun, dan penyakit ini merupakan
penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit pernafasan
akut pada seluruh kalangan usia.
Tuberkulosis adalah
penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis, yang sebagian besar (80%) menyerang paru-paru. Umumnya
Mycobacterium tuberculosis menyerang paru dan sebagian kecil organ tubuh lain.
Mycobacterium tuberculosis cepat mati
dengan matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup pada tempat yang gelap
dan lembab. Dalam jaringan tubuh,
kuman dapat dormant (tertidur sampai
beberapa tahun). TB timbul berdasarkan
kemampuannya untuk memperbanyak diri di dalam sel-sel fagosit
Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif pada waktu batuk atau bersin, penderita
menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang
mengandung kuman dapat bertahan di udara
pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet
tersebut terhirup kedalam saluran pernafasan. Jadi penularan TB tidak terjadi
melalui perlengkapan makan, baju, dan perlengkapan tidur.
Setelah
kuman TB masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman TB tersebut
dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran
darah, sistem saluran limfe, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke
bagian-bagian tubuh lainnya.
Waktu terjadinya infeksi hingga pembentukan komplek
primer adalah sekitar 4-6 minggu.
Kelanjutan
infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan respon daya tahan
tubuh dapat menghentikan perkembangan kuman TB dengan cara menyelubungi kuman
dengan jaringan pengikat. Ada beberapa kuman yang menetap sebagai “persister”
atau “dormant”, sehingga daya tahan
tubuh tidak dapat menghentikan
perkembangbiakan kuman, akibatnya yang bersangkutan akan menjadi
penderita TB dalam beberapa bulan. Pada
infeksi primer ini biasanya menjadi
abses (terselubung) dan berlangsung tanpa gejala, hanya batuk dan nafas
berbunyi. Tetapi pada orang-orang dengan sistem imun lemah dapat timbul
radang paru hebat, ciri-cirinya batuk
kronik dan bersifat sangat menular. Masa inkubasi sekitar 6 bulan.
Infeksi
paska primer terjadi setelah beberapa bulan atau tahun setelah infeksi primer.
Ciri khas TB paska primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya
kavitas atau efusi pleura.
Seseorang
yang terinfeksi kuman TB belum tentu sakit atau tidak menularkan kuman TB.
Proses selanjutnya ditentukan oleh berbagai faktor risiko . Kemungkinan untuk terinfeksi TB, tergantung
pada :
1. Kepadatan
droplet nuclei yang infeksius per volume udara
2. Lamanya
kontak dengan droplet nuklei tsb
3. Kedekatan
dengan penderita TB
Penularan TB sangat
dipengaruhi oleh masalah lingkungan, perilaku sehat penduduk, ketersediaan
sarana pelayanan kesehatan.
Masalah lingkungan yang terkait seperti masalah kesehatan yang
berhubungan dengan perumahan, kepadatan anggota keluarga, kepadatan penduduk,
konsentrasi kuman, ketersediaan cahaya matahari, dll. Sedangkan masalah
perilaku sehat antara lain akibat dari
meludah sembarangan, batuk sembarangan, kedekatan anggota keluarga, gizi yang
kurang atau tidak seimbang, dll. Untuk sarana pelayanan kesehatan, antara lain
menyangkut ketersediaan obat, penyuluhan tentang penyakit dan mutu pelayanan
kesehatan.
Pada penderita TB sering terjadi
komplikasi dan resistensi. Komplikasi
berikut sering terjadi pada penderita stadium lanjut:
1.
Hemoptisis berat (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang mengakibatkan
kematian
karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial
3.
Bronkietaksis (pelebaran bronkus
setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada
proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
4. Pneumotorak (adanya udara didalam rongga
pleura) spontan: kolaps spontan karena
kerusakan jaringan paru.
5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti
otak, tulang, persendian, ginjal dan sebagainya.
6. Insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio
Pulmonary Insufficiency).
TANDA
– TANDA DAN GEJALA KLINIS
Gejala TB
pada orang dewasa umumnya:
1. mengalami
batuk dan berdahak terus-menerus selama 3 minggu atau lebih (batuk darah atau
pernah batuk darah)
2. Gejala
lainnya seperti : sesak nafas dan nyeri dada, badan lemah, nafsu makan dan
berat badan menurun, rasa kurang enak
badan (malaise), berkeringat malam, walaupun tanpa kegiatan, demam meriang
lebih dari sebulan.
Pada anak-anak gejala TB
meliputi :
1. Berat
badan turun selama 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas dan tidak naik
dalam 1 bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi yang baik.
2. Demam
lama atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria atau infeksi
saluran nafas akut) dapat disertai dengan keringat malam.
3. Pembesaran
kelenjar limfe superfisialis yang tidak
sakit, paling sering di daerah leher, ketiak dan lipatan paha.
4. Gejala
dari saluran nafas, misalnya batuk lebih dari
30 hari (setelah disingkirkan sebab lain dari batuk), tanda cairan di
dada dan nyeri dada.
Seorang
anak juga patut dicurigai menderita TB apabila:
1. Mempunyai
sejarah kontak erat (serumah) dengan
penderita TB BTA positif.
2. Terdapat
reaksi kemerahan cepat setelah penyuntikkan BCG (dalam 3-7 hari).
PRINSIP PENGOBATAN
Pengendalian atau penanggulangan TB yang terbaik
adalah mencegah agar tidak terjadi penularan maupun infeksi. Pencegahan TB pada
dasarnya adalah :
1) Mencegah
penularan kuman dari penderita yang terinfeksi
2) Menghilangkan atau mengurangi faktor risiko yang menyebabkan terjadinya penularan.
Tindakan mencegah terjadinya
penularan dilakukan dengan berbagai cara, yang utama adalah memberikan obat
anti TB yang benar dan cukup, serta
dipakai dengan patuh sesuai ketentuan
penggunaan obat.
Pencegahan dilakukan dengan cara mengurangi atau menghilangkan
faktor risiko, yakni pada dasarnya adalah mengupayakan kesehatan perilaku dan lingkungan, antara lain dengan
pengaturan rumah agar memperoleh cahaya matahari, mengurangi kepadatan anggota
keluarga, mengatur kepadatan penduduk, menghindari meludah sembarangan, batuk
sembarangan, mengkonsumsi makanan yang bergizi yang baik dan seimbang.
Dengan demikian salah satu upaya
pencegahan adalah dengan penyuluhan Penyuluhan TB dilakukan berkaitan dengan
masalah pengetahuan dan perilaku masyarakat. Tujuan penyuluhan adalah untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan dan peranserta masyarakat dalam penanggulangan
TB.
Terapi atau Pengobatan penderita TB dimaksudkan untuk;
1) menyembuhkan penderita sampai sembuh,
2) mencegah kematian,
3) mencegah kekambuhan, dan
4) menurunkan tingkat penularan.
Pengobatan
TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan
Tahap
Intensif
Pada tahap
intensif (awal) penderita mendapat obat setiap
hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya
kekebalan obat. Bila pengobatan tahap
intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya penderita menular menjadi
tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
Sebagian besar penderita TB BTA
positif menjadi BTA negatif (konversi)
dalam 2 bulan.
Tahap
Lanjutan
Pada tahap
lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu
yang lebih lama Tahap lanjutan penting
untuk membunuh kuman persister (dormant) sehingga mencegah terjadinya
kekambuhan.
Penggunaan Obat Anti TB yang dipakai dalam
pengobatan TB adalah antibotik dan anti infeksi sintetis untuk membunuh kuman
Mycobacterium. Aktifitas obat TB didasarkan atas tiga mekanisme, yaitu
aktifitas membunuh bakteri, aktifitas sterilisasi, dan mencegah resistensi.
Obat yang umum dipakai adalah Isoniazid, Etambutol, Rifampisin, Pirazinamid,
dan Streptomisin. Kelompok obat ini disebut sebagai obat primer. Isoniazid
adalah obat TB yang paling poten dalam hal membunuh bakteri dibandingkan dengan
rifampisin dan streptomisin.
Rifampisin dan pirazinamid paling poten dalam
mekanisme sterilisasi. Sedangkan obat lain yang
juga pernah dipakai adalah Natrium Para Amino Salisilat, Kapreomisin,
Sikloserin, Etionamid, Kanamisin, Rifapentin dan Rifabutin. Natrium Para Amino
Salisilat, Kapreomisin, Sikloserin, Etionamid, dan Kanamisin umumnya mempunyai
efek yang lebih toksik, kurang efektif, dan dipakai jika obat primer sudah
resisten. Sedangkan Rifapentin dan
Rifabutin digunakan sebagai alternatif untuk Rifamisin dalam pengobatan
kombinasi anti TB.
RESISTENSI
OBAT
Penyebab:
- Pemakaian obat tunggal
- Penggunaan panduan yg tidak memadai
(jumlah, jenis pola resistensi)
- Fenomena addition sindrom.
- Penggunaan obat kombinasi yg
pencampurannya tdk dilakukan dg baik
- Penggunaan
obat yg tidak teratur
- Penggunaan obat yg tdk kontinyu
(putus obat, minum obat bila parah saja, jenis berganti)
- Tidak
menggunakan obat sesuai waktu yang di tentukan
No comments:
Post a Comment